Terkadang, kita perlu memberi pelajaran pada orang yang berlaku kurang ajar kepada kita. Dengan sedikit hukuman, kita bisa membuat efek jera padanya.
-Karina Adiwinata
***
Alfian melajukan mobilnya meninggalkan lapangan basket. Hari benar-benar sudah sore. Jam menunjukkan pukul lima sore. Matahari sudah mulai membenamkan wajahnya di balik gunung.
Tatapan Alfian beralih pada gadis di sampingnya. Karina tengah tertidur. Wajahnya terlihat sangat lelah sekali.
Alfian ingat pada saat sebelum ini. Tentang bagaimana dia dan kawan-kawannya berhasil memenangkan pertandingan, tentang bagaimana gadis polos di sampingnya mampu membaca permainan lawan, dan masih banyak lagi.
Flashback on:
Skor kloter pertama berakhir 20-42. Tim Alfian kalah jauh dari tim lawan. Tentu karena mereka cacat satu pemain dan pemain pengganti tidak mampu menggantikan posisi.
Di tengah ketegangan itu, Karina maju dan berkata:
"Sebaiknya kita merubah strategi. Jika begini terus, kita tidak akan pernah menang."
Semua pemain menatap dengan tatapan bingung.
"Bagaimana bisa? Kau bahkan tidak mengerti strategi apa yang kita pakai tadi." sanggah Kevin.
"Percayalah padaku. Aku yakin strategi ini akan berhasil."
Merasa hampir putus asa, semua pemain akhirnya mendengarkan Karina.
"Begini. Mereka punya pemain center yang tinggi, sulit bagi kita untuk mencetak angka karena dia akan terus melakukan blokade. Lalu, shutter mereka juga pintar dan tembakannya akurat." yang lainnya manggut-manggut.
"Untuk menghalau blokade, salah satu pemain kita harus melakukan screen agar shutter kita dapat lolos. Begitu lolos, perhatian center akan teralihkan untuk merebut bola. Lalu, salah satu dari kita harus maju, shutter lalu mengoper bola pada pemain yang maju. Pemain yang menerima bola harus yang terdekat dengan ring. Setelah dapat bola, langsung lakukan shutting. Dengan kata lain kita menghindari blok dengan mengalihkan perhatian." Karina menghela napas sejenak. Lalu melanjutkan perkataannya.
"Untuk menerobos area pertahanan, kecoh deffender dengan satu atau dua pemain. Yang lainnya mencari tempat kosong."
Mata mereka berbinar tak percaya. Mengapa mereka tidak memikirkan hal seperti itu?
"Untuk area diffensive, kita gunakan formasi 3-2. Tapi harus ekstra hati-hati dan waspada karena lawan kita cukup pintar. Lalu, usahakan satu orang di depan untuk menerima fastbreak."
Semuanya berdecak tak percaya. Bagaimana mungkin seorang wanita polos seperti Karina memahami dengan detail strategi permainan? Entahlah. Pertanyaan mereka tidak terjawab karena peluit tanda permainan dimulai berbunyi lagi.
"Dan satu lagi, mereka memang cerdik. Tapi fisik mereka tak sekuat insting mereka. Kita coba bermain agresif tapi berkesinambungan untuk menguras tenaga mereka."
Detik demi detik berlalu. Awal yang didominasi permainan lawan kini berbalik arah. Tim Alfian mendominasi permainan berkat strategi baru yang diterapkan atas usulan Karina. Fisik lawan memang tidak cukup kuat hingga lawan sering gonta-ganti pemain. Dan itu jelas mengacaukan formasi.
Jika strategi tim Alfian sudah terbaca lawan, Karina dengan cepat menggantinya. Karina juga pandai membaca permainan lawan. Tembakan demi tembakan terus dilancarkan tim Alfian hingga tim lawan kewalahan.
Pertandingan berakhir dengan kemenangan gemilang bagi tim Alfian. Skor mereka terpaut sangat jauh, 58-91.
"Lain kali, jangan pernah meremehkan wanita. Bisa jadi dia lebih kuat dan lebih pintar darimu." Nada suara Alfian terdengar menyindir Galang, ketika mereka bersalaman sebagai tanda sportivitas.
"Tambahan dariku, sebaiknya kau diet untuk menurunkan berat badanmu. Fisikmu sangat payah tadi" sambung Karina yang langsung diiringi gelak tawa dari semua pemain. Galang hanya tersenyum hambar. Harga dirinya turun drastis hanya karena seorang wanita.
"Aku tidak bermaksud mempermalukanmu. Mungkin sedikit pelajaran bisa membunuh sifat sombongmu itu." Tukas Karina.
Flashback off
Alfian benar-benar tidak percaya bahwa Karina semahir itu dalam permainan. Ia jadi berpikir, tidak mungkin seorang pemain amatir bisa secerdas Karina. Dia seperti sudah terlatih dan terdidik. Itu bisa dilihat dari cara bermainnya tadi, sangat apik dan hati-hati.
"Aww" Karina meringis memegang perutnya.
"Kau kenapa?" tanya Alfian sedikit panik.
"Sepertinya aku lapar, Kak. Tenagaku sepertinya tersedot habis."
"Kalau begitu, kita mampir dulu ke rumah makan. Kita makan dulu di sana."
"Kenapa repot-repot ke rumah makan? Di kedai kaki lima juga tidak apa. Di sana lebih enak."
"Baiklah kalau itu maumu."
Di dekat perempatan, Alfian memarkirkan mobilnya. Ia dan Karina lalu bergegas masuk ke sebuah kedai soto yang tampak ramai.
"Mang, sotonya dua ya." teriak Karina sambil duduk di kursi lesehan yang tersedia di samping kedai. Malam sudah datang.
"Siap Neng."
Sambil menunggu pesanan datang, Alfian memulai pembicaraan.
"Karina, aku mau bertanya sesuatu padamu. Dan kau harus menjawabnya dengan jujur."
"Ya?"
"Apa kau seorang pemain basket?"
"Kenapa memangnya? Apa aku terlihat seperti itu?"
"Melihat caramu bermain dan strategimu tadi, sepertinya kamu bukan pemain sembarangan. Selain itu, kau sangat cerdas membaca permainan lawan."
Karina menghela napas.
"Ah, kau terlalu berlebihan Kak. Itu hanya strategi biasa. Aku menggunakannya karena melihat lawan seperti mereka. Lagipula, strategi seperti itu mudah terbaca kalau lawan kita benar-benar cerdas."
"Benarkah? Dari mana kau tahu?"
"Ayahku dulu seorang pemain basket juga. Aku banyak belajar darinya."
"Hmmm... Pantas saja kalau begitu."
Mereka berdua lalu menyantap soto yang sudah terhidangkan. Mata Alfian lalu terasa panas ketika melihat beberapa lelaki menatap Karina dengan tatapan memuji.
Astaga! Dia baru sadar kalau Karina masih memakai kaus tim basket yang kedua lengannya lekmong dan celana selutut. Pantas saja lelaki-lelaki itu menatap nyalang ke arah Karina karena bagian ketiaknya terbuka dan apa saja bisa dilihat di sana. Apalagi kulit putih Karina terlihat begitu menggoda ditimpa cahaya lampu temaram.
"Kau tunggulah di sini."
"Kakak mau ke mana?"
"Mengambil jaket untuk menutupi tubuhmu. Aku tidak bisa membiarkan tubuhmu menjadi tontotan lelaki jalang seperti mereka."
Karina tersentak kaget. Ia memang baru sadar kalau beberapa bagian tubuhnya terbuka. Kalau mamanya tahu, dia pasti dimarahi.
Karina lalu bergegas menyelesaikan makannya. Ia lalu berlari mengejar Alfian. Karina tidak mau berlama-lama disitu karena merasa tidak nyaman dengan pakaiannya dan tatapan nyalang para lelaki itu.
"Aku ikut, Kak."
***
Ciee Karina diperhatiin Alfian😐 Jadi cemburu authornya😑
Jangan lupa vote and comment👌✌
Thanks😘
KAMU SEDANG MEMBACA
THE AFFORDABLE HEART (SERI 1) (TAMAT✔✅)
Ficción GeneralHadirmu adalah anugerah terindah bagiku. Kau seolah-olah terlahir sebagai pengganti atas bagian dari jiwaku yang telah lama hilang. Aku selalu berpikir, mungkinkah kau adalah malaikat tanpa sayap yang dikirimkan Allah untuk menjagaku? "Kau mau menun...