***
"Apa gunanya melahirkan kalau hasilnya buruk seperti ini," gumam sinis Gummy, seperti sebuah batu besar yang menghaluskan kepingan hati Lisa.
"Melahirkan hanya setengah bertempur! Kau masih harus membesarkannya!" bentak Lisa, secara tiba-tiba gadis itu tidak dapat menahan dirinya lagi. "Kau bahkan tidak bisa melakukan itu!"
"Augh... Aku bisa mati lemas kalau terus berada disini," keluh Gummy membuat Lisa benar-benar marah.
"Aku juga sama," balas Lisa tidak kalah sinis. "Karenamu. Aku tidak punya tempat, aku tidak punya mimpi. Karenamu. Aku ingin hidup sendirian. Kirim aku keluar negri, buang aku atau bun-"
"Mana bisa kau hidup sendirian?! Kau bisa bicara bahasa Inggris?!" potong Gummy, yang jadi sama marahnya seperti Lisa, karena ucapan Lisa.
"Tidak! Aku tidak bisa bicara! Tapi di manapun itu tetap akan lebih baik dibanding disini!"
"Gummy-ya... Lisa-ya... Jangan-" ucap Kim Bomsoo mencoba untuk mengendalikan situasi disana, namun sepasang ibu dan anak itu terus saja saling menyakiti dengan pilihan kata mereka.
"Hentikan omong kosongmu itu," tutur Gummy dengan nada mengancamnya. Wanita itu meremas kuat ujung pakaiannya, berusaha keras untuk tidak melukai fisik siapapun disana. Sama seperti Lisa, Gummy pun berusaha keras menahan air matanya agar tidak jatuh di sana. Bukan kali pertama mereka bertengkar seperti ini, namun mendengar Lisa mengatakan kalau ia tidak punya tempat disini membuat Gummy benar-benar terluka. "Aku tidak akan mengirimmu kemana pun! Aku akan selamanya tinggal bersamamu! Kau tidak punya tempat?! Dapatkan! Kau tidak punya mimpi?! Cari! Apa lagi yang kau butuhkan?! Lakukan semua yang kau inginkan! Paling tidak kau harus melakukannya! Karena aku tidak pernah melakukannya. Aku akan membuatnya terjadi! Eommamu- eommamu akan membuat semua mimpimu terjadi!"
Mendengar ucapan Gummy, Lisa sama sekali tidak bisa bicara. Gadis itu hanya diam dan menatap keluar jendela mobil, sama seperti Gummy. Sepintas keduanya terlihat seperti sepasang kekasih yang tengah bertengkar hanya karena terlambat menonton film. Keduanya saling mengabaikan dan sibuk dengan pikiran masing-masing, juga sibuk menahan tangis masing-masing.
Sampai mobil itu berhenti di depan gedung apartement mereka, keduanya tetap diam. Lisa yang turun lebih dulu, kemudian Gummy menyusul di belakangnya. Keduanya berdiri bersebelahan di depan lift sembari menunggu pintu lift itu terbuka. Lisa sangat ingin melarikan diri, namun ia tahu pasti kalau itu hanya akan menjadi usaha yang sia-sia. Lisa sangat tahu kalau ia berani melarikan diri, Gummy akan benar-benar meledak. Mungkin Gummy akan sangat marah kemudian mengusirnya, dan Lisa merasa ia mungkin menginginkan itu tapi tidak cukup berani untuk melakukannya.
"Ya! Lisa- eh? Gummy Noona-" panggil seorang pria, yang baru saja menginjakan kakinya di ambang pintu utama gedung apartement itu. Pria itu ingin menyapa Lisa, namun sedikit canggung karena ternyata seniornya juga ada disana– akan tetapi kedua orang di depan lift itu belum menyadari kehadirannya. Dan pria itu menjadi semakin terkejut ketika mendengar ucapan Lisa. Sangat terkejut sampai ia tidak dapat melanjutkan sapaannya.
"Selama 15 tahun terakhir, apa kau tahu betapa kesepiannya aku?" ucap Lisa, sembari menoleh pada Gummy yang tetap menatap pintu lift. Ucapannya itu sukses membuat Jiyong menelan kembali sapaannya dengan perasaan bingung. "Piknik sekolah, hari olahraga... Anak lain datang kesekolah bersama ibunya. Hari anak, aku benar-benar iri pada mereka yang pergi ke taman hiburan bersama orangtuanya. Apa kau tahu itu? Hanya itu yang ku inginkan. Aku hanya ingin memanggilmu eomma seperti anak lainnya. Eomma yang biasa, kenapa kau tidak bisa bersikap seperti itu?"
"Semua ibu berbeda," jawab Gummy, masih tanpa berani menatap putrinya. "Beberapa bisa memasak dengan baik, beberapa tidak. Beberapa kaya, beberapa miskin. Tapi hanya ada satu hal yang tidak berbeda, cinta mereka untuk anaknya tidak berbeda. Hanya karena menyakitkan, jangan berfikir hanya kau yang terluka,"
"Kata-kata yang baik, makan bersama, hanya itu... Kenapa melahirkanku? Kenapa tidak mengaborsiku saja? Apa menyembunyikanku akan membuat semuanya baik-baik saja? Apa menyebutku sebagai tetangga, keponakan atau anak angkat membuatmu bahagia? Bagaimana kalau aku menghilang saja? Baiklah, aku akan menghilang. Karena aku adalah bom. Bom waktu berdetak yang bisa meledak kapan saja," ucap Lisa yang kemudian berpaling ke arah pintu utama. Lisa melihat Jiyong, gadis itu menyesal karena tidak dapat menahan dirinya, namun tidak punya nyali untuk menjelaskan apapun pada Jiyong.
Dengan sisa nyali yang di milikinya, Lisa berlari meninggalkan Gummy. Gadis itu melewati Jiyong yang terlihat sangat terkejut dan meninggalkan gedung apartementnya. Sementara Lisa pergi, Gummy justru menjatuhkan dirinya untuk duduk di lantai, memeluk lututnya sendiri kemudian menangis disana. Gummy juga ingin menjadi seorang ibu bagi Lisa, namun keadaan tidak pernah mudah untuknya.
"Noona, kau baik-baik saja?" seru Jiyong, yang kemudian menghampiri Gummy, berlutut untuk mengusap lembut punggung wanita itu. Gummy yang sebelumnya selalu keren, justru terlihat sangat pucat dan menyedihkan di mata Jiyong saat itu.
***
Lisa pergi ke dormnya. Gadis itu masuk kedalam, menjatuhkan tasnya di atas lantai ruang tengah kecil dormnya kemudian melangkah masuk ke dapur untuk membuat semangkuk ramyun super pedas. Hani ada di dorm sore itu, gadis itu baru saja keluar dari kamarnya ketika melihat Lisa bergerak sangat gelisah seperti seorang yang kerasukan.
"Lisa-ya? Ada apa?" tegur Hani, menahan Lisa yang memakan ramyun setengah matangnya. "Duduklah, aku akan membuatkan ramyun untukmu," pinta Hani yang kemudian meraih panci ramyun dari tangan Lisa, menaruhnya kembali di atas kompor, kembali memanaskan ramyun itu sampai matang.
Hanya butuh beberapa menit tanpa bicara, sampai Hani menaruh panci ramyun tadi– dengan ramyun yang sudah matang sempurna– di hadapan Lisa, di meja makan. Hani menyuruh Lisa memakan ramyun itu dengan hati-hati, namun Lisa sama sekali tidak mengeluarkan suaranya. Gadis itu hanya memakan ramyunnya, beberapa suap kemudian menangis.
"Lisa-ya... Kau sedih, bukan? Tidak apa," ucap Hani yang kemudian mengulurkan tangannya dengan perlahan untuk memeluk Lisa. "Tidak apa... Kau boleh menangis... Eonni juga, saat aku pulang, aku juga berkali-kali ingin menangis," lanjutnya sembari menepuk-nepuk pelan punggung gadis yang menangis dalam pelukannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
DEBUT
FanfictionJalan itu membentang panjang, penuh batu, penuh duri, penuh genangan air mata, keringat, darah dan nanah. Begitu selesai melewati jalan mengerikan itu, akan ada gerbang dengan papan nama bertuliskan "Debut" di atasnya. Pintu gerbangnya terbuka, namu...