Bab 14 : Ombak

227 52 2
                                    

Terjerumus dalam ketidaktahuan itu sulit sekali keluar. Apa aku harus berlari dan pergi ke Jakarta lagi? Mencari puing-puing kehidupan lain, sendirian tanpa orang lain. Mereka menyudutkanku, membuatku harus menjawab apa yang kulihat dan kudengar. Tidak ada yang membantuku! Lagi-lagi mereka bertanya dan apa yang harus kujawab?

"Apa yang kau lihat di sana?"

"Hancur total, tidak ada yang selamat!"

"Baiklah, apa kau melihat orang asing?" Tanya Pak Tua yang memberiku pertanyaan lagi. Kupikir dialah yang berwenang mengintrogasiku. Walau secara sembunyi dibalik acara minum teh.

"Iya, mereka berpakaian loreng hitam. Aku pernah melihat mereka di bukit, mereka selalu di sana. Karena itu aku memilih mencari jalan tanpa bukit untuk menghindari mereka."

"Jadi mereka benar ada, bisakah kau sebutkan ciri-ciri mereka lainnya?"

"Wajah asing, itu saja."

Wajah-wajah asing itu terus terpampang dimemoriku. Untuk apa mereka di wilayah kota orang lain? Sebenarnya apa tujuan mereka?

"Bagaimana kau bisa bertahan di luar sana? Kudengar kau ditemukan sebuah kelompok dalam keadaan memprihatinkan."

"Itu karena kabut membuat jarak pandangku minim. Aku terjatuh ke lubang."

"Baiklah, hari ini itu dulu pertanyaan dari kami. Kau bisa kembali ke tendamu!" Pak Tua menyilahkanku keluar.

"Ya, terimakasih!"

🌻🌻🌻

"Ra!"

Ire berdiri di depan tenda besar. Sepertinya dia diberitahu Uzi aku dibawa oleh Jenderal Vico. Aku tersenyum dan menepuk pundaknya tidak apa-apa. Dua hari ke depan mereka akan kembali mengintrogasiku. Karena aku dari Jakarta, mereka sampai waspada kepadaku. Sulit dipercaya aku bisa dianggap ancaman serius. Pak Tua itu terang-terangan tidak menyukaiku begitupun jenderal lain. Hanya dua orang yang membela jawbanku, Jenderal Vico dan Jenderal Zee.

"Apa yang mereka lakukan padamu?"

"Hanya sebatas bertanya tidak lebih."

"Syukurlah, aku takut mereka berbuat sesuatu padamu."

Iya, mereka melakukan hal yang kubenci. Kupikir aku bisa bebas ternyata tidak.

"Kau memotong rambutmu?" Tanyaku sembari mengamati rambut Ire yang dipangkas. Dia jauh lebih segar dan hidup juga tampan.

"Yah, perbuatan ibuku."

"Hahaha... Pantas saja!"

Deggg...

Dejavu, aku pernah mengalami ini bersama orang lain. Lama-lama Ire mirip dengan Lodan. Perbuatan mereka, cara mereka, semuanya. Ire merupakan duplikat Lodan cuma bedanya sikap Ire juah lebih baik sebagai kakak. Untuk Lodan aku tak tahu pasti. Dia sahabat baik buatku dan seorang yang spesial. Kuharap dia baik-baik saja dimanapun berada.

"Ada apa?" Tanya Ire menepuk pundakku.

"Tidak, ayo kembali!"

NOPE! : Red Moon ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang