Bagian 17 : Mine

29 4 0
                                    

Rasa cinta itu bisa datang kapan saja tanpa kau minta. Bisa dalam wujud suka atau dalam bentuk lainnya. Pahami dan kenali setiap rasa yang datang dan bergemuruh dalam dada. Analisa, lalu simpulkan apakah kau akan melanjutkan rasa cinta itu atau membiarkannya tumbuh secara liar.

-Alfian Mahendra

***

Hari ini Karina harus menelan satu pil pahit dalam sejarah studinya. Pasalnya, ia lupa mengerjakan tugas mata kuliah fisika modern gara-gara semalam suntuk menyelesaikan naskah yang sudah dikejar-kejar deadline. Karina selalu seperti itu. Jika sudah rajin, maka ia akan rajin serajin-rajinnya. Jika ia malas, maka ia juga akan malas-semalas-malasnya. Satu selesai, yang lain terbengkalai.

"Lo kenapa? Muka lo kusut banget tau," Viona yang penasaran pada perubahan sahabatnya ini akhirnya membuka suara. Tidak biasanya sahabatnya ini menekuk muka seperti itu.

"Hmmm... Aku lupa ngerjain tugas matkul fisika modern. Dosennya datang tiga puluh menit lagi. Gimana dong?"

"Hah? Seriusan lo? Sejak kapan lo jadi anak bandel kayak gini? Kenapa lo gak ngerjain tugas lo?" Viona bertingkah lagi. Sifat pendidiknya muncul lagi. Selama ini Viona memang selalu marah kalau Karina tidak mengerjakan tugas. Bukan tanpa alasan, Viona hanya tidak ingin sahabatnya berada dalam kesulitan ketika tidak mengerjakan tugas. Jika kebanyakan orang menyuruh sahabatnya menyontek saat genting, Viona tidak. Ia akan lebih memilih menyuruh mengerjakan walau hanya satu nomor. Setidaknya, jawaban diperoleh hasil pemikiran sendiri. Karina yang sudah mengerti perangai Viona pun sama mengertinya. Maka tak heran jika keduanya menjadi murid teladan saat masih di SMA dulu, bahkan menjadi rival memperebutkan gelar juara.

"Iya maaf. Tadi malam aku ngerjain naskah, udah dikejar deadline. Harus dikirim hari ini juga," Karina berdecak sebal.

"Naskah? Yang ke berapa? Emang masih diterbitkan Rin? Bukannya lo udah bilang mau berhenti nulis ya?"

"Vi, bisa nggak nanyanya satu-satu? Aku pusing dengernya,"

Viona mendengus.

"Oke, sorry. Sekarang jawab,"

"Hmmm... Tadinya iya, mau berhenti. Tapi setelah dipikir, aku mau lanjut aja. Sekalian buat ngisi waktu kosong,"

"Oke, bagus. Gue dukung lo,"

"Terus ini tugas aku gimana?"

"Kerjain sendiri lah. Mana gue tahu, gue udah gak belajar fisika lagi, wleeee"

Bolehkah Karina menenggelamkan sahabatnya ini ke kolam coklat agar berhenti bicara?

📖📖📖

Semenjak Karina kenal Alfian, Karina jadi sering pulang bersama Alfian ketimbang dengan Viona. Walau Karina merasa tak enak karena sering jarang bersama Viona, tapi Viona tidak pernah marah. Ia mengerti posisi Karina. Viona bahkan mendukung penuh Karina, agar sahabatnya itu bisa membuka hatinya untuk sosok Alfian. Lagipula, akhir-akhir ini Viona juga sering diantar Kevin, si wakil ketua basket.

"Sudah siap?" tanya suara itu. Karina mengangguk, lalu masuk ke mobil Alfian. Rencananya hari ini mereka mau mampir sebentar ke pasar malam yang jaraknya sekitar empat belas kilometer dari kampus. Ya, hanya untuk sekedar menikmati waktu luang.

Mobil Alfian melesat membelah keramaian kota. Matahari sudah mulai turun dari peraduannya, hendak berganti tugas dengan bulan. Lampu-lampu penerangan jalan dan lampu dari beberapan kios perdagangan sudah menyala. Satu jam kemudian mereka sampai.

Karina langsung turun dengan wajah super sumringah. Ia suka pasar malam. Dulu, saat ayahnya masih hidup, mereka sering pergi bersama. Karina bahkan rela tidak diberi uang jajan hanya demi pergi ke pasar malam. Menurutnya, pasar malam bisa menjadi salah satu pelepas penat. Di tempat super gemerlap ini Karina bisa merasakan suatu kebebasan.

"Kenapa?" Alfian lalu bertanya karena bingung melihat wajah Karina yang berubah sedikit sendu sekarang.

"Tidak apa-apa, Kak. Aku hanya ingat papa. Dulu, kami sering pergi ke sini bersama."

Alfian yang mengerti arti kesedihan Karina hanya mengangguk. Memang tidak mudah melupakan kenangan tentang seseorang, apalagi orang tersayang.

"Mau harum manis gak?"

Wajah Karina berbinar senang.

"Boleh? Kak Fian yang traktir ya?"

"Iya, tunggu di sini,"

Alfian lalu berjalan menghampiri seorang pedagang harum manis yang menjajakan harum manis beragam varian warna.

"Bang, harum manisnya dua ya, warna pink dan hijau," si pedagang lalu mencabut dua plastik yang diinginkan Alfian lalu menyodorkannya.

"Buat pacarnya ya Mas?"

"Dia bukan pacar saya, Bang. Ini uangnya,"

"Wah saya kira pacarnya. Cantik lho Mas, cocok sama Masnya yang ganteng," Alfian hanya tersenyum. Ia enggan meladeni ocehan si abang pedagang harum manis itu. Setelah mendapat kembalian, Alfian segera pergi meninggalkan pedagang itu. Dua plastik harum manis itu ia sodorkan kepada Karina. Karina berjingkat riang.

"Makasih kakak, baik banget deh,"

Dengan gerakan cepat Karina lalu merobek plastik pembungkus harum manis itu. Kemudian Karina duduk di sebuah kursi yang terletak di samping stand penjual jam tangan. Tangannya mencomot kembang gula itu, lalu memasukannya ke dalam mulutnya.

Alfian yang sedari tadi berdiri menyunggingkan senyum termanisnya. Sayangnya senyum itu tidak dilihat Karina karena saking sibuknya makan harum manis. Alfian jadi gemas sendiri. Ingin sekali ia mengacak rambut gadis manis itu, tapi urung ia lakukan. Ia takut mengganggu mood bagus gadisnya.

Tangannya lalu mengambil gambar Karina secara diam-diam. Sesaat kemudian Alfian mengetikkan sesuatu di bawah foto itu, lalu mengklik opsi "unggah". Klik. Foto berhasil diunggah. Alfian senyum penuh arti, lalu berjalan menghampiri Karina.

"Nyari wahana lain yuk," Karina mengangguk. Dengan cepat segera ia habiskan kembang gulanya yang tinggal setengah itu.

"She's mine. Forever, always mine😘"

***

Semoga ucapan di captionmu menjadi kenyataan, Alfian. Karena kalau tidak, kau akan membuatnya terluka.

Vote kalau suka✌

Thanks😘

THE AFFORDABLE HEART (SERI 1) (TAMAT✔✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang