Tubuhku pegal-pegal karena tidur dilantai tanpa alas. Bukan itu saja rasanya tubuhku dipenuhi gatal-gatal berkepanjangan. Perutku ikut menambah beban dan pikiran. Aku harus segera pergi ke regu pangan mengambil bahan jadi atau bahan yang bisa ku masak. Sayang seribu sayang bahan bakar kompor sangat minim ditemukan di kota hancur. Jikalau ada pun aku harus mengorek di dalam runtuhan bangunan. Pabrik cuma memiliki bahan bakar berbeda. Akan percuma memasak masa-masa aku masih bisa makan bahan jadi walau rasanya hambar.
Ada banyak produk pabrik, roti, sosis, mie, dan banyak makanan yang diproduksi. Yang kupilih adalah roti tawar dan sosis siap makan. Pagi ini aku harus berangkat ke perbatasan. Waktuku tinggal seminggu, awalnya memang aku tak menyukai pusat pemerintahan. Tetapi, jika hanya disana aku bertemu keluargaku mau bagaimana lagi? Kenyataannya sesuatu yang dibenci bisa saja dalam hitungan detik berubah menjadi paling disukai.
Amunisiku sudah penuh, aku harap dua hari aku sampai diperbatasan karena jaraknya memang tak terlalu jauh. Itupun jika hujan atau halangan lain tidak menantiku di sana. Pabrik yang menghidupi keluargaku sudah menjadi tempat telantar. Rumahku juga sudah rata dengan tanah. Untuk apa aku harus bertahan di kota ini?
Alasanku tidak ke pusat pemerintahan walau di sana beribu kenikmatan didapat hanyalah karena bunda. Dia bisa saja pergi dan tak kembali, tapi bunda adalah harta terakhir yang kumiliki. Ayah sudah pergi dan tinggal di tempat terindah. Itu juga yang memutuskanku diam pada satu tempat. Menemani bunda, merasakan masakannya bagai hal yang tidak bisa ditukar dengan apapun.
Sttt...
Suara ini lagi, dari mana asalnya? Yang kuingat sebelumnya semuanya diawali desingan. Aneh rasanya mendengarnya lagi.
Sttt...
Pabrik? Kenapa harus pabrik? Tidakkah merasa aneh bila semuanya berhubungan dengan pabrik.
Sttt...
Suara itu dari dalam pabrik, aku berlari ke arah belakang. Kurasa di sana muara dari suara desingan. Mirip desisan ular melata tapi terdengar suara aneh bersamaan. Entah itu cuma pendengaranku yang salah. Suaranya terdengar mengeras, bukannya aku takut ini ular yang biasa mematuk manusia. Aku takut melebihi ular! Lebih berbahaya, mengancam, dan mematikan.
Sttt...
Tidak!
Tidak!
Tidak, mungkin!
Brukkk...
🌻🌻🌻
Gempa kembali hadir meluluhkan segala hal, kali ini pabrik hancur seketika. Menghapus jejak bukti nyata ada yang ganjil dengan pabrik ini. Kata bunda gempa adalah keajaiban alam, tetapi yang aku sesalkan gempa kali ini buatan manusia sendiri. Yang ketemukan memang bukanlah ular melainkan mesin bor besar, menusuk ke dalam tanah dan membuat goncangan hebat. Mesin itu seketika mati seperti sudah dirancang untuk menghancurkan pabrik. Apa gempa seminggu lalu juga akibat dari benda ini? Yang seseorang tanam di beberapa titik berpotensi. Bisa saja bukan? Lalu, bagaimana dengan gunung berapi?
Ketakutanku lainnya aktivitas gunung berapi teransang dan segera menumpahkan isi perutnya. Kakiku gemetaran tahu kondisi ini rekayasa seseorang guna kepentingan pribadi. Mereka menghancurkan rumahku! Mereka menghilangkan nyawa orang-orang yang tak bersalah! Mereka jahat! Mereka biadab!
KAMU SEDANG MEMBACA
NOPE! : Red Moon ( END )
Ciencia FicciónAku terjebak kembali!!! Orang yang kuanggap bagian penting dari hidupku ternyata hanyalah orang asing. Jakarta hancur, tempat yang kutinggali selama ini telah hancur diterjang gempa besar. Lalu, Bumiku hanya akan jadi debu bila aku tak melawan merek...