Bab 3 : Hujan Pertama

356 73 1
                                    

Kringgg...

Suara alarm membangunkan seluruh indraku untuk berjaga. Dunia masih sama, tapi keadaan yang mulai berbeda. Pagi ini temanku pergi meninggalkan kota. Pergi kehidupan masih dipertanyakan disana, entah baik atau buruk. Dari sekian juta orang kenapa harus sahabatku yang kesana? Aku takut kejadian ayahku menimpa dirinya. Itu sesuatu truma tersendiri buatku.

"Sayang, bagun! Kita harus mengantar Urka." Bunda berteriak seperti hari sebelumnya.

"Iya."

Kenyataannya aku tak bisa menghentikan kondisi ini. Semua orang pasti menentangku dan menganggap setiap ucapanku hanyalah angin di padang safana. Menyejukkan namun tidak berarti apapun, kupikir kejadian ayahku akan membuat semua orang berpikir dua kali memimpikan ke pusat pemerintahan. Sayangnya, memori mereka seakan terhapus begitu saja terkubur memori penderitaan.

"Lodan datang! Cepat turun!"

Mulai hari ini Lodan lah yang akan datang ke rumah. Berangkat bekerja bersama setiap pagi dan pulang. Aku dan dia bukanlah teman akrab ataupun orang bisa dianggap sahabat baik layaknya aku dengan Urka. Kami tahu satu sama lain dan hanya sebatas kawan kerja. Mungkin bunda lah memiliki ide untuk meminta Lodan menjadi temanku.

Urka akan disana bertahun-tahun bahkan bisa selamanya jika dia betah atau merajut sebuah tali pernikahannya. Keluarga kecil disana dan melupakanku. Bisa saja, semua manusia lama-lama memang saling melupakan disengaja atau tidak disengaja. Hari ini diadakan pesta, merayakan kepergian tiga terpilih. Kami para pekerja diliburkan dari kegiatan pekerjaan. Digantikan oleh pesta! Memakai baju panjang, ini juga sebagai ajang memilih pasangan.

Bulan-bulan sebelumnya juga sama, aku dan Urka akan diam menikmati makanan. Untukku sendiri cuma melihat Urka makan. Entahlah hari ini! Bunda membawakanku baju panjang longar berwarna orange. Di kota ini warna biru, hijau, dan marna terang lainnya dilarang. Warna panaslah diperbolehkan menjadi pakaian seharian kami. Bajuku cukup nyaman, pola renda dibawah baju dan tali yang mengikat pinggangku membuatku lebih terlihat ramping. Aku tahu maksud bunda! Bunda sampai merias wajahku secantik mungkin hanya untuk membuatku terlihat segar dan orang-orang akan melihatku.

"Rambutmu harus digerai!"

Rambutku dibiarkan menutupi leherku dan punggung. Bunda menambahkan jepit rambut berornamen bunga pada rambutku. Cukup untuk hari ini! Aku harus berangkat sebelum Urka pergi. Lodan sudah menungguku sedari tadi dan aku tak enak membuatnya menunggu lebih lama lagi. Dia berdiri disamping mobil kusam dengan setelan jas abu-abu. Aku tertawa tahu rambutnya dibuat mengkilat melebihi sepatunya.

"Kau tahu, aku membuatnya lebih dari 2 jam!" Dia tersenyum dan mengulurkan tangannya.

"Ya, pasti Urka menertawakanmu juga!"

"Ayolah, Ra! Apa aku harus menghancurkan karya seni ini?"

"Itu lebih baik atau kau mau aku tertawa sepanjang perjalanan?" Tanyaku menatapnya geli.

"Baik, tapi aku punya satu syarat!" Lodan membukan pintu untukku.

Dia nampak manis memperlakukanku layaknya putri kerajaan yang sangat membutuhkan pertolongan. Gaun panjang ini sangat menyusahkanku dan jangan melupakan sepatu berhak tinggi punya bunda. Kami berdua masuk ke dalam mobil yang dipenuhi aroma kopi. Ini pasti mobil pamannya sang penjual kopi. Walaupun aroma kopi, rasanya sama hambarnya dengan bubur.

NOPE! : Red Moon ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang