Bagian 15 : Hujan

36 4 0
                                    

Jika aku ditanya soal perempuan, maka namamu yang akan kusebut kedua setelah ibuku.

-Alfian Mahendra

***

Mobil Alfian berhenti di depan sebuah rumah berlantai dua yang besar dan megah. Pintu pagarnya terbuka lebar. Kemudian, Alfian dan Karina turun setelah mobilnya ditepikan di garasi. Dan tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu, Alfian melengang masuk ke rumah itu sambil menarik tangan Karina.

"Kamu tunggu di sini. Aku mau ngambil laptop sama flashdisknya dulu,"

"Iya Kak."

Karina duduk di sofa yang menghadap ke ruang makan. Karina bergerak gelisah. Ia ingin buang air kecil. Tapi tidak tahu di mana toilet berada. Karena kesal menunggu Alfian yang tak kunjung turun, Karina memberanikan diri mencari toilet itu seorang diri.

Karina berjalan melewati ruang makan yang bermeja bundar besar. Matanya sesekali memandang sekeliling, mencari sebuah ruangan bernama toilet.

Tiba-tiba...

"Aaaaa"

Karina menjerit ketika dirinya menubruk sosok perempuan berpakaian serba putih. Perempuan itu juga berteriak karena sama terkejutnya.

"Siapa kamu?" tanya perempuan itu. Karina yang masih duduk di lantai tak menjawab.

"Ada apa ini? Ya ampun Karina kamu kenapa?"

Alfian lantas membantu Karina berdiri.

"Alfian, siapa dia?" tanya perempuan itu lagi.

"Ini Karina, Ma. Temen kampusnya Alfian. Lagian kenapa kalian teriak sih? Alfian kaget tahu,"

"Oh, mama kira siapa. Lagian dia juga sih, jalan ngendap-ngendap kayak maling gitu. Mama kan jadi curiga,"

Karina masih bungkam.

"Lagian mama sih. Ngapain pake gaun itu? Mau nikah lagi?"

"Ishh kamu ini kalo ngomong jangan sembarangan. Mama cuma penasaran gaun ini masih muat apa enggak, jadi mama coba. Oh iya, dari tadi diem terus, kenalin saya Tika, mamanya Alfian," kata perempuan itu sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman. Dengan sigap Karina menjabat tangan putih itu.

"Saya Karina, Tante. Maaf sudah lancang masuk ke sini." ujarnya merasa bersalah.

"Ah enggak. Saya yang minta maaf udah bikin kamu kaget, saya kira siapa," kata Tika yang kini tersenyum ramah.

"Ekhem.. Jadi mau di sini aja nih ngobrolnya? Gak mau di ruang tengah?" Alfian menyela karena merasa tidak diacuhkan. Kedua perempuan itu lantas tertawa. Mereka kemuadian berjalan menuju ruang tengah.

"Ma, Alfian bawa Karina ke sini buat bantuin Alfian. Boleh ya Ma?"

"Boleh aja. Asal jangan di kamar ngerjainnya,"

"Ih mama apa-apaan sih. Enggak lah, kan belum muhrim. Lagian Alfian juga ngerjainnya mau di taman belakang, biar suasananya tenang."

"Ya sudah mama ke atas dulu, mau beresin barang yang udah gak kepake. Karina, saya tinggal dulu ya. Hati-hati loh, Alfian suka-"

"Mama!"

📖📖📖

Mereka duduk lesehan di sebuah karpet berbulu yang nyaman dan empuk. Sebuah meja kecil kemudian dipakai untuk meletakkan laptop dan beberapa berkas serta beberapa kotak camilan dan dua botol minuman jeruk. Alfian sibuk memainkan jemarinya di keyboard, meloncati huruf demi huruf. Di sampingnya, Karina sibuk mendiktekan kata demi kata untuk penyusunan proposal ini. Sudah bab empat, itu berarti tinggal satu bab lagi untuk penyelesaian.

Merasa lelah mengetik, Alfian lalu menelentangkan tubuhnya di karpet dengan tangan ke belakang sebagai bantal. Karina yang merasa lelah bersuara pun melakukan hal yang sama, menelentangkan tubuh di samping Alfian. Mata mereka menatap langit yang sudah ditutupi awan tapi matahari masih sedikit bersinar.

"Kamu tahu, kadang aku merasa capek dan ingin pensiun saja mengerjakan semua ini," Karina menoleh, menatap Alfian yang tengah meracau.

"Kenapa?"

Alfian lalu menolehkan kepala, balas menatap Karina.

"Bukankah menyenangkan ikut organisasi, terus jadi salah satu tokoh yang berpengaruh. Juga terkenal, pasti sangat mengagumkan."

Karina tersentak mendapati Alfian yang kini setengah menindih tubuhnya. Mata Alfian menatap intens manik mata Karina. Alfian tersenyum melihat ekspresi wajah Karina yang kaget bercampur bingung itu.

"Karena aku manusia. Setiap manusia punya pendapat dan prinsipnya masing-masing. Kita bisa meminta, tapi tidak bisa memaksa,"

Karina yang merasa tidak nyaman dan sedikit takut dengan posisi mereka yang sangat intim merasa lidahnya kelu. Tatapan milik Alfian menyihir hatinya. Membekukan seluruh darahnya. Mata hitam itu terus menatapnya. Tangan Alfian membelai lembut rambut Karina. Harum aroma mystique parfum Alfian menyusup dalam relung hatinya.

"Kak.."

"Hmmm?"

"Hujan."

Alfian lalu berdecak. Dengan cepat ia bangun dan mengemasi laptop serta berkas-berkasnya. Karina membantu membereskan karpet dan camilan.

📖📖📖

Di luar, hujan semakin deras.

Karina kebingungan harus memakai apa karena baju seragamnya basah terkena air hujan tadi. Sedangkan Alfian? Dia malah duduk nyaman dengan jaketnya yang tebal dan hangat. Membiarkan Karina menggigil menahan dingin.

"Kamu ini! Bukannya cariin Karina baju ganti malah enak-enakan gitu! Kamu mau bikin sakit anak orang?" Mama Alfian lalu datang menjewer telinga Alfian.

"Ihh mama! Bukan gitu. Masak Alfian harus pinjemin baju Alfian yang gede sih? Terus masak Alfian harus pinjemin celana Alfian buat Karina pake. Kan gak etis Ma, Alfian malu. Karina juga pasti malu,"

"Kamu ini pintar banget nyari alasan ya?"

"Ma, gini ya. Kalo Karina pake baju Alfian, berarti Karina harus masuk kamar Alfian dong? Emang boleh? Ya, kecuali kalau mama izinin buat-"

"Karina, ikut saya. Kita ganti baju kamu,"

Karina menurut. Dia merasa berada di posisi yang sangat tidak menguntungkan baginya. Berlama-lama di dekat Alfian bisa membuatnya gila. Apalagi setelah mengalami insiden itu di taman. Bersyukurlah Karina karena hujan berhasil menyelamatkannya dari Alfian.

***

Ekhem😝
Ane udah bosen ngingetin kalian✌
Thanks👌✌

THE AFFORDABLE HEART (SERI 1) (TAMAT✔✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang