Dr.Irfan pov...
Aku berjalan menaiki tangga setelah mengantarkan Maida pulang,hari ini aku pulang kerumah bunda karena besok aku cuti,padatnya jadwal kerjaku jangan sampai menghalangi waktu ku untuk keluarga,terlebih untuk bunda,bunda adalah orang tuaku satu-satunya,setelah ayah meninggal sudah kewajibanku untuk mengurus dan menjaganya,terlebih adik perempuanku satu-satunya aku sangat merindukan dia,sebenarnya bukan orangnya,tapi sikapnya,dia sudah dewasa tapi masih kekanak-kanakan,aku melangkah menuju kamar,tak mau mengganggu orang rumah aku membawa kunci sendiri,karena ini sudah larut malam dan biasanya mereka sudah tidur.
"Kak Irfan."
Suara seorang wanita yang usianya 2 tahun di bawahku memanggilku,aku menoleh kearah suara itu."Nabila,belum tidur?"
"Emm,belum kak,Nabila lembur tugas dan ini Nabila baru dari dapur ambil minum." Ucapnya menunjukkan ku segelas air putih.
"Nabila,jangan sering-sering begadang,gak baik untuk kesehatan,kalau ada tugas dikerjakan di siang hari,jangan di lembur sampai malam." Nasihatku yang tak tega melihat kantung matanya membesar.
"Enggak kok kak,malah Nabila gak penah ngerjain tugas,ini buktinya Nabila sampai lembur-lembur." Ucapnya sambil nyengir.
"Kamu kalo di bilangin ya."
"Hehe,sorry Bos,tuntutan Mahasiswi Teladan."
"Bunda sudah tidur?"
"Sudah kak,bunda sakit dari kemarin."
"Bunda sakit? Kenapa tidak kabarin kakak?" Tanyaku dengan nada sedikit meninggi.
"Nabila udah mau ngabarin kakak,tapi bunda ngelarang Nabila,bunda takut nanti menganggu pekerjaan kakak."
Aku menarik nafas panjang,itulah yang tidak kusukai dari bunda,ia tidak pernah mau membagi kesedihannya kepada orang lain maupun anaknya,ia ingin terlihat tetap kuat walaupun sebenarnya dia adalah orang yang mudah rapuh.
"Ya sudah sana masuk kamar,oh iya jangan lupa tidur."
"Siap bos!"
Aku berjalan menuju kamar bunda,gelap sekali,bahkan bisa dibilang tidak ada lampu yang menyorot kamarnya. Aku mendenger ada suara sesegukkan di dalamnya.
Ceklek!
Aku menghidupkan saklar lampu di kamar bunda."Bunda,kenapa menangis?"
Tanyaku lirih.Bunda tak menjawab pertanyaanku, namun ia lebih memilih untuk memelukku dengan erat.
"Bunda kenapa?" Tanyaku lagi.
"Bunda merindukan ayahmu." Ucapnya spontan membuat air mataku menetes,aku selalu menyukai senyuman bunda,tapi aku tak pernah suka jika bidadariku ini sampai meneteskan air mata.
"Bunda jangan menangis,walaupun ayah tidak ada di samping kita,tapi ayah selalu ada di sisi Allah,Allah selalu menjaga ayah,bunda jangan menangis lagi,ada Irfan ada juga Nabila yang selalu bersama bunda,kami anak-anak bunda,kami sayang sama bunda." Ucapku menahan air mata mencoba menenangkan bunda.
"Irfan,bunda kesepian disini,apa boleh bunda pindah ke rumahmu untuk sementara,bunda sangat merindukanmu."
"Boleh bunda,rumah Irfan adalah rumah bunda,bunda tidak perlu minta izin untuk itu." Bunda memelukku erat seolah melepas kerinduannya pada ayah.
"Nabila bilang kemarin bunda sakit,sekarang bunda istirahat ya,besok kita berkemas." Ucapku yang menyelimuti tubuh bunda.
"Irfan." Lirihnya.
"Iya bunda."
"Bunda kesepian sekali,kamu setiap hari bekerja dan Nabila juga kekampus bunda terkadang berfikir rumah ini akan terasa berpenghuni kalau ada tangisan seorang bayi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kepingan Yang (belum) Hilang [✔]
Fiction générale[follow sebelum baca] Kisah cinta tulus Maida Khairun Nisa kepada seorang pria yang membuatnya justru mendapat perlakuan tidak baik dari pria yang di cintainya,serta kehadiran orang lain dari masa lalunya yang akan merubah takdirnya. Saat dua cinta...