13

1.5K 251 11
                                    

***

Lisa masih berbaring di atas ranjangnya pagi ini. Semua orang di dorm tengah sibuk, bersiap untuk pergi beraktivitas. Solji akan pergi ke kampus, sementara empat gadis lainnya akan pergi ke sekolah masing-masing. LE, Hyerin dan Lisa menempuh pendidikan di sekolah yang sama, sehingga LE tanpa mengetahui apapun membangunkan Lisa pagi ini– seperti biasanya.

"Aku di skors eonni," ucap Lisa yang menarik selimutnya ketika LE mengguncang bahunya. "Minggu ini aku tidak akan pergi ke sekolah,"

Sementara semua member pergi menuntut ilmu, Lisa melanjutkan tidurnya sampai handphone flipnya berdering. Sebuah panggilan dari neneknya dan wanita paruh baya itu menelpon untuk mengajak Lisa bertemu. Sang nenek bilang kalau ia sudah sampai di depan dorm Lisa.

"Kenapa kau membolos sampai di skors begini sayang?" tanya sang nenek setelah Lisa membukakan pintu dormnya dan mengajak neneknya masuk ke dalam rumah.

Ah, sepertinya Gummy berbohong, pikir Lisa sembari mengangguk-angguk kemudian mengantarkan neneknya ke dapur– untuk menaruh satu tas besar lauk pauk.

"Dan kenapa kau memberikan nomor telpon eommamu?"

"Guru Nam meminta nomor telponnya," jawab Lisa seadanya. Sesekali, Lisa juga ingin ibunya datang ke sekolahnya, bertemu gurunya dan menjadi seperti ibu lainnya. "Tapi dia tetap tidak masuk,"

Lisa duduk di meja makan, menonton neneknya yang berjalan mengelilingi dapur dengan semua makanannya. Menaruh makanan di atas meja makan, mengambil beberapa mangkuk untuk menyiapkan sarapan, seakan tahu kalau Lisa belum sarapan.

"Eommamu sampai di sekolah, hanya saja disana terlalu ramai," tutur lembut sang nenek, dengan tangan yang sekarang sibuk memasak nasi. "Setidaknya dia sudah sampai di sekolahmu,"

Mendengarnya hanya membuat Lisa terdiam. Gadis itu hanya diam karena ingatan akan apa yang terjadi kemarin memenuhi kepalanya. Lisa ingin melarikan dari semua yang menyakitinya.

"Jadi, kenapa kau membolos? Kau berjanji padaku untuk tidak membolos, aku sudah mengizinkanmu untuk bekerja di minimarket itu selama kau berjanji tidak akan membolos, ingat?" tanya sang Nenek, yang sekarang duduk di depan Lisa dan menunggu gadis itu menyentuh sarapan buatannya.

"Maafkan aku," ucap Lisa sembari menundukan kepalanya. Si gadis yang terlihat menyesal kemudian di hampiri neneknya. Sang nenek pun kemudian mengusap lembut puncak kepalanya.

"Tidak apa..." kata sang nenek dengan sangat lembut. "Tidak apa... Eommamu juga sering membolos, dia sudah tidak marah lagi,"

"Dia sudah tidak marah?" tanya Lisa sembari menoleh, menatap sang nenek dengan wajah berharap. Bagaimana pun, Lisa hanya seorang anak yang tetap khawatir setiap kali ibunya marah. Seorang anak yang takut di benci ibunya. Seorang anak yang khawatir membuat ibunya sedih. "Sungguh??"

"Sungguh... Dia sudah tidak marah lagi," ulang sang nenek. "Pagi ini dia sudah berangkat bekerja, mungkin dia akan menelponmu begitu pemotretannya selesai nanti,"

"Aku takut..." ucap Lisa sembari memeluk sang nenek yang berdiri di sampingnya. "Kemarin aku bilang padanya kalau aku ingin pergi saja, bagaimana kalau dia benar-benar akan mengusirku??"

"Tidak akan sayang," jawab sang nenek masih terdengar sangat lembut. "Dia tidak akan melakukannya, dia tidak akan menyuruhmu pergi apalagi mengusirmu, walaupun dia bukan eomma yang baik, dia tetap menyayangimu, kau tahu itu kan? Bagaimana kalau malam ini kau pulang ke rumah dan kita bisa makan malam bertiga seperti biasanya?"

Pertemuan Lisa dan neneknya berakhir di pukul satu siang. Sebelum pergi sang nenek mengurus keperluan enam gadis muda di dorm itu– membersihkan tirai, membersihkan dapur, mengisi stok makanan, mengurus handuk-handuk kotor, sampai membersihkan kamar mandi.

"Kalian benar-benar harus mengurus dorm dengan baik. Bagaimana bisa enam gadis muda tinggal di rumah yang mirip tempat sampah begitu?" omel sang nenek sebelum ia benar-benar pergi dengan taksinya.

Sementara sang nenek pulang ke rumahnya, seperti biasanya, hari ini Lisa harus pergi bekerja. Gadis itu pergi ke minimarket tempatnya bekerja, bukan untuk bekerja di sana, namun untuk bertemu dengan rekan kerjanya yang lain– Simon.

Lisa melangkah masuk dengan senyum cerianya yang biasa. Menyapa Hyerin dan seorang teman lainnya yang tengah bekerja disana kemudian mengambil sebotol jus yang kadaluarsa dari tangan Hyerin.

"Simon oppa belum datang?" tanya Lisa, sembari meminum jus yang kadaluarsa hari itu.

"Tadi sudah mampir, sebentar, lalu pergi lagi- ah itu dia," ucap Hyerin sembari melihat pria yang ada di sebrang jalan, berjalan mendekat ke minimarket. Lisa mengambil sebotol jus lagi dari keranjang di dekatnya, kemudian berjalan menghampiri pintu kaca minimarket itu– menghampiri Simon.

"Bagaimana kelanjutan masalahmu?" tanya Simon, setelah mereka selesai dengan basa-basinya. Keduanya duduk di bangku lebar berbahan kayu di depan minimarket, Lisa memberikan sebotol jus dari tangannya pada Simon dan Simon menerima botol itu. "Kapan tanggal kadaluarsanya?"

"Hari ini," jawab Lisa sembari meminum jusnya sendiri. "Dan soal masalahku, kurasa akan baik-baik saja... Tidak ada orang dewasa yang bertanya kenapa aku ada disana. Mereka semua berfikir aku hanya anak nakal yang bermain di sana. Mereka bertanya siapa yang mengajakku ke sana, tapi aku tidak mengatakan apapun tentangmu,"

"Lalu kau bisa bekerja lagi?" tanya Simon yang kemudian juga meminum jusnya. Setidaknya jus itu gratis karena sudah ada di tanggal kadaluarsanya– salah satu alasan kenapa Lisa suka bekerja di minimarket.

"Di kelab? Kurasa tidak, tapi kalau hanya di cafe seperti biasanya, aku bisa mengusahakannya..." jawab Lisa sembari menyandarkan kepalanya pada Simon. "Oppa," panggilnya membuat pria di sebelahnya melirik dengan sedikit penasaran. "Kalau aku menyembunyikan sesuatu darimu, sesuatu yang sangat penting namun tidak bisa ku katakan, akankah kau kecewa?"

"Kau menyembunyikan sesuatu dariku?"

"Ya," jawab gadis itu sembari menganggukan kepalanya. "Aku menyembunyikan sesuatu yang sangat besar dan mengejutkan darimu,"

"Kalau sesuatu itu bukan perselingkuhan, kurasa aku akan bisa menerimanya. Kau akan memberitahuku?" tanya Simon dan Lisa kembali menganggukan kepalanya, namun tidak mengatakan apapun. "Apa yang kau sembunyikan? Beritahu aku,"

"Aku menyukai pria itu," ucap Lisa sembari menunjuk gambar seorang pria di dalam sebuah poster yang menghiasi halte. "Masih," bisiknya, sangat pelan sampai Simon mungkin tidak bisa mendengarnya.

"Siapa? Big Bang? Kau salah satu fans mereka juga?" tanya Simon, sementara Lisa kemudian berdiri di hadapan pria itu.

"Ayo putus," pinta Lisa secara tiba-tiba, sangat tiba-tiba karena sebelumnya, mereka tidak pernah bertengkar. "Bukan karena masalah kemarin, hanya saja... Aku tidak bisa berkencan lagi... Seseorang akan terluka kalau aku berkencan denganmu, tapi kita masih bisa bernyanyi bersama di cafe-"

***

Maaf ya baru sempat ngetik, habis sibuk banget dan kesusahan nyari sinyal. Part selanjutnya mungkin besok, belum mulai di ketik soalnya.

DEBUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang