Bagian 33 : Bukan Beban

31 1 0
                                    

"Bahagia tidak diukur dengan materi. Bahagia lahir cukup dengan melihat orang yang disayang tetap berada di sisi kita."

-Leona Cakrawinata

***

Giwangkara sudah terbenam bersama senja. Semburat jingga yang menghias angkasa seakan telah menelan semua hiruk pikuk kehidupan perkotaan yang serba egois ini. Keindahannya yang sejenak mampu menghilangkan segala dahaga akan arti sebuah kebebasan. Apalagi jika cuaca cerah. Kebebasan yang terbelenggu rasanya lepas dari jeruji. Orang-orang biasanya akan merasa "hidup" kembali ketika senja, lepas dari segala pekerjaan yang memuakkan.

Apalagi jika senja dinikmati bersama orang yang disayangi. Penat dan lelah hari ini rasanya menguap seketika saat melihat seraut wajah bahagia dan senyum simpul menyambut kepulangan kita.

Itulah yang dirasakan Karina saat ini. Dirinya disambut bahagia oleh senyum sumringah ibunda tercinta. Rangkulan penuh kasih yang diberikan ibunya telah membangkitkan semangat dan bahagia tiada terkira. Semua keluh kesahnya hari ini menguap entah ke mana, tergantikan oleh bahagia karena orang terkasihnya ada di rumah.

Bukan tanpa alasan. Karina senang karena kini ibunya sering berada di sisinya. Biasanya kalau jam-jam segini, ibunya masih sibuk kerja di rumah sakit. Ibunya yang bekerja sebagai seorang perawat itu biasa menghabiskan separuh bahkan seluruh waktunya untuk mengabdi menyelamatkan jutaan nyawa yang sedang berjuang bertahan hidup. Meskipun sibuk, perhatian ibunya tidak pernah teralihkan sedikit pun untuknya. Bahkan kasih sayangnya sangat besar pada Karina. Dan Karina pun cukup tahu, dia tidak pernah mengeluh sedikitpun ketika ibunya tidak pulang. Karina malah sering melepon ibunya, menanyakan apa dia sudah makan atau belum, atau sekadar ingin mendengar suara ibunya saja. Itu sudah cukup.

Karina selalu bersyukur memiliki ibu seperti ibunya. Di saat orang lain merintih menahan sakit karena tidak tahu siapa ibunya, dia bahagia karena ibunya selalu sayang padanya. Apapun perkataan ibunya, selagi itu sifatnya baik, Karina selalu menurutinya. Wejangan dan didikan ibunya telah membuat seorang Karina Adiwinata menjadi pribadi yang kuat dan disiplin.

Sebenarnya, Karina tidak tega melihat ibunya yang sudah hampir kepala lima itu bekerja. Pernah ia katakan pada ibunya agar tidak bekerja lagi dan pensiun, tapi perkataan bijak ibunya membuatnya berpikir ulang. Begini kira-kira jawaban ibunya ketika ia menyarankan agar ibunya berhenti bekerja,

"Kamu tahu, sayang. Ibu bekerja bukan hanya untuk mencari uang, ibu bekerja karena ibu ingin mengabdi kepada masyarakat. Ibu tidak bisa menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan kepada ibu. Ibu dididik bukan untuk menikmati uang hasil susah orang lain. Ibu dididik menjadi seorang manusia yang tetap berbakti meski tanpa royalti. Bagaimana mungkin ibu berbahagia sementara banyak orang di luar sana yang sedang kesusahan bertahan hidup dan perlu perawatan?"

Karina pun akhirnya bertekad dalam hati untuk selalu berbakti kepada ibunya. Ia yakinkan dan ia tanamkan dalam jiwa, bahwa ia sekuat dan segigih ibunya. Seberat apapun rintangan cita-cita yang ingin ia raih, harus tetap ia hadapi. Sehingga suatu saat, ketika dirinya sukses Karina tidak akan menyesal telah dilahirkan oleh ibunya.

Karina yang tengah asyik melamun memikirkan ibunya pun segera tersadar ketika suara ibunya menginterupsi perhatiannya.

"Sayang, sedang melamunkan apa?" tanya ibunya.

"Tidak ada Ma. Karin hanya sedang mengingat masa-masa kita dahulu. Tentang bagaimana kuatnya mama. Karin ingin sekuat mama." jawabnya tulus dan jujur. Ibunya tersenyum sembari mengelus lembut rambutnya.

"Kamu lagi mikir kenapa mama sekarang lebih sering berada di rumah ya?"

Karina tidak menjawab.

"Mama tahu kamu sering kesepian. Apalagi setelah papa kamu tiada. Mama tahu, sayang. Meskipun kamu selalu membantah hatimu, tapi mama bisa merasakan itu. Mama ini seorang ibu, apa yang dirasakan anaknya akan terasa juga olehnya."

THE AFFORDABLE HEART (SERI 1) (TAMAT✔✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang