***
Semua orang di ruangan pengap ini punya satu mimpi yang sama. Dengan latar belakang yang berbeda, pertimbangan yang berbeda, kelas sosial yang berbeda, namun punya satu kesamaan– mimpi. Bukan mimpi si bunga tidur yang hilang begitu saja saat matahari terbit, melainkan mimpi yang terus terpaku dalam kepala masing-masing.
Mereka adalah, Kwon Jiyong, Choi Seunghyun, Dong Yongbae, Kang Daesung, Lee Seunghyun dan Jang Hyunseung. Seorang laki-laki yang baru saja lulus sekolah menengah, dua orang laki-laki yang masih di tahun terakhir sekolah menengah dan seorang laki-laki yang baru menginjak tahun pertama sekolah menengah dan dua laki-laki lainnya masih berada di tingkat akhir sekolah menengah pertama.
Kwon Jiyong. 17 tahun dan duduk di kelas 12.
Choi Seunghyun. 18 tahun dan baru memasuki semester pertamanya di perkuliahan.
Dong Yongbae. 17 tahun dan duduk di kelas 12.
Kang Daesung. 15 tahun dan duduk di kelas 10.
Lee Seunghyun. 14 tahun dan duduk di kelas 9.
Jang Hyunseung. 14 tahun dan duduk di kelas 9.
Usia mereka memang belum cukup untuk di akui sebagai seorang pria dewasa. Namun mereka punya ambisi yang sama besarnya dengan orang dewasa. Jiwanya membara, berusaha menggapai mimpi. Siapa yang bilang hidup anak-anak ini lebih mudah dibanding orang dewasa? Mereka, menjalankan dua peran saat ini, seorang bocah yang hidup untuk bermain, juga seorang pemimpi yang hidup untuk mimpinya.
Hanya karena cerita mereka tidak setragis kematian, kehancuran, bencana dan perpisahan, bukan berarti mereka tidak terluka.
Mereka terluka,
Mereka tertekan,
Mereka tersiksa, oleh kejamnya teori orang dewasa kalau anak-anak hanyalah anak-anak, yang belum mengerti luka dan lelah.
Bukan satu atau dua kali mereka menjadi korban dari kejamnya keadaan yang di ciptakan orang dewasa. Berkali-kali hingga mereka lupa, bagaimana rasanya hidup biasa, tanpa deru ambisi dan sakitnya kecewa.
***
Jam menunjuk pukul 11 malam, ketika dua orang bocah laki-laki melangkahkan kakinya untuk pulang kesebuah gedung apartement biasa di tengah ramainya kota. Dua bocah itu Kwon Jiyong dan Choi Seunghyun. Mereka tinggal di satu gedung apartement dengan 8 lantai, berjarak empat blok dari gedung agensi tempat mereka mengejar mimpi. Ada 12 petak apartement, di tiap lantainya. Gedung apartement yang sudah cukup mewah untuk ukuran tahun 2005, ketika usia Jiyong masih menginjak 17 tahun.
Tidak ada pembicaraan diantara dua pemuda itu, jalan mereka terlihat lemah dan jauh dari ungkapan bersemangat. Lelah dan kecewa tergambar jelas di wajah mereka.
"Sampai bertemu besok hyung," sapa Jiyong lebih dulu karena Seunghyun tinggal di lantai 7, sementara ia di lantai 5.
"Hm... Sampai bertemu," balas pria yang saat ini tengah berusaha mengurangi berat tubuhnya.
Jiyong keluar dari lift kecil di gedung apartement itu, sudah hampir tengah malam, ibunya pasti akan marah. Pria itu menghela nafasnya, bersamaan dengan sebuah pintu apartement yang terbuka. Apartement nomor 502 yang terbuka, apartement itu berada tepat disebelah apartement keluarganya. 501, 502 dan 503 tinggal berdampingan di satu sisi gedung apartement itu.
Seorang gadis keluar dari apartement 502 itu, tentu saja Jiyong mengenalnya, ia sudah tinggal disana sejak masih duduk di kelas 9. Gadis itu bernama Lalisa Park, seorang gadis yang hanya tinggal bersama neneknya. Usianya masih sepantaran dengan Seungri, namun hidupnya sudah sangat berat– menurut para tetangga. Pasalnya, gadis kecil itu sudah kehilangan ayahnya sebelum ia di lahirkan, dan ibunya yang katanya ada di luar negri, tidak pernah pulang setelah menitipkan gadis itu pada neneknya.
"Oppa baru pulang?" tanya gadis itu dengan sekantong sampah di tangannya.
"Hm... Akan membuang sampah?"
"Iya, halmeoni menyuruhku membuang semua sampah ini dibawah,"
"Tidak takut? Tempat pembuangan sampahnya pasti sudah gelap sekarang,"
"Takut... Bisakah kau menemaniku?" pinta Lisa, nama panggilan gadis itu dan Jiyong menganggukan kepalanya. Hanya membantu pikir pria itu sembari berjalan di samping Lisa. Baginya, Lisa hanya seperti seorang gadis kecil, seorang gadis yang masih duduk di kelas 9. "Oppa, kau mengenal Seunghyun?"
"Seunghyun yang mana?"
"Lee Seunghyun, bukan Choi Seunghyun di lantai 7, dia teman sekelasku dan dia bilang dia trainee di YG. Oppa juga trainee di sana kan?"
"Ahhh... Lee Seunghyun yang itu, ya aku mengenalnya, kenapa memangnya? Kau menyukainya?"
"Heish! Kenapa juga aku harus menyukainya? Melihatnya setiap hari di kelas saja sudah menyebalkan... Dia menjadi pasanganku untuk ujian praktek olahraga, tapi dia justru memukul kepalaku dengan bola basket," cerita gadis kecil itu sembari menunjukan memar kecil di dahinya– yang sebelumnya ia tutupi poni.
Jiyong terkekeh mendengar cerita itu, keduanya keluar dari lift di lantai dasar dan melangkah ke belakang gedung apartement– ke tempat pembuangan sampah. Masih sembari tertawa dan berbincang, Jiyong membantu Lisa memilah sampah kaca– memisahkan botol kaca dari tutupnya.
"Halmeoni suka minum soju ya?" tanya Jiyong sembari menaruh botol-botol kaca yang akan di buang itu ke tempatnya.
"Ne, dia bilang dia tidak bisa tidur kalau belum minum soju," jawab Lisa setelah ia terdiam untuk beberapa detik. Tentu saja bukan neneknya yang meminum semua soju itu. "Oppa, apa yang harus ku lakukan untuk menjadi trainee?"
"Kau ingin jadi trainee?"
"Ya... seseorang menawariku, tapi bukan YG, aku tidak ingin di YG,"
"Siapa?"
"CB entertainment,"
"Bukankah itu agensi yang sama kecilnya dengan YG? Ku pikir SM,"
"Memangnya kenapa?"
"Sulit bertahan di agensi kecil, carilah agensi besar... Kalau kau ingin cepat debut,"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
DEBUT
FanfictionJalan itu membentang panjang, penuh batu, penuh duri, penuh genangan air mata, keringat, darah dan nanah. Begitu selesai melewati jalan mengerikan itu, akan ada gerbang dengan papan nama bertuliskan "Debut" di atasnya. Pintu gerbangnya terbuka, namu...