Talia keluar dari pintu utama rumah sakit dan hendak memanggil taksi. Namun ia melihat Devran menghampirinya dengan tergesa-gesa."Devran!" seru Talita kaget. "Ngapain?"
"Call, lo mau pulang?" tanya Devran. "Untung gue nggak telat."
"Lo baru pulang sekolah?"
"Iya. Gue langsung kesini buat liat keadaan lo. Om Diergan gimana? Operasinya lancar kan?" rentetan pertanyaan dari Devran membuat Talita menghela napas berat.
Wajah Talita seketika berubah pias tatapannya sendu menatap langit.
"Operasinya lancar, Tapi Ayah belum sadarkan diri." Talita mengerjapkan matanya untuk menahan air matanya agar tidak terjatuh. "Kata dokter..." Talita menjeda kalimatnya, ia tak kuasa meneruskan kalimat menyakitkan itu. "Ayah.... Ko.. Koma.." lanjut Talita melemah.
Devran tercengang. "Gue yakin Om Devran orang yang kuat, dia bakalan sembuh Call." ucap Devran meyakinkan Talita, meskipun dirinya sendiri tidak yakin dengan perkataannya sendiri, tapi setidaknya kalimat itu sedikit memberi Talita kekuatan.
Talita hanya menganggukkan kepalanya, berdoa di dalam hati semoga apa yang di katakan Devran adalah kebenaran.
"Gue anter pulang ya.." pinta Devran yang langsung di angguki Talita.
Karena memang tujuan Talita ingin pulang mengganti pakaianya dan ingin mencari pekerjaan untuk segera melunasi biaya operasi Ayahnya. Talita tidak bisa berleha-leha untuk saat ini, karena jika ia tidak segera membayar biaya rumah sakit ayahnya. Dokter akan mencabut semua alat-alat yang menempel di tubuh ayahnya.
"Ayah lo siapa yang jaga?" tanya Devran memecah keheningan.
"Bu Zizah, sekarang gantian jaga sama gue." jawab Talita seadanya.
Talita sudah meminta Bu Zizah untuk tetap memantau perkembangan Ayahnya selama dia tidak ada. Karna Talita mengatakan jika ia akan mencari kerja untuk bisa cepat-cepat membayar biaya Rumah sakit Ayahnya. Sebenarnya Bu Zizah tidak mengijinkan karena Talita harus fokus ke sekolahnya, mengingat dalam waktu dekat ini dia akan ujian sekolah, dan yang pastinya itu akan mengganggu konsentrasi dan waktu belajar Talita.
Bu Zizah tidak meragukan kemampuan Talita yang di atas rata-rata yang bahkan hanya membaca sekilas materi pelajaran dia akan sangat mengerti. Namun jika pikiran Talita terbagi kemana-mana Bu Zizah takut Talita tidak akan bisa fokus. Belum juga memikirkan kondisi Ayahnya, mencari uang, dan harus bekerja. Bu Zizah sangat prihatin dengan kehidupan Talita yang selalu di landa musibah.
Sebenarnya juga Bu Zizah sudah menawarkan dirinya yang akan bekerja, namun Talita merasa itu bukan hak Bu Zizah. Bagaimana pun Talita adalah anaknya, jadi dia yang harus bertanggung jawab atas semua yang menimpa Ayahnya. Bu Zizah masih mau menjaga dan mengurus Ayahnya saja itu sudah lebih dari cukup baginya, Talita tidak mau memberi beban lagi pada keluarga Bu Zizah yang sudah setia kepada keluarganya selama ini, bahkan saat Ayah Talita tidak sanggup membayar tenaga kerja mereka saja, dia masih setia tidak meninggalkan kondisi keluarganya yang jatuh miskin.
Talita sangat bersyukur masih ada manusia sebaik keluarga Bu Zizah yang tulus membantu dan menemaninya di saat susah maupun senang. Biasanya jika seseorang ada di atas langit semua orang berbondong-bondong berusaha untuk mendekat, namun saat orang tersebut berada di titik terendahnya mereka berbondong-bondong pergi menjauh. Tapi itu tidak berlaku bagi keluarga Bu Zizah. Talita sangat bersyukur untuk itu.
Sampai kapanpun Talita tidak akan melupakan kebaikan Bu Zizah dan keluarganya.
....
"Gimana kerjaannya?" tanya Devran menghentikan Talita dari kegiatannya.