Pengalaman mengajarkanmu banyak cara menghadapi kehidupan. Biarkan pengalaman menjadi guru terbaik kita, sepahit atau semanis apapun itu. Karena setiap hal di dunia ini selalu mempunyai alasan, diungkapkan atau tidak itu tergantung pribadi masing-masing.
-Alfian Mahendra
***
Jam berdenting menunjukkan pukul tujuh pagi. Matahari sudah mulai naik ke peraduannya, menyimbulkan semburat cahaya cerah yang membuka cakrawala. Hangat dan nyaman.Alfian berjalan menyusuri lorong-lorong ruang fakultas menuju lantai atas ruang panitia. Ia hendak mengambil mikrofon yang nanti akan digunakan untuk memandu para peserta ospek maba mengikuti kegiatan di hari terakhir. Menjabat sebagai ketua BEM merangkap ketua panitia memang sangat melelahkan. Tapi bagi Alfian, hal seperti itu jauh lebih menyenangkan ketimbang duduk berjam-jam menunggu orang berbelanja, nyalon, atau kegiatan lain yang menghabiskan uangnya. Dia bukan pelit, hanya saja ia harus berpikir matang dalam menggunakan uangnya. Ia sudah dewasa, ia harus pandai mengatur dan mengelola keuangannya. Bukan menghabiskannya dengan bersenang-senang bersama kekasih.
Note : Alfian tidak mempunyai kekasih.
Beberapa senior tampak mondar-mandir di lapangan, mencoba mengatur barisan para peserta ospek. Ketika barisan tidak rapi, mereka akan berteriak dan bersuara. Memekakkan telinga. Ralat, tidak semuanya. Hanya beberapa senior perempuan yang berani berbuat seperti itu. Biasanya hanya mereka yang mempunyai jabatan tinggi di BEM atau senat.
"Selamat pagi, Alfian." Sapa seorang perempuan ketika Alfian berjalan melewati sekumpulan panitia di ruang depan.
"Selamat pagi, Sandra." Jawabnya singkat. Terasa dingin di telinga. Tapi semua orang sudah memaklumi itu. Alfian, adalah laki-laki yang sulit ditebak. Kadang begitu dingin, kadang begitu hangat bersahabat. Tapi, sifat dinginnya lebih dominan. Kaku. Berparas tampan, berbakat, berkharisma, dan punya segudang prestasi menjadi poin plus untuk penilaian terhadap dirinya. Hanya saja, ia selalu tertutup soal hubungan asmara. Siapapun tak akan menyangka kalau ia pernah terluka.
Di lapangan depan, Alfian berpapasan dengan Karina. Ia tampak kerepotan membawa barang-barang keperluan ospek. Wajahnya sedikit berseri ketika memandang Alfian. Pandangan mereka memang bertemu. Hening sesaat.
"Mau saya bantu?" Tanya Alfian yang mulai tidak enak melihat orang-orang sekitar memandang mereka.
"Ti..Tidak usah, terima kasih." Karina menolak secara halus. Buru-buru ia berjalan melewati Alfian dengan tertunduk. Ia tidak mau melihat tatapan intens dari Alfian, atau tatapan sinis para senior perempuan yang memandang mereka.
"Sepertinya, akan ada kisah baru di kampus ini, hahaha" ungkap Kevin, wakil ketua basket yang merangkap ketua senat olahraga universitas. Yang dia maksud adalah Alfian, kapten basketnya yang merangkap sebagai sahabatnya. Alfian hanya melirik sinis penuh intimidasi, lalu berlalu meninggalkan Kevin yang masih terkekeh.
Aku tahu isi hatimu, Alfian. Kau . Kau tidak bisa berbohong. Aku akan pastikan kau mendapat apa yang kau inginkan. Gumam Kevin dalam hati. Di sisi lain, ia bahagia karena sahabatnya itu mulai terbuka lagi dengan hati.
📖📖📖
Kegiatan terakhir ospek berjalan lancar tanpa hambatan. Semua karena kerjasama yang baik antara panitia dan peserta.
Karina merebahkan tubuh lelahnya di ranjang. Hari sudah malam. Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Tadi sebelum ia beristirahat, ia membantu mamanya membuat dan mengantar kue kepada para tetangga yang dekat dengan keluarga mereka. Tujuannya tidak lain hanya untuk menjaga hubungan baik dan mempererat silatutahmi.
Ketika hendak memejamkan mata, ponselnya berdering. Ada sebuah pesan masuk melalui aplikasi WhatsApp. Nomor tidak diketahui.
<unknow> :
Selamat malam, mantan peserta ospekKarina mengernyitkan dahi.
Me:
Siapa?Tidak ada balasan. Semenit, dua menit. Di menit ketiga ponselnya berdering lagi.
<unknow>:
Kakak senior yang baik hati.Me:
Oh<unknow>:
Hanya oh saja?Me:
Lalu?Karina tersenyum geli. Ia tahu siapa pengirim pesan ini.
<unknow>:
Tidak ingin menyimpan nomorku?Me:
Tidak. Untuk apa?<unknow>:
Oh ayolah. Kau cantik malam ini.Me:
Bagaimana kau tahu?<unknow>:
Aku seorang cenayang.Karina tekekeh. Tak lama kemudian ponselnya berdering kembali. Ada panggilan video masuk dari nomor tadi. Wajah Karina pucat. Dia bingung apakah harus menjawabnya atau tidak. Akhirnya, ia membulatkan tekad. Ia mengangkatnya.
"Hai Karina." Sapa seseorang di sebrang sana sambil melambaikan tangan.
"Hai, Kak Fian. Ada apa?"
"Tidak. Hanya ingin mengobrol saja."
"Begitu ya? Aku baru saja hendak tidur."
"Apa aku mengganggumu?"
"Ah tidak."
Karina dan Alfian mengobrol lewat panggilan video WhatsApp. Di sebrang sana, Alfian mengoceh sambil sesekali memakan kue di toples kecil. Karina hanya cekikikan melihat tingkah kakak seniornya yang seperti anak kecil tidak mau kehabisan permen. Dia sendiri tidak tahu kenapa ia bisa dengan mudahnya menjawab panggilan. Apalagi panggilan video dari orang asing. Tapi baginya, Alfian bukan orang asing.
"By the way, kuenya enak. Kenapa gak jadi koki aja?"
"Kue apa?"
Belum sempat menjawab Karina, Alfian sengaja memutuskan panggilan videonya, menyisakan tanda tanya besar dalam benak Karina. Kue apa?
Kak Fian:
Kue pengantar tidur😄Karina terbelalak. Kue apa? Lalu ia memutar otaknya kembali. Tentang Alfian yang mendapatkan nomor ponselnya. Tentang kue yang dibicarakan Alfian. Dan akhirnya, ia ingat....
Tadi sore ia mengantarkan kue ke rumah tante Luna.
Dan Alfian pasti ada di sana.
***
Thanks💖😘
KAMU SEDANG MEMBACA
THE AFFORDABLE HEART (SERI 1) (TAMAT✔✅)
General FictionHadirmu adalah anugerah terindah bagiku. Kau seolah-olah terlahir sebagai pengganti atas bagian dari jiwaku yang telah lama hilang. Aku selalu berpikir, mungkinkah kau adalah malaikat tanpa sayap yang dikirimkan Allah untuk menjagaku? "Kau mau menun...