Bagian 14 : Suka?

40 5 0
                                    

Membohongi rasa membuatmu terluka. Biarkan rasa tumbuh sejalan dengan waktu, dan biarkan rasa hilang sejalan dengan waktu juga.

-Alfian Mahendra

***

Gedung departemen fisika terlihat megah ketika dipandang dari jarak sejauh lima sampai sepuluh meter. Di sekitar gedung ditanami berbagai jenis tumbuhan berbunga yang berwarna-warni ketika mekar. Gedung ini terdiri dari empat lantai dengan tiga lantai utama sebagai ruang kelas dan satu laboratorium. Setiap ruangan selalu dilengkapi dengan pendingin ruangan dan kamera pengawas yang aktif selama 24 jam. Pihak universitas sepertinya sangat memerhatikan kenyamanan para penghuninya.

Di sinilah Karina sekarang. Ruang kelas lantai dua yang langsung berhadapan dengan laboratorium kimia organik yang megah nan luas. Karina tengah duduk di depan ruang kelas sambil membaca buku novel Supernova karya penulis terkenal Dee Lestari. Matanya sesekali memandang ke sekeliling yang mulai ramai didatangi mahasiswa lain.

"Di sini lo rupanya. Gue cariin ke perpustakaan gak ada." Viona datang dengan napas terengah-engah karena paru-parunya butuh suplai oksigen yang lebih besar setelah berlari dari perpustakaan ke ruang kelas Karina.

"Ke perpusnya udah tadi. Ngapain juga lari-lari coba,"

"Ke kantin yuk. Gue laper nih, cacing di perut gue udah pada berontak,"

"Nggak ah tanggung. Sebentar lagi kelasku dimulai. Duluan aja,"

"Ayolah Karina. Gue gak mau sendiri, ntar ada genderuwo nyasab lagi minta nomor handphone gue."

Karina berdecak. Sahabat kesayangannya ini memang mempunyai kadar percaya diri yang over. Ya, meski tidak dipungkiri Viona memang berwajah cantik. Dengan rambut hitam tergerai sempurna dan bentuk tubuhnya yang seperti biola, serta kulit putih bersih seperti susu, tidak mustahil banyak lelaki yang tertarik padanya. Bahkan Karina beberapa kali mendengar curahan hati Viona yang galau ditembak tiga orang kakak tingkatnya.

"Sama gue aja,"

Mendengar suara lelaki, keduanya sontak menoleh. Di sana, tak jauh dari posisi mereka, dua orang lelaki tampak berjalan ke arah mereka. Yang satu memakai kemeja kotak-kotak berwarna biru dengan celana jeans dan sepatu kets, satu lagi memakai kemeja polos warna putih dengan celana kain hitam dan sepatu sport yang mengkilap. Hati Karina dipenuhi bunga-bunga yang mirip seperti bunga-bunga di halaman gedung departemen fisika. Tapi bunga di hatinya jauh lebih indah.

"Eh, Kak Kevin. Tumben lo ke sini Kak. Ngapain? Kok sama Kak Alfian juga?"

"Ih, yang sopan dong ngomongnya Viona!" lirih Karina sembari mencubit pinggang Viona. Viona hanya meringis menahan sakit.

"Nggak papa. Jangan kaku juga, nanti malah jadi batu." Dan lagi, perkataan Alfian baru saja mencubit pinggir hati Karina. Karina hanya tersenyum mengingat memang pembicaraannya dengan Alfian selama ini terkesan kaku dan formal. Di awal masuk universitas bahkan Alfian menggunakan kata "saya" bukan "aku" atau "gue" untuk berkomuninasi dengan Karina. Karina pun demikian.

"Tadi Kak Kevin bilang apa? Mau ke kantin bareng gue? Wah boleh juga tuh. Lumayan kan dapet kecengan baru yang guanteng sama keren ini,"

"Yaudah ayok, sebelum gue berubah pikiran nih,"

Kevin dan Viona lalu pergi tanpa mengajak Alfian dan Karina. Kini tinggallah Karina dan Alfian di sana. Kevin sengaja mengajak Viona pergi meninggalkan mereka agar Alfian punya waktu yang intens untuk bisa lebih dekat dengan Karina. Kevin tahu kalau kapten basketnya itu mulai membuka hati setelah sekian lama. Dan ketika hatinya itu terbuka, Karina datang paling awal menyambangi hatinya. Lagipula, Kevin juga ingin memiliki waktu yang khusus untuk mendekati Viona. Kevin memang tidak sekaku Alfian. Cocok dengan Viona yang notabenenya sama dengannya.

"Pulang nanti ada acara gak?" Alfian memulai pembicaraan setelah sekian menit mereka saling diam. Bicaranya tidak terlalu formal dan kaku seperti beberapa waktu lalu.

"Nggak sih Kak. Kenapa?"

"Aku mau ngajak kamu ke rumah. Bantuin aku bikin proposal buat kegiatan perlombaan liga olahraga tahunan. Aku denger kamu juara karya tulis ilmiah tingkat kabupaten. Siapa tahu dengan bantuan kamu, proposalnya tersusun rapi dan bisa diterima,"

"Darimana kakak tau?"

Alfian sedikit mencondingkan kepalanya ke waja Karina.

"Kamu tau? Aku punya stalker handal buat nyelidikin kamu,"

Karina mengerjap tak percaya. Keningnya berkerut.

"Liat wajah kamu yang kayak gitu aku jadi gemes. Jadi pengen ci-"

Karina yang kaget karena wajah Alfian yang semakin dekat dengan wajahnya lalu mendorong dada Alfian hingga jarak antara mereka sedikit jauh.

"Iya iya. Aku bisa bantu. Dasar kakak senior mesum," kalimat terakhir ia ucapkan lirih, hampir tak terdengar. Tapi sayang, telinga Alfian terlalu tajam untuk tidak mendengar lirihan sepelan itu.

"Bilang apa tadi?"

"Eh, nggak. Nggak bilang apa-apa. Kak Fian aku masuk kelas dulu, dosennya sebentar lagi masuk."

Alfian tetap berdiri di tempatnya. Memandang gadis yang membuat hatinya berbunga masuk ke dalam ruang kelas. Sebuah senyum kebahagiaan ia sunggingkan di bibir tipisnya.

Apa aku memang menyukainya?

***

Thanks😘😂

THE AFFORDABLE HEART (SERI 1) (TAMAT✔✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang