Ikannya bergerak lambat di sungai yang lumayan dangkal. Aku bisa menggapai dasar alirannya, ini dingin. Aku membasuh tubuhku dengan air dan membersihkan jas yang sudah sangat kotor.
"Kau bersih-bersih dulu saja, kami akan membuat tenda." Roh membiarkanku dengan aktivitasku. Jenderal Zee juga membuat api unggun.
Kemejaku juga kotor ternyata, padahal aku sangat menyukainya. Sepertinya aku sangat nyaman memakainya, mirip orang penting yang baru saja turun dari mobil.
"Bagaimana cara menangkap ikan?"
"Kau bisa memancingnya." Jenderal Zee berhasil membuat api yang cukup besar.
"Aku tak punya alatnya."
Jenderal Zee bangun dan membendung aliran sungai. Dia menyisakan aliran yang berada di tengah. Dia membuat sebuah alat dari kayu dan membuat ikan akan terperangkap ke dalam. Mirip bumbung dari bambu. Kuharap alatnya sama bekerjanya.
"Ini tak akan kuat, kau bisa memegang ujungnya agar ikannya tak kabur."
"Okey."
Bumbung sederhana buatan Jenderal Zee cukup efesien banyak ikan kecil sampai besar yang masuk ke dalam. Aku hanya memegang ujungnya saja, sampai teratas cukup banyak aku memanggilnya lagi. Lebih banyak yang kami kira, aku menusuk ikan yang cukup besar dan membakarnya. Ikan kecil akan dibalut dengan daun dan dibakar di atas arang yang panas. Kami masih punya bekal lain, tapi kata Roh lebih baik kami memakan makanan asli saja. Persediaan kami juga tak sebanyak itu .
"Mereka akan datang dua hari lagi jika mereka tahu kita menyembunyikan mobil itu."
"Dua hari?"
"Terowongannya mirip labirin, kami juga kadang tersesat di dalam."
"Kita beristirahat saja, disini aman."
Setidaknya kami akan aman untuk besok.
🌻🌻🌻
"Ra!"
"Hmm..."
"Ayo, bangun. Kita akan pergi."
Roh membangunkan ku di tengah gelapnya malam, ini saja belum sampai pagi lagi. Aku menatap banyak kunang-kunang yang menghinggapi tenda kami.
Aku membereskan barangku dan membantu membersihkan api unggun yang tersisa. Meratakan dan menutupinya dengan bebatuan, dengan begitu ini tak seperti setelah ada orang yang menggunakannya.
"Kita akan kemana?"
"Berjalan sampai menemukan desa. Tempatnya tak jauh." Roh meraih senapannya.
Aku mengangguk paham, tidak jauh tapi pasti perlu berjam-jam perjalanan sambil bersembunyi. Itu sama saja bukan? Aku menggendong tasku dan siap berangkat. Lain kali aku harus diajari mereka untuk memakai senjata. Aku tak paham bagaimana memakainya dengan efesien tanpa perlu membuang banyak peluru.
"Ayo, Ra!" Jenderal Zee mengajakku.
Sekarang Roh di depan, dia memangkas tumbuhan yang menghalangi jalan. Aku tak pernah melihat hutan yang seperti ini. Ini indah sekali, di Indonesia. Kotaku sudah lama tak ditumbuhi berbagai tanaman yang beraneka ragam. Terutama bunga-bunga cantik, aku menyukainya.
"Kau bisa memetiknya!" Bisik Jenderal Zee.
"Tidak, sayang kalau untukku saja."
"Jika kau menyukainya, Ra."
"Aku lebih suka membuatnya jadi banyak."
"Kau suka tanaman?" Tanya Jenderal Zee membuatku berpikir.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOPE! : Red Moon ( END )
Fiksi IlmiahAku terjebak kembali!!! Orang yang kuanggap bagian penting dari hidupku ternyata hanyalah orang asing. Jakarta hancur, tempat yang kutinggali selama ini telah hancur diterjang gempa besar. Lalu, Bumiku hanya akan jadi debu bila aku tak melawan merek...