"Bagaimana mungkin aku melupakanmu yang berada di masa lalu, saat serpihan kenanganmu pun masih berputar di memori otakku."
Play in mulmed ya...
Dalam hitungan hari, Talita akan berulang tahun. Walaupun umurnya bakal jadi delapan belas tahun, dia yakin bahwa tahun ini tidak akan ada pesta perayaan seperti yang sering di lakukan ayah dan bundanya sewaktu di Jakarta. No problem, kalaupun tidak ada pesta dia akan merayakannya bersama Ayahnya. Berbicara mengenai Ayahnya, dia menjadi rindu, sudah sebulan Ayahnya pergi ke kalimantan, namun belum ada kabar juga.
Talita mengambil handphone nya, kemudian menempelkan hpnya di telinganya setelah menekan tombol yang paling sering ia hubungi.
Sebenarnya Talita sering kali menelfon ataupun mengirim pesan untuk Ayahnya, namun sampai detik ini tak ada satupun pesan masuk dari Diergan yang membalas pesannya. Mungkin jika Diergan memang begitu sibuk dengan pekerjaannya, Talita akan memaklumi hal itu kalau saja lelaki paruh baya itu meberitahu nya tentang keadaan disana. Hal yang membuat Talita khawatir adalah karena ia tidak tahu sama sekali tentang kabar Ayahnya itu.
Semoga aja di angkat.
"Ayah... Angkat dong... Talita kangen." gumam Talita yang duduk gelisah di atas ranjangnya.
Tut... Tut... Tut...
Sambungan terputus
"Shit." Talita mengumpat lalu membanting handphonenya di kasur. Kemudian Talita berjalan menuju balkon, dia terduduk di lantai sambil memeluk kedua kakinya. Menyembunyikan wajahnya yang ayu di antara lipatan kedua tangannya.
"Ayah.... Talita kangen..." seru Talita yang sudah terisak. "Bunda... Ayah jahat, ninggalin Talita disini sendirian." tangis Talita semakin pecah kala mengingat Bundanya.
Hujan seakan mendukung suasa hatinya yang saat ini tengah kacau, gemuruh petir mulai terdengar, hujan semakin menjadi-jadi, Angin malam semakin menembus kulitnya. Talita menutup telinganya saat petir menyambar.
Di lain tempat Devran terperanjat dari kasur saat mendengar suara petir yang membuatnya terbangun dari tidurnya. Pikirannya hanya tertuju pada Talita, dia segera memakai jaketnya kemudian mengambil kontak motornya. Langkahnya tergesa-gesa.
Talita takut petir...
"Rek kamana?" tanya nenek Devran yang melihat cucunya terburu-buru.
"Ke rumah Talita nek." pamit Devran, mencium tangan neneknya.
"Ati-ati di jalan." Devran menganggukkan kepalanya dan segera mengendarai motornya.
"Aya-aya wae." gumam nenek Devran dan menutup pintu rumahnya.
......
Tin...
Klakson Devran menyadarkan Pak Yatno yang hampir saja ketiduran di pos satpam, pak Yatno menyipitkan matanya, lalu dia memakai payung kemudian membukakan pintu gerbang untuk Devran.
"Makasi pak." sapa Devran pada pak Yatno yang menganggukkan kepalanya.
"Ngapain mas Devran kesini hujan-hujan begini?" gumam pak Yatno dan kembali ke pos satpam.
"Ya ampun nak Devran, ada apa hujan-hujan gini kesini nak?" tanya bu Zizah yang kebetulan melihat Devran basah kuyup.
"Talita dimana bu?" Devran balik bertanya.
"Non Talita ada di kamarnya." jawab Bu Zizah sambil menoleh ke belakang.
"Boleh saya masuk?" tanya Devran sopan.
"Oh... Mari masuk nak, ibu buatkan teh ya."
"Saya ke kamar Talita ya bu, saya janji tidak akan macam-macam, saya khawatir sama keadaan Talita." mohon Devran
"Iya nak iya, nak Devran masuk saja, ibu percaya sama nak Devran."
Devran segera menaiki tangga menuju kamar talita. Setelah berada di depan pintu kamar Talita, Devran menggedor pintu nya tidak sabaran. Ke khawatirannya semakin menjadi saat ia tidak mendapatkan respon apa-apa dari dalam kamar tersebut.
Tok tok tok
"Cal... Ini gue Devran.." merasa tidak ada sautan dari dalam, Devran membuka pintu kamar Talita yang tidak terkunci. Dalam hati ia merutuki dirinya sendiri karena sudah lancang masuk ke dalam kamar cewek itu.
Betapa terkejutnya saat dia melihat pemilik kamar tengah memeluk lutunya dan bersembunyi di pojokan sambil terisak.
"Aa......" jerit Talita saat mendengar petir bergemuruh, dia menutup telinganya kembali.
Devran berlari menuju Talita yang terlihat sangat ketakutan. "Cal... Ini gue.."
Talita membuka matanya lalu memeluk Devran erat. "Gue takut... Gu..."
Sssttsss.....
Devran menenangkan Talita sambil mengelus puncak kepala cewek itu. "Ada gue disini, gausah takut." gumam Devran berulang kali. Karena Talita tak kunjung tenang.
Mendengar Devran yang berbicara seperti itu sambil memeluknya, Talita seakan di tarik ke masa lalu, saat dirinya masih berusia 8 tahun, dia ketakutan di pojok kamar mendengar suara petir menyambar, rumahnya sepi kedua orang tuanya sedang bepergian ke luar kota, dia menangis ketakutan, namun tak lama kemudian ada yang menenangkan dirinya, seperti Devran saat ini menenangkannya.
Talita membuka matanya mulai tenang, lalu mengurai pelukan, Talita meneliti penampilan Devran yang basah kuyup, dia menatap dalam mata Devran kemudian menangkup kedua pipi Devran. Ia mengulang-ngulang nama Devran di otaknya.
Devran prasaja?
"BODOH!" Talita memukul dada Devran membabi buta "Kenapa?" tanya Talita yang semakin menangis, Devran tidak mengerti maksud dari pertanyaan Talita. "Kenapa ngga bilang dari awal kalau lo Devran temen masa kecil gue." Talita mengelus pipi Devran "Kenapa?" tanyanya frustasi
"Lo udah inget Cal?" Devran tersenyum lega, sedangkan Talita sudah mengangguk cepat.
"Tolol...." Talita kembali memukuli Devran yang tersenyum. "Bego..."
Setelah cukup lama Talita memukuli Devran, kedua tangannya di tahan oleh Devran.
"Gue kangen sama lo." Devran menitihkan air matanya. "Gue kangen sama lo Cal.."
Talita mendongakkan kepalanya menatap mata Devran yang mengeluarkan air mata, Talita menghapus air mata Devran "I miss you too." bisik Talita yang membuat Devran langsung mendekapnya erat.
Talita menangis dalam dekapan Devran, kini ia telah menemukan jawaban dari pertanyaan yang selalu mengganggunya setiap bertatap muka dengan Devran. Sedangkan Devran menghela nafas lega melihat Talita yang mulai mengingat masa lalunya, namun ada satu hal yang ia takutkan atas ingatnya Talita tentang dirinya. Dia tidak siap menerima pertanyaan tentang Dafa dari Talita. Dia berharap Talita melupakan bagian itu.
Jangan lupa vote dan komen ya...
Gratis kok, tinggal pencet gambar bintang yang ada di pojok kiri.Hal yang menurut kalian sepele, terkadang berharga bagi seseorang.
Contohnya aku.
Vote atau komen dari kalian itu membuat aku semangat ngelanjutin cerita ini.Terimakasih banyak untuk kalian yang sudah mensuport dan menyisihkan waktunya untuk membaca cerita ini.
Mohon maaf typo dimana-mana