Bab 19 : Empat Mata

73 21 0
                                    

Pantai yang Neon maksud sangatlah indah, meski ini pantai buatan dengan ombak yang dibuat dengan mesin. Ini cukup membuatku senang melihatnya. Ombaknya terus bergulung menerpa kakiku. Ini air asli dan pasir pantai asli. Beberapa orang menikmatinya. Cahaya di atas juga sama aslinya dengan matahari. Kami berada di sebuah gedung besar disulap sebagai pantai buatan di tengah perkotaan.

"Kau senang?"

"Lumayan, aku mau bermain pasir. Tolong, lepaskan dulu."

"Tidak mau, Ra."

"Baiklah mari kita membicarakan ini."

Aku menuntun Neon ke sebuah tempat sepi, mungkin ada satu dua orang. Tapi setidaknya jika orang itu tahu tidak terlalu banyak tahu.

"Kau takut aku pergi lagi Neon?" Tanyaku menatap wajah Neon yang lesu.

"Aku mencintaimu, Ra."

"Aku tahu, tatap aku."

Aku menarik dagunya untuk melihat seluruh wajahnya.

"Jadi, apa yang kau takutkan?"

"Kau, aku takut kau pergi dan menghilang dariku. Sudah cukup selama ini kau menyiksaku. Aku tak cukup kuat untuk itu."

"Baiklah, aku tak akan pergi Neon."

"Maafkan aku sudah melukaimu, aku tak akan lagi melakukannya sungguh. Waktu itu aku emosi, aku... Sangat menyukaimu."

Dia mengelus pipiku, matanya memerah. Aku tersenyum dan memegang wajah Neon pelan. Rambut halus tumbuh didagunya. Sepertinya dia tak terawat akhir-akhir ini.

"Kau tahu, aku juga bisa menyukaimu. Tapi, dengan cara yang benar bukan begini. Dengan cara seorang laki-laki pada umumnya."

"Jika aku melakukannya, apa kau menyukaiku?"

"Apa kau masih menginginkan bumi?"

Neon terdiam, aku menunduk dan berdiri. Dia tak lagi menggenggam tanganku. Aku sudah tahu jawabnya. Kurasakan air yang menyapu kakiku, debutan ombak semakin menyatu dengan angin yang menerpa.

"Pilih salah satu, Neon. Kau tak bisa memilih semuanya."

🌻🌻🌻

Aku memakai gaun yang diantar Vivian, ini sangat indah. Ada banyak ornamen dan hiasan sangat cantik.

"Tubuhmu pas, tapi makanlah yang banyak."

Vivian mengamati gaun-gaun lainnya. Ada banyak gaun yang disiapkan, tentunya terlalu banyak.

"Bagaimana kencan mu tadi?"

"Kencan?" Alisku terangkat.

"Ya, kau tadi kencan kan?"

"Hanya berbincang saja."

"Tapi sepertinya tak bagus, Neon malah pergi lagi sekarang."

"Dia tak bisa memilih antara aku atau bumi. Jadi, aku hanya diam saja setelahnya."

"Hahahaha..."

Vivian tertawa dan membantuku memakaikan gaun lainnya. Kali ini gaunnya cukup terbuka dibagian dada dan punggung. Aku kurang suka ini.

Vivian memfotonya dan menimang-nimang.

"Ini terlalu seksi, nanti aku bisa dihabisi Neon. Jadi, dia masih bingung?"

Vivian mengambil gaun lainnya dan memakaikannya padaku. Aku mengangguk, lagipula Neon lebih memilih bumi untuk dia hancurkan. Atau dia memilihnya untuk menyokong negaranya.

"Ini bagus, untukmu."

Gaun ini memiliki potongan rendah di dada tetapi tidak terlalu terbuka seperti tadi. Banyak ornamen di bajunya tapi tidak terlalu banyak.

"Saat kau menghilang lewat jendela itu, Neon langsung panik. Dia mencarimu ke seluruh tempat sampai wajahnya awut-awautan. Dia juga dengan bodohnya menyuruh orangnya membuat pengumuman besar-besaran. Itu membuat semua orang gempar. Orang pusat terus menelponnya, dia jadi stress. Kau bisa lihat sendiri mukanya jadi jelek sekarang."

"Setelah tahu kau bersama kakakmu dia semakin menjadi, dia melacak semuanya. Saat itulah dia tahu kau berada dikawasan penelitiannya. Dia jadi gila kau tahu tercebur ke dalam sungai. Apalagi kau tak bisa berenang. Dia semakin gila dan mengutuk dirinya sendiri. Neon takut kau tenggelam, tapi setelah Nial menghubunginya. Dia langsung menjemputmu. Ra, kau menyukai Neon?"

"Tidak, mungkin tidak akan pernah."

🌻🌻🌻

Vivian dan aku sudah memilih gaun untuk besok. Gaunnya berwarna biru navy. Aku menatapnya dan memilih untuk tidur. Entahlah apa yang terjadi besok, aku sangat lelah memikirkannya.

Setelah mendengar penjelasan Vivian aku tak menjadi prihatin atau iba pada Neon. Entah itu sebuah bujukan agar aku luluh atau apa. Dimataku Neon masih sama, orang yang bisa kapanpun menghabisi orang lain.

Tokk... Tokk...

Mataku memejam, seseorang membuka pintunya. Aku lupa menguncinya, seseorang melangkahkan kakinya pelan. Decitan kasur membuatku ingin berjaga. Kukumpulkan keberanian untuk mengambil pisau di bawah bantal.

"Besok, kita akan mengumumkannya.  Kuharap kau masih bisa menerimaku Ra." Ini Neon.

Dia mengelus rambutku dari belakang.

"Dulu, rasanya kau masih anak kecil dengan gigi putih bersih. Itu pasti karena bunda. Tapi, kau sudah sangat dewasa sekarang. Kenapa kau memilih bumi ini dengan orang-orang egois, Ra?"

Neon bernapas kasar, dia mungkin gusar.

"Orang-orang itu membuat kalian tinggal di Indonesia. Mereka mengusir kalian, dengan sengaja saat bunda mengandung mu. Aku marah, Ra. Kekasihku harus bersusah payah."

"Bahkan pemuda itu mengkhianatimu. Harusnya aku tak percaya saat dia bilang kau sudah tiada. Maafkan aku Ra, maafkan aku. Tapi, bumi ini perlu dihancurkan bersama orang-orang yang menyakitimu."

"Sayang, tidurlah."

Kurasakan keningku tertempel sesuatu cukup lama. Itu pasti Neon, aku mengeratkan tanganku pada pisau yang kupegang.

Suara kaki Neon perlahan pergi. Aku menunggu beberapa saat dan tersadar kembali. Aku menatap langit malam yang penuh dengan bintang.

Aku haus sekarang.

Aku berjalan pelan ke dapur, disana sepi. Kuharap Neon tak ada disini.

"Kau mau kemana?"

Neon berjalan dari kegelapan.

"Hmm, minum. Aku haus."

"Oh..."

"Kau sedang apa disini?"

Tanyaku meminum minumanku segera. Aku mau kembali sebelum dia menjawabnya.

"Kukira tadi kau belum tidur. Ada yang ingin kuberikan."

"Apa?"

"Pakai ini!"

Neon memberiku jas nya, aku memakainya. Udara malam ini sangat dingin. Aku perlu mantel untuk menutupi tubuhku.

"Kemarin aku belum sempat memasangkannya. Ini cincin tunangan kita, besok aku akan memberimu cincin lainnya."

Cincin yang dipasang Neon berwarna emas dengan berlian biru ditengahnya. Ada semburat cahaya di dalam jika dilihat dekat.

"Ada Aurora disana."

Aku mengangguk, ini indah tapi harusnya bukan ditanganku.

"Ini sama seperti punyaku." Neon memamerkannya.

"Aku mengantuk, aku harus kembali."

"Ra, selamat malam."

"Selamat malam, Trees."

🌻🌻🌻

Siapa penumpang kapal ini?

Wehehehe...

Salam ThunderCalp!🤗

NOPE! : Red Moon ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang