Adakalanya kau perlu menundukkan kepalamu sejenak, lalu merendahkan diri dan hatimu. Karena menilai orang lain itu memerlukan analisa, bukan sebuah hipotesa.
-Alfian Mahendra
***
Sesuai kesepakatan, Karina menghubungi Alfian begitu kelasnya selesai. Karena rencananya tiba-tiba, Karina belum sempat memberitahu Viona bahwa ia tidak bisa pulang bersamanya. Karena itulah, Karina lebih memilih menghubungi Viona lewat pesan WhatsApp agar tidak mendengar ocehan sahabatnya itu. Meski ia tahu, Viona pasti kesal padanya karena tidak memberitahu alasan mengapa ia tidak pulang bersamanya.
Alfian sudah berdiri di samping mobilnya. Tangannya ia masukkan ke dalam saku celana. Ia tersenyum melihat Karina berjalan ke arahnya.
"Sudah siap?" tanyanya pada Karina. Karina mengangguk sambil tersenyum. Alfian lalu membuka pintu depan untuk Karina, kemudian berjalan ke tempat kemudi. Ia tak mau seperti supir jika Karina duduk di jok belakang.
"Sudah izin pada mamamu?"
"Sudah Kak. Kebetulan hari ini mama kebagian shift sore, jadi pulangnya malam. Aku bosan sendirian di rumah." Alfian manggut-manggut. Syukurlah jika mamanya Karina mengizinkan. Ia tak mau membuat orang tua Karina khawatir jika putrinya pulang terlambat.
Alfian melajukan mobilnya. Menembus keramaian kota sore hari ini. Karina memandang ke sisi kiri dan kanan jalan. Ia bisa melihat beberapa anak kecil tengah bermain di taman yang ada di pinggir jalan raya. Riang dan gembira. Sesekali Karina ikut tersenyum menatap mereka. Karina tidak sadar bahwa sedari tadi Alfian terus memandanginya.
Setengah jam kemudian Alfian melambatkan laju mobilnya. Lalu merapatkannya ke sebuah tempat parkir yang luas. Di sana sudah tampak beberapa mobil dan motor terparkir rapi. Alfian dan Karina lalu keluar dari mobil dan berjalan ke arah lapangan basket outdoor yang cukup besar. Di kanan kirinya sudah ada beberapa orang yang duduk, siap menyaksikan pertandingan sore hari ini. Tim dari Elang Bimasakti sudah datang dalam formasi lengkap.
Karina duduk di tribun penonton yang berhadapan langsung dengan stand para pemain dari tim Alfian.
"Siapa dia?" Tanya salah seorang pemain bernomor punggung 14 pada Alfian.
"Dia temanku. Lebih tepatnya teman dekat." Jawab Alfian singkat. Karina hanya tersenyum mengiyakan.
"Calon pacar ya?" Kevin, si wakil ketua mencoba menggoda Alfian. Alfian tampak memasang wajah malas. Ia malas menanggapi godaan teman satu perjuangannya ini.
"Jangan menggodaku!"
Seseorang tampak berlari dari ujung lapangan menuju arah mereka. Orang itu tampak ngos-ngosan. Raut wajahnya panik sekali.
"Ada apa, Bayu?" Tanya si wakil ketua. Yang ditanya menghela napas.
"Gawat! Aryabima gak bisa datang hari ini. Kakinya cedera setelah mengalami kecelakaan tadi pagi!"
Semua pemain tim Alfian tampak terkejut mendengar kabar itu. Terutama Alfian.
"Yang benar saja! Kita akan bermain hari ini. Bagaimana mungkin bisa dia tidak datang?" Raut wajah panik dan frustasi tampak di wajah Kevin.
"Apa tidak ada pemain lain? Kita hanya butuh satu orang lagi." tanya Alfian yang sudah kesal.
"Tidak ada. Kalaupun ada, pasti datangnya terlambat. Pertandingan dimulai lima menit lagi." Kevin mengacak rambutnya frustasi. Alfian berdecak.
"Sial! Di saat seperti ini mengapa tidak ada satu pun yang datang? Apakah semua pemain sudah merasa hebat hingga tak mau datang?"
Alfian menoleh ke arah lawan. Elang Bimasakti melirik sinis dengan tatapan membunuh dan mengejek seakan berkata 'rasakan itu. Kalian akan kalah!'
"Apa kita akan menyerah? Tidak mungkin kita bermain empat orang. Itu sangat tidak imbang." Tangan Alfian mengepal begitu mendengar kata menyerah. Dia paling anti dengan kata itu. Apalagi jika harus menyerah di hadapan lawan bebuyutannya.
"Kak!" Suara Karina memecah suasana tegang. Semua mata menoleh padanya.
"Bagaimana kalau aku ikut main? Aku cukup mengerti dengan permainan ini." Semuanya tersentak. Alfian tampak berpikir.
"Tapi kau seorang perempuan. Bagaimana jika sesuatu terjadi padamu?" Alfian mencoba ingin mencegah.
"Itu tidak akan terjadi. Percayalah padaku."
"Tapi..."
"Kita terima saja, Fian. Lagi pula tidak ada waktu lagi." Kevin mencoba memberi dukungan. Dengan berat hati Alfian mengizinkan Karina ikut bergabung bermain bersama mereka. Setelah Karina berganti pakaian dengan setelan basket yang sama dengan tim Alfian, permainan segera dimulai. Kedua kapten disuruh menghadap wasit.
"Seorang perempuan ya. Apa kau sudah tidak punya pemain lagi hingga mempekerjakan perempuan sebagai anggota timmu?" Kata Galang, kapten tim Elang meremehkan. Gigi Alfian gemerutuk menahan emosi. Karina yang mendengar hal itu juga merasa tersinggung. Kurang ajar sekali dia. Memangnya dia pikir dia siapa? Kita buktikan saja nanti, pikir Karina. Ia sangat tidak menyukai laki-laki yang meremehkan perempuan.
Peluit tanda permainan dimulai berbunyi. Kedua tim sudah saling beradu kehebatan, merebut, mendrible, dan memasukkan bola ke ring. Penonton bersorak-sorai. Perhatian mereka bukan pada kedua tim, melainkan kepada salah satu pemain wanita yang berada di tim Alfian. Baru kali ini mereka melihat permainan semacam ini.
Di awal, permainan didominasi tim Elang Bimasakti. Hal ini dikarenakan pemain center mereka berbadan tinggi hingga mudah memblok bola dari tim Alfian. Selain itu, mereka juga mempunyai seorang shutter dan defender yang bagus hingga pertahanan sulit ditembus. Babak pertama berakhir dengan skor terpaut cukup jauh, 20 untuk tim Alfian dan 42 untuk tim lawan.
Karina yang merasa geram karena kalah di kloter pertama kemudian membentuk sebuah strategi. Tim Alfian diajak berembug untuk mengetahui strategi yang diajarkan Karina. Sebagian dari mereka manggut-manggut tanda mengerti. Sebagian lagi merasa heran pada Karina. Bagaimana mungkin ia tahu soal strategi bermain basket? Tapi perasaan itu tidak digubris siapapun. Permainan dimulai kembali. Tentu dengan strategi baru yang diterapkan para pemain Alfian setelah diberi tahu dan diarahkan Karina.t
***
Jangan lupa vote and comment👌✌
Thanks😘
KAMU SEDANG MEMBACA
THE AFFORDABLE HEART (SERI 1) (TAMAT✔✅)
General FictionHadirmu adalah anugerah terindah bagiku. Kau seolah-olah terlahir sebagai pengganti atas bagian dari jiwaku yang telah lama hilang. Aku selalu berpikir, mungkinkah kau adalah malaikat tanpa sayap yang dikirimkan Allah untuk menjagaku? "Kau mau menun...