Manusia punya batasan dalam diri mereka. Baik tentang fisik maupun jiwa, keduanya sama-sama rapuh. Maka jangan pernah sekali-kali membuat keduanya semakin rapuh.
-Alfian Mahendra
***
Semenjak kejadian di kantin beberapa hari lalu, perlahan tapi pasti bisik-bisik cemooh dan ejekkan dari para penggemar Alfian terhadap Karina mulai berkurang. Tidak sedikit dari mereka justru malah berbalik mengantri menjadi teman Karina. Sekarang mereka tak lagi berbicara sarkastik atau mem-bully, apalagi sampai berbuat macam-macam. Mereka takut bernasib sama seperti yang dialami perempuan yang menyiram dan memaki-maki Karina tempo hari.
Karina yang memang diajarkan untuk tidak mempunyai dendam kepada siapapun menerima mereka dengan tangan terbuka. Dia menerima mereka tanpa memikirkan perbuatan buruk yang sudah dilakukan mereka kepada dirinya. Karena itulah, semakin hari semakin banyak yang menyeganinya.
Karina sedang asyik membaca buku di perpustakaan. Buku setebal satu kepalan tangan orang dewasa itu ia lahap halaman demi halaman. Hari ini jadwal kuliahnya sedang kosong. Jadila ia pergi ke perpustakaan seorang diri. Sebenarnya ia ingin mengajak Viona, tapi mengingat Viona sedang sibuk belajar menghadapi ujian tengah semester, keinginan itu urung ia lakukan. Karina tidak ingin sahabatnya tidak lulus ujian hanya gara-gara waktu belajarnya ia ganggu.
"Hai. Karina ya? Boleh aku duduk di sini?" tanya seorang laki-laki berkacamata. Karina menolehkan kepalanya menatap laki-laki itu, lalu mempersilahkannya duduk di sampingnya.
"Iya. Silahkan, Kak."
"Panggil Rio aja. Aku baru tingkat tiga kok."
"Oh begitu ya. Ya tetep aja 'kan kak Rio lebih tua dari aku."
"Aku gak tua-tua amat kali. Oh ya, kamu ikutan basket ya? Denger-denger katanya mau ada pertandingan?"
"Iya. Biasalah, LIMA (Liga Mahasiswa)."
"Oh iya-iya. Kamu mahasiswa FMIPA Fisika 'kan ya?"
Belum sempat Karina menjawab pertanyaan Rio, Alfian datang sambil membawa setumpuk buku tebal. Ia lalu meletakkan buku-buku itu di depan Karina. Matanya memandang tak suka pada Rio.
"Minggir. Saya mau duduk di sini," usir Alfian. Rio hanya mengernyitkan kening seolah bertanya 'kenapa' tapi tak ia katakan secara lisan. Ia tahu kakak tingat seniornya ini kalau sudah bicara dingin dan formalnya minta ampun. Bikin semua orang yang diajak bicara langsing ciut nyalinya.
"Kak Fian. Gak boleh gitu. Dia 'kan yang datang duluan. Kakak duduk di sana aja," ujar Karina sembari menunjuk kursi di depannya.
Mau tak mau akhirnya Alfian menurut juga. Ia duduk di depan Karina. Matanya terus memandang tak suka kepada Rio yang mengajak Karina mengobrol seolah-olah mereka sudah saling mengenal. Sesekali Karina tertawa mendengar ocehan Rio dan mengabaikan keberadaan Alfian seolah-olah Alfian hanya patung manekin saja. Alfian terus memandang Rio dengan tatapan intimidasi. Bibirnya mengerucut dan alisnya disatukan. Sayang, mereka terhalang oleh meja. Alfian tidak bisa memukul Rio atau menariknya keluar.
Lama-lama Alfian kesal sendiri. Karina terus saja menanggapi ocehan Rio dan mengabaikannya. Matanya yang tajam menusuk Rio seakan berkata 'pergi kau dari sini'. Merasa ditatap sedemikian tajamnya oleh Alfian, nyali Rio mulai menciut. Ia merasa tidak nyaman karena sedari tadi Alfian terus menatapnya. Rio tidak mau mencari masalah dengan membuat gara-gara dengan Alfian. Ia tahu kakak seniornya ini bisa bertindak apa saja. Tanpa pikir panjang, ia pun pamit pada Karina.
"Udah puas ngobrolnya? Udah puas diemin aku? Udah puas bikin aku jadi patung yang nontonin kamu?" tanya Alfian bertubi-tubi.
"Udah," jawab Karina enteng. Ia terkikik geli.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE AFFORDABLE HEART (SERI 1) (TAMAT✔✅)
Fiksi UmumHadirmu adalah anugerah terindah bagiku. Kau seolah-olah terlahir sebagai pengganti atas bagian dari jiwaku yang telah lama hilang. Aku selalu berpikir, mungkinkah kau adalah malaikat tanpa sayap yang dikirimkan Allah untuk menjagaku? "Kau mau menun...