Bagian 36 : Manis

17 2 0
                                    

"Kamu adalah candu. Kamu lebih dari sekadar penawar rasa rindu. Kamu adalah racun yang merasuk ke dalam hatiku, menyentil bagian paling sensitif yang selalu ingin kujaga sepenuh jiwa."

-Alfian Mahendra

***

Jam makan siang sudah tiba. Alfian tengah membereskan laptopnya yang terasa panas akibat enam jam digunakan untuk mengetik. File yang sudah ia revisi sebelumnya ia simpan di dekstop, lalu menyalinnya ke dalam flashdisk. Otaknya terasa berasap jika terus terusan berkutat dengan alat yang satu ini.

Satu hal yang membuatnya terlihat jadi bodoh.

Skripsinya belum selesai juga.

Padahal ini sudah tengah semester, tapi skripsi yang ia ajukan baru diterima satu bab saja. Ia lebih banyak mangkir ketimbang memenuhi tugas skripsinya. Beruntung saja nilainya bagus semua, jadi ia tidak perlu repot-repot perbaikan nilai.

Kalau ia mau, dalam tiga bulan pun ia bisa menyelesaikan skripsinya. Hanya saja ia sedang berusaha keluar dari zona nyamannya sebagai mahasiswa tercerdas di kampus. Ia sedang jenuh dengan predikat peraih IPK tertinggi. Banyak orang yang memujinya. Menyanjung dirinya berlebihan.

Jika mahasiswa lain akan merasa bangga, Alfian tidak. Ia justru merasa tertekan sendiri. Ternyata, pujian tidak cukup membahagiakan dirinya. Ia seolah hanya menjadi batu loncatan pihak kampus untuk mendulang prestasi. Alfian tidak ingin seperti itu lagi. Ini bukan dirinya. Seingatnya, dirinya yang dulu adalah orang biasa yang hidup sesuai kemauannya. Memang sejak masuk perkuliahan, orang tuanya menyuruhnya fokus belajar dan mengesampingkan beberapa hal yang menurut mereka sia-sia namun terasa berharga untuk dirinya.

Misalnya, berkumpul bersama teman-teman dan bermain basket bersama klubnya.

Sejak kuliah, ia jarang berkumpul dengan teman-teman SMAnya. Semenjak kuliah juga, ia sudah jarang mengunjungi klub basket yang sudah menaunginya di Bandung. Bahkan mungkin namanya sudah dicoret dari daftar keanggotaan tim. Hanya bersama Kevinlah Alfian bisa menjadi dirinya yang dulu. Beruntung saja karena ekskul basket kampusnya aktif dalam LIMA. Jadi, Alfian masih bisa menyalurkan bakat dan hobinya.

Alfian memang sempat kecewa ketika ia tidak lolos seleksi timnas. Padahal itu adalah impiannya sejak dulu. Tapi ia selalu yakin bahwa ada jalan terbaik untuk dirinya.

Hidupnya terasa monokrom dan monoton. Apalagi sejak lukanya karena ditinggal Darina. Luka yang cukup dalam dan tertakik dalam hatinya

Warna abu-abu dalam hidupnya hilang begitu ia mengenal Karina. Alfian seperti menemukan kembali dirinya yang hilang. Baginya Karina adalah gadis yang penuh misteri.

Bayangkan saja, Karina yang terlihat polos dan tidak tahu apa-apa soal olah raga ternyata jago basket. Bahkan kemampuannya di atas rata-rata. Di balik tubuhnya yang proporsional ternyata tersimpan kekuatan fisik yang luar biasa. Bahkan hampir menyaingi kekuatan fisiknya. Ditambah lagi kegemarannya pada menulis hingga menjadikan dia seorang penulis yang cukup dikenal. Alfian saja mungkin yang tidak tahu karena dia tidak terlalu suka buku fiksi dan lebih terarik dengan buku ilmiah.

Pagi tadi, Karina mengiriminya pesan. Ia ingin Alfian menemaninya ke toko buku untuk membeli novel lagi. Tentu Alfian tidak menolak. Lagipula waktu kosongnya banyak. Latihan sedang libur hari ini.

Dengan semangat Alfian berjalan menuju parkiran. Karina sebentar lagi keluar dari kelasnya. Tak butuh waktu lama, lima belas menit kemudian Karina datang bersama Viona.

"Sudah siap?" tanya Alfian sembari terus mengumbar senyum. Membuat adik tingkat perempuan di sekitarnya berteriak histeris, seperti gadis SMA yang baru lihat the most wanted saja.

THE AFFORDABLE HEART (SERI 1) (TAMAT✔✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang