Jangan pernah meremehkan hal sekecil apapun. Kelak, hal kecil itu akan kau kenang, kau bawa dalam denyut nadi hidupmu.
-Alfian Mahendra
***
Hari ini, wajah Karina tampak berseri. Senyuman tidak pernah lepas dari bibir tipisnya yang mungil itu. Entah kenapa, tubuhnya terasa sangat ringan hari ini. Mungkin karena suasana hatinya sedang baik. Ditambah lagi dengan penampilannya yang sangat rapi dan modis, dengan setelan kemeja biru muda panjang sesikut dan rok hitam panjang selutut yang membalut tubuhnya. Bukan tanpa alasan ia pergi kuliah berpakaian seperti itu. Menurutnya, pakaian seperti itu jauh lebih sopan dibandingkan rok mini dengan pakaian ketat yang mencetak setiap lekuk tubuh. Mamanya memang selalu mengajarkan Karina bersopan santun dalam segala hal, termasuk berpakaian.
Kalau kebanyakan perempuan zaman sekarang memoles wajahnya dengan make up hampir lima senti, Karina tidak. Dia tidak pernah memakai make up berlebihan seperti layaknya gadis lain. Dia kadang hanya memoleskan sedikit bedak bayi pada wajahnya, lalu sedikit lipstik sewarna kulit bibir yang tipis. Dengan begitu saja, wajah cantiknya sudah terlihat.
Karina berjalan menuju ruang kuliah ditemani Viona. Langkahnya ringan dan santai. Di lorong-lorong yang mereka lewati, mereka mendapati beberapa mahasiswa tengah bersantai bersama kawan-kawannya. Wajar saja karena hari masih pagi, jam menunjukkan pukul tujuh lebih seperempat. Sedangkan kelas baru dimulai pukul delapan pas.
"Vi, gedung departemen fisika sebelah mana ya?" tanya Karina memecah suasana. Viona yang berjalan di belakangnya tampak kesulitan melangkah karena ia memakai sepatu high heels setinggi lima sentimeter. Karina hanya menggeleng melihat tingkah sahabatnya itu.
"Mana gue tahu. Gue anak biologi, bukan fisika."
Karina berdecak sebal.
"Ya kali aja kamu tahu. Kamu kan lebih mengenal tempat-tempat di kampus ini dibandingkan aku."
"Et dah! Tahu darimana gue? Secara pas ospek kan gue gak punya waktu buat keluar karena gue harus selalu ngawasin lo dari kak Sandra, masih belum nyadar juga lo itu ya?"
"Aku lupa." Karina mengerucutkan bibir.
"Berapa sih umur lo sekarang? Kok gue ragu ya kalo lo masih sembilan belasan?"
Karina tidak menggubris pertanyaan Viona. Ia berjalan cepat menuju sebuah ruangan yang ia rasa itu adalah tempat yang dicarinya, meninggalkan Viona yang tergopoh-gopoh karena high heels-nya.
"Tungguin gue Karina!"
"Lama banget sih jalannya!"
"Kaki gue sakit Karina Adiwinata! Lo gak liat apa?"
"Siapa suruh pake high heels!"
"Siapa suruh lo bikin gue terlambat bangun?"
Karina terkekeh tanpa menoleh sedikitpun. Memang, semalam setelah Alfian melakukan panggilan video dengannya, Karina langsung menghubungi Viona dan bercerita panjang lebar hingga larut. Pantas saja jika keduanya cukup kesiangan. Ya setidaknya itu menurut mereka.
📖📖📖
Tiba di ruang kuliah pertama, ponsel Karina berdering. Ada pesan masuk ke WhatsApp. Beruntung saat itu tidak ada mahasiswa lain yang berada di kelas karena kelas memang belum dimulai.
Kak Fian:
Morning kue pengantar tidur. Bagaimana kabarmu?Me:
Pagi, Kak. I'm okay
Karina tersenyum sendiri. Ia tersenyum karena Alfian memanggilnya dengan sebutan kue pengantar tidur. Ini karena kejadian semalam saat Alfian memakan kue buatan Karina dan mamanya di rumah Luna.Kak Fian:
Bagaimana dengan tidurmu?Me:
Bagaimana apanya?
Kak Fian:
Kau pasti memimpikan aku.Me:
BodohKlik. Karina mematikan ponselnya tanpa menunggu jawaban dari Alfian. Sekarang ia tampak seperti orang gila karena terus tersenyum seorang diri. Ada rona merah di pipinya. Kalau Viona tahu, ia mungkin sudah jadi bulan-bulanan dan sasaran ejekkan Viona. Beruntung saja, sahabat cerewetnya itu berbeda fakultas dengannya.
"Hai, Karina." sapa seorang laki-laki yang suaranya tampak familiar di telinga Karina. Karina menoleh ke asal suara. Di sana, di pintu masuk ruang kelas, Alfian berdiri dengan kedua tangan masuk ke saku celana. Tampak cool dan elegan.
"Sejak kapan kakak di situ?"
"Kurasa beberapa saat yang lalu. Kenapa?"
"Kenapa apanya?"
"Kenapa kau mengulang pertanyaanku?"
"Eh.. Apa ya?" Karina tampak gugup. Alfian terkekeh melihat raut wajah bingung Karina.
"Oh ya, hari ini aku punya jadwal pertandingan basket dengan klub Elang Bimasakti. Apa kau mau ikut?"
Karina tampak berpikir. Basket? Hari ini? Pasti menyenangkan.
"Hmmm.... Sepertinya menarik."
"Kalau begitu, hubungi aku jika kelasmu sudah selesai."
"Baiklah."
"Aku pergi dulu. Sampai jumpa nanti kue pengantar tidur."
Pipi Karina bersemu merah. Apa iya kue buatannya begitu enak hingga Alfian tidak bisa melupakannya? Atau jangan-jangan ada bahan kue yang membuat ingatan terus menempel? Karina menggeleng.
📖📖📖
Alfian tersenyum sumringah setelah ia berhasil mengajak Karina pergi menemaninya bermain basket sore ini. Hatinya seperti dipenuhi bunga-bunga bermacam warna. Alfian merasakan kebahagiaan walau hanya karena hal sekecil itu.
Alfian memang tidak bisa mengingkari bahwa dia mulai tertarik pada Karina. Entah kharisma apa yang dimilikinya, hingga berhasil membuat Alfian yang sedingin es berubah hangat. Meskipun itu terjadi hanya pada Karina. Terkadang Alfian sendiri bingung pada perubahan dirinya. Rasanya ia menemukan sesuatu yang telah lama hilang. Dan bagian itu adalah Karina.
Bukankah dunia ini penuh dengan misteri?
***
Jadi ngefans sama Alfian😍 Dia ganteng orangnya.
Jangan lupa vote and comment😘
Thanks😘
KAMU SEDANG MEMBACA
THE AFFORDABLE HEART (SERI 1) (TAMAT✔✅)
Ficção GeralHadirmu adalah anugerah terindah bagiku. Kau seolah-olah terlahir sebagai pengganti atas bagian dari jiwaku yang telah lama hilang. Aku selalu berpikir, mungkinkah kau adalah malaikat tanpa sayap yang dikirimkan Allah untuk menjagaku? "Kau mau menun...