Bagian 5 : Suara Hati

77 12 5
                                    

Tidak setiap senja selalu memberikan tawa. Terkadang, senja justru mengorek luka lama yang telah terpendam. Percayalah, segala hal di dunia ini selalu mempunyai dua sisi yang berbeda.

-Karina Adiwinata

***

Matahari sudah mulai membenamkan wajahnya di balik punggung gunung yang sudah mulai meranggas pohon-pohon dan daun-daunnya. Angin semilir bertiup menerpa wajahnya yang tengah terlelap menanti malam. Wajah lelah yang begitu kentara terlihat jelas. Angin sejuk, sesejuk wajahnya yang sendu itu. Menari. Menanti.

Sebuah senja.

Senja yang selalu mendambakan ketenangan jiwa. Senja yang selalu tampak indah sepanjang cakrawala mata. Senja yang selalu menampakkan lembayung jingga, menyembulkan buih warna kuning keemasan yang menghiasi langit semesta. Senja yang dinanti setiap orang kala terluka.

Begitulah kata orang. Ya, ungkapan tersebut memang tidaklah salah. Namun tidak sepenuhnya benar. Tawa yang didapat bersama senja, mungkin hanya sebatas pelipur lara, tak akan berlangsung lama. Tawa itu akan lenyap seiring bergantinya malam. Karena senja tidak akan berlangsung lama. Begitulah takdir Tuhan.

Di balkon depan teras kamarnya, Karina tengah terpejam. Tubuhnya telentang di atas sebuah kursi malas yang panjang. Kakinya ia selonjorkan. Kaki yang sedikit memar karena memakai sepatu terlalu lama. Kaki yang ia gunakan untuk memijak bumi ini kini sedang berusaha rilek dimanja pemiliknya. Tangannya terlipat di dada dengan kepala bersandar pada bagian kursi yang sedikit terangkat tinggi.

Semburat lembayung jingga menyilaukan matanya. Perlahan matanya terbuka, mengerjap lalu terbuka sempurna. Ia memandang sekeliling. Matanya lalu menatap jauh ke depan, ke arah senja itu bermuara. Masih dalam posisi tidurnya di kursi malas itu, ia menghempas napas.

Senja itu lagi, gumamnya dalam hati. Entahlah. Ia memang penikmat senja. Tapi, senja kali ini terasa berbeda. Jelas berbeda. Bukan indah seperti yang ia rasakan sebelumnya.

"Sayang, kau masih di sini?" tanya sebuah suara. Suara lembut yang penuh kasih sayang.

"Mama. Karina tertidur Ma, sampai tidak sadar kalau hari sudah sore."

Mamanya tersenyum.

"Sayang, bukankah kau memang pulang saat hari sudah sore? Jadi, kau tertidur pada saat senja. Bukan tertidur sampai senja,"

"Hmmm.. Begitu ya Ma. Karina tidak sadar,"

"Sepertinya anak Mama sangat kelelahan sekali. Mandilah, lalu turun ke bawah. Makanan sudah siap,"

"Baik, Ma."

📖📖📖

Usai makan malam bersama, Karina kembali ke balkon kamarnya. Senja itu sudah hilang berganti malam. Angin malam langsung menampar wajahnya begitu ia membuka pintu. Karina duduk di kursi malasnya. Pandangannya menyapu angkasa yang ditaburi berjuta bintang. Suasana hatinya selalu berubah senang setiap kali ia melihat kerlip bintang di sana, seakan bintang itu sedang tersenyum padanya.

Suasana hati Karina mulai tidak tenang. Entahlah, ia sendiri tidak mengetahui penyebabnya. Semakin lama, rasa gundah itu semakin terasa. Matanya mulai basah. Karina mulai menangis seorang diri. Sepertinya ia sudah menemukan apa yang membuatnya gusar seperti sekarang. Ayahnya. Karina teringat kembali kepada Ayahnya. Teringat kembali akan kenangan manis bersama Ayahnya. Ia rindu Ayahnya.

Dulu, saat Ayahnya masih bisa menghirup napas secara bebas, Karina selalu bersamanya. Mereka sering menghabiskan waktu bersama. Bermain basket, jalan-jalan, atau bahkan bertamasya. Karina sangat menyayangi Ayahnya. Bagi Karina, Ayahnya adalah cinta pertamanya. Ia terlalu sempurna untuk menjadi seorang ayah bagi Karina. Karina selalu bermimpi, jika ia punya suami kelak, ia ingin seorang suami yang hebat seperti Ayahnya. Ia ingin Ayahnya melihatnya bahagia bersama orang yang diimpikannya, ia ingin Ayahnya bahagia melihat ia berhasil dan sukses mendapatkan apa yang ia inginkan. Tapi sayang, sebelum semua itu terjadi, Tuhan telah memanggilnya terlebih dahulu. Menyisakan sesak yang menghimpit dada.

"Sayang, kenapa masih di sini?" Mamanya datang menghampiri. Karina cepat-cepat mengusap air matanya.

"Karina lagi pengen santai aja, Ma. Melihat bintang setidaknya bisa mengobati rasa rindu Karina sama Ayah."

Mamanya tersenyum. Ia tahu putrinya memang sedang merindukan Ayahnya.

"Kamu sudah shalat Isya, sayang?" Tanya mamanya kembali. Karina menggeleng. Ia ingat bahwa ia memang belum shalat Isya. Ia terlalu sibuk dengan lamunannya hingga ia melupakan kewajibannya sebagai seorang hamba kepada Tuhannya.

"Shalatlah. Mama tidak mau anak mama sengsara nanti, setelah kamu shalat, kita bicara lagi. Mama ada di ruang keluarga."

"Iya, Ma. Karina akan shalat. Makasih udah ngingetin Karina."

Karina tersenyum. Ia merasa beruntung dan bersyukur karena Tuhan hanya mengambil satu malaikatnya saja, tidak kedua-duanya. Ia bersyukur karena Tuhan masih memberinya kesempatan hidup bersama orang tuanya, meskipun tidak lengkap lagi. Dalam keadaan apapun, Tuhan selalu menyayangi hambaNya. Allah selalu memberikan kebahagiaan dan nikmat yang tiada bisa diukur oleh manusia. Allah itu Maha Pemurah. Dia Maha Penyayang. Hanya manusia bodoh yang menyalahkan Tuhan akan nasib yang menimpanya.

Karina berjalan menuju kamar mandi. Pintu balkon sudah ia kunci. Ia berniat dalam hati. Diputarnya kran air, lalu dibasuhnya kedua telapak tangannya tiga kali. Lalu berkumur tiga kali, membersihkan hidung tiga kali, membasuh wajah tiga kali, dan seterusnya secara berurutan. Ia rasa, wudhu mampu menghilangkan segala pikiran buruk dan amarah yang berkecamuk di pikirannya.

Setelah selesai, ia lalu memakai mukena yang biasa ia pakai. Khusyuk sekali. Ia tengah menghadap Sang Pencipta. Mengagugkan namaNya. Melafalkan doa yang selalu ia panjatkan, beharap Allah mendengar doa hambaNya yang tiada berdaya ini.

Ya Allah, hamba duduk berserah kepada-Mu, memohon ampunan-Mu. Ya Allah, maafkanlah kesalahan hamba-Mu ini. Jangan biarkan hati hambaMu ini terus bersedih meratapi nasib atau menyalahkan takdir-Mu. Ya Allah, berikanlah tempat terbaik pada ayahanda hamba yang telah berpulang lebih dulu kepada-Mu. Ampunilah dosanya, berilah ayahanda kebahagiaan Ya Allah. Pertemukanlah kami di surga Ya Allah, aamiin allahuma aamiin.

Di akhir doanya, di akhir sujudnya, Karina menangis. Benar-benar menangis. Jiwanya rapuh dihadapan Sang Pencipta. Benar-benar rapuh.

***

Terima kasih sudah membaca💝😄

THE AFFORDABLE HEART (SERI 1) (TAMAT✔✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang