Kita tak akan pernah tahu dengan siapa kita jatuh cinta. Karena jatuh cinta itu bukan sebuah pilihan.
-Karina Adiwinata
***
Mobil yang ditumpangi Karina sampai di depan sebuah rumah yang halamannya luas dan dipenuhi bunga. Cahaya lampu temaram malam itu memberikan kesan menawan pada bunga-bunga yang sedang bermekaran. Karina membuka kunci pagar rumah itu, mempersilahkan mobil yang ditumpanginya tadi untuk masuk.
"Rumahmu ternyata besar juga." Ungkap Alfian.
"Bukankah kakak pernah berkunjung ke sini? Jadi, tidak usah terlihat heran begitu. Rumah tante Luna bahkan lebih besar dari ini." Karina terkekeh geli. Kakak seniornya yang satu ini memang aneh.
"Benar juga."
Karina lalu menarik tangan Alfian dan membawanya masuk ke dalam rumah. Tangan Karina bergerak meraba-raba tembok, mencari saklar karena lampu masih padam. Ia ingat bahwa mamanya belum pulang. Setelah ia menemukannya, ia segera memencet tombol on hingga lampu-lampu menyala, menampakkan sebuah ruangan dengan desain interior klasik yang menawan. Di tengahnya ada satu set meja dan kursi yang terletak bersusun rapi, dialasi karpet berbulu coklat yang indah. Di bagian kanan dan kirinya ada dua buah guci besar sebagai hiasan. Di dinding ruangan itu juga terdapat beberapa lukisan klasik karya seniman-seniman terkenal dunia. Alfian berdecak kagum melihat keindahan ruangan ini.
"Ruangan apa ini?" tanyanya polos. Tangannya sudah tidak dicekal Karina lagi.
"Ini ruang tamu."
"Apa kau menyukai gaya klasik?" tanya Alfian lagi.
"Tidak sepenuhnya benar dan tidak sepenuhnya salah. Ayahku yang mendesain tata letak ruangan ini. Dia penggila gaya klasik."
Alfian manggut-manggut tanda mengerti. Ia lalu berjalan menuju sebuah sofa putih panjang yang terletak di samping ruang tamu. Ada sebuah televisi besar di sana. Mungkin ruang keluarga, pikir Alfian.
"Kakak tunggulah di sini sebentar. Aku ingin mandi dulu." Karina lalu berjalan menaiki tangga menuju kamarnya, meninggalkan Alfian di ruangan itu seorang diri.
"Apa aku boleh menyalakan tv nya?" Tanya Alfian sedikit berteriak.
"Tentu saja."
Alfian lalu menyalakan televisi dan memilih chanel yang ia sukai. Sepuluh menit kemudian Karina turun dari lantai atas membawa sekotak camilan.
"Apa mamamu tidak marah?"
"Marah kenapa?"
"Karena kau membawa seorang laki-laki ke rumahmu. Tetangga di sekitar pasti akan bergosip yang tidak-tidak tentang kita." Alfian mencoba menerangkan. Ia khawatir jika kehadirannya di rumah Karina menyebabkan tersiarnya kabar miring.
"Tidak akan. Mama sudah memberi izin. Lagipula, tetangga kan memang seperti itu."
"Oh begitu."
Mereka lalu larut dalam perbincangan hangat dan santai. Karina baru menyadari bahwa kakak seniornya yang terkesan angkuh dan dingin di mata mahasiswa baru ternyata mempunyai sisi hangat yang luar biasa bersahabat. Ia bahkan tidak tahu mengapa ia bisa sedekat ini dengannya.
📖📖📖
"Terima kasih sudah menemani Karina sampai saya pulang. Tidak biasanya Karina mau ditemani teman lelakinya, karena biasanya ia ditemani Viona atau tidak sama sekali." kata mamanya Karina sambil tersenyum ke arah Alfian. Alfian pun tersenyum. Karina merasakan debara n aneh kala senyum itu terkembang dari bibir Alfian. Dengan cepat ia mengatasi debaran aneh itu dengan melihat ke arah lain.
"Tidak apa-apa, Tante. Lagipula saya yang harusnya berterima kasih kepada Karina karena sudah membantu saya dan teman-teman saya hari ini."
"Ah, membantu memang tugas kita, bukan?"
"Iya, tante. Kalau begitu saya pamit dulu, permisi tante." Alfian pamit undur diri.
"Hati-hati Nak."
Alfian melajukan mobilnya meninggalkan perumahan mewah itu. Hatinya seperti sedang ditumbuhi bunga-bunga yang bermekaran. Dia selalu merasa nyaman setiap kali dekat dengan Karina. Ah, apakah ia sudah jatuh cinta pada gadis itu?
📖📖📖
Karina masuk ke kamarnya setelah berbincang sebentar dengan mamanya. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Sedari tadi senyumnya selalu terkembang. Ia merasa begitu bahagia hari ini.Kehadiran Alfian di sisinya perlahan memberikan secercah harapan baru. Harapan bahwa ia bisa tersenyum lagi setelah kepergian papanya, laki-laki yang menjadi alasannya ada di dunia ini. Ia masih teringat dengan kejadian hari ini.
Hari dimana ia terpaksa menunjukkan kemampuannya dalam bermain basket karena melihat tim kakak senior kesayangannya tampak kepayahan melawan rivalnya. Ia kadang merasa kesal kepada tim Alfian yang tampak begitu bodoh melawan rivalnya. Padahal, menurut Karina, rival mereka terlalu mudah untuk dikalahkan. Mereka tidak terlalu hebat dan kekuatan fisiknya pun masih lemah.
Ah, sudahlah. Jangan sampai aku bersikap sombong.
Karina lalu teringat dengan makan bersama di sebuah kedai soto. Ia senyum-senyum sendiri ketika melihat wajah Alfian yang cemberut meninggalkannya hanya karena ada lelaki lain yang terus memandangi Karina karena pakaiannya yang sedikit terbuka.
Apa aku mulai menyukainya?
Karina menggeleng. Segera ia singkirkan pikiran itu jauh-jauh. Tidak mungkin ia jatuh cinta pada kakak seniornya hanya karena diperlakukan berbeda dari orang lain. Ia hanya menganggap kedekatan mereka sebatas teman, atau kakak beradik. Tidak ada cinta. Lagipula, Alfian mungkin tidak menyukainya. Mereka dekat karena sudah seperti kakak beradik. Tidak lebih dari itu.
Ada rasa sesak yang melingkupi dada setiap ia berpikir Alfian mungkin hanya menganggapnya sebagai adik. Entahlah. Mungkin ia harus terbiasa menenangkan diri dan menghentikan kecepatan debaran jantungnya jika berhadapan dengan Alfian. Karina tidak ingin sakit hati hanya karena sebuah harapan yang ia bangun sendiri. Sudah cukup baginya merasakan sakit karena kehilangan sosok yanh dicintainya, ia tak ingin mengalaminya lagi.
Ketika Karina sedang asyik berkutat dengan lamunan dan pemikirannya, tiba-tiba ponselnya berdering.
Kak Fian:
Selamat malam, kue pengantar tidur. Ralat, kau bukan kue. Kau cahaya. Cahaya yang menerangi hidupku. Mimpikan aku ya😘DEG!!!
Apa Alfian baru saja merayunya?
***
Uhh mereka cocok ya😄
Jangan lupa vote and comment✌👌
Thanks😘
![](https://img.wattpad.com/cover/162829026-288-k496568.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
THE AFFORDABLE HEART (SERI 1) (TAMAT✔✅)
General FictionHadirmu adalah anugerah terindah bagiku. Kau seolah-olah terlahir sebagai pengganti atas bagian dari jiwaku yang telah lama hilang. Aku selalu berpikir, mungkinkah kau adalah malaikat tanpa sayap yang dikirimkan Allah untuk menjagaku? "Kau mau menun...