Bagian 38 : Lama (R)

16 0 0
                                    

"Aku ingin menggapaimu lebih dekat lagi. Aku ingin mendekapmu lebih erat lagi, sehingga kau akan lupa bagaimana caranya memandang orang asing yang datang ke dalam hidupmu. Karena hatimu hanya untukku, bukan untuk dia."

-Alfian Mahendra

***

Semilir angin merangsek masuk ke dalam kamar melalui celah jendela yang sedikit terbuka. Dingin terasa menusuk ke dalam tulang lewat pori-pori kulit yang terbuka. Sesekali angin itu menepuk pelan daun-daun di pekarangan rumah dan taman, menimbulkan bunyi gemerisik yang saling bersahutan.

Dipandanginya langit dari dalam kamar. Tak ada bintang sama sekali. Gelap dan kelam. Bulan pun enggan menyembulkan wajahnya barang sekejap saja. Sepertinya akan turun hujan, pikirnya. Musim hujan memang belum berhenti. Pertengahan Maret biasanya sedang deras-derasnya. Tak jarang disertai petir dan angin.

Karina masih duduk di bangku dekat jendela. Tangan kanannya sibuk mengotak-atik laptop, melompati huruf demi huruf agar terbentuk parafrasa yang indah meski tanpa majas. Tangan kirinya menopang dagu sebelah. Pandangannya menerawang ke luar jendela, menelusuri jejak malam yang sedang kelam. Seolah tengah mencari setitik cahaya terang di sana.

Dia butuh inspirasi. Inspirasi yang ia butuhkan. Saat ini, proyek novel keempatnya sedang macet di tengah jalan. Writer's block tengah menyerangnya. Otaknya benar-benar seperti kehabisan kata. Padahal deadline sudah dekat. Redaktur penerbit juga sudah mengiriminya email beberapa kali.

Kalau sudah begini, ingin sekali rasanya dia menghilang dari muka bumi dan kembali setelah semuanya sudah berganti.

Di tengah lamunannya, muncul sosok siluet seorang yang akhir-akhir ini mengisi hatinya. Andai dia di sini, sekadar menemaninya mengetik naskah yang tak kunjung usai. Setidaknya Karina bisa tertawa mendengar ocehan dan gombalan recehnya.

Tapi dia tidak di sini. Lagi pula, tidak memungkinkan memanggilnya ke sini.

Ah, dia jadi ingat momen beberapa hari lalu, saat LIMA pertama kali. Alfian dengan wajah cemburunya datang dan mencoba mengusir Yugi. Padahal Yugi tidak bermaksud apa-apa. Karina jadi penasaran, apa sebenarnya hubungan Yugi dengan Alfian? Apa mereka pernah berada dalam satu naungan selain klub Garuda Bandung? Atau jangan-jangan mereka adalah rival? Terlihat dari cara bicara Alfian yang ketus dan tatapan intimidasinya.

Ponsel Karina berdering nyaring. Dilihatnya caller id di ponselnya. Deretan huruf membentuk kata "Kak Fian" bergerak seakan tak mau berhenti.

"Halo"

"Karina? Kau merindukanku ya?"

"Sok tahu sih!"

"Yang benar?"

"Hm"

"Kalau begitu biar kutebak. Kau pasti sedang melamun, menelusuri malam dan mencoba mencari inspirasi untuk proyek novelmu. Benar 'kan?"

Kak Fian kenapa bisa tahu? Apa mungkin dia benar-bemar titisan cenayang? Batin Karina.

"Tidak sepenuhnya benar dan tidak sepenuhnya salah. Poin sembilan puluh untuk cenayang jago basket."

Karina terkikik geli. Alfian pasti sedang senyam-senyum di sebrang sana.

"Hanya itu?"

"Lalu?"

"Mau mendengar suatu kisah? Siapa tahu kau bisa mendapat inspirasi setelah kuceritakan satu kisah."

"Sepertinya menarik. Gratis ya?"

THE AFFORDABLE HEART (SERI 1) (TAMAT✔✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang