*Saat ku serahkan cinta dan kau menerima. Detik setelahnya adalah waktu kita untuk saling bertukar cerita.*__ Karena tanpa rasa, kisah kita tiada tercipta __
***
Sudah sepuluh menit lamanya Dewa berdiri mematung di depan pintu. Tangannya yang sudah mengepal di udara, masih enggan untuk mengetuk benda bercat putih di hadapannya.
Suasana dirinya menyatakan cinta pada gadis itu masih bersemayam dalam jiwa. Semalam, Dewa sampai tidak bisa tidur karena ucapannya sendiri masih terngiang-ngiang ditelinganya.
Peluk gue dong!
Ah! Itu bukan Dewa sekali bung. Jadi geli sendiri jika Dewa mengingat hal itu. Dewa sebenarnya masih malu jika harus bertemu Cantik, hatinya perlu beradaptasi dengan suasana baru yang akan mereka jalani.
Dan pagi ini, Cantik meminta Dewa untuk mengantarnya ke toko bunga. Jangan lupakan jadwal rutin gadis itu setiap hari Minggunya, Cantik selalu membeli bunga Tulip untuk mamah Lena. Tapi nampaknya, hari ini ada yang berbeda. Sebab bukan Gagah lagi yang akan menjemputnya.
Terlalu lama bergelut dengan pikirannya, Dewa sampai tak sadar kalau pintu rumah yang sedari tadi belum ia sentuh sudah terbuka. Bola matanya mendapati sosok wanita cantik yang ia yakini adalah Tante Lena.
Buru-buru Dewa menyalimi wanita itu. "Pagi tante," sapa Dewa ramah.
"Pagi," sahutnya dengan raut wajah bingung. Pasalnya Mamah Lena belum pernah bertemu Dewa sama sekali.
Dewa yang paham dengan gerak-gerik wanita di hadapannya langsung memperkenalkan diri. "Saya Dewa, tante."
Mamah Lena manggut-manggut. "Oh jadi ini yang namanya Dewa?"
Hanya senyum manis dan anggukan Dewa menanggapi. Sejujurnya ia degdegan saat ini, perkataan tante Lena membuat Dewa jadi berpikir kalau putri tunggalnya itu sudah menceritakan tentang jati dirinya. Apa Cantik juga bercerita soal kejadian semalam? Berarti mamahnya sudah tahu kalau Dewa ini adalah.
"Pa--"
"Pagi Dewa ... udah dari tadi ya?" pertanyaan Cantik memotong ucapan mamah Lena yang belum terselesaikan. Senyum Dewa mengembang, melihat Cantik muncul di balik pintu dengan wajah berseri seperti sekarang membuat dadanya jadi tambah berguncang.
"Enggak ... mau langsung jalan?" tanya Dewa.
"Boleh," sahut Cantik semangat. "Mah, Cantik jalan dulu ya sama Dewa," sambungnya.
"Iya, hati-hati sayang."
Cantik mencium punggung tangan mamah Lena, diikuti Dewa juga setelahnya. Selepas berpamitan, Cantik dan Dewa berjalan menghampiri mobil putih yang sudah bertengger di depan gerbang rumah Cantik.
Saat Dewa akan membukakan pintu mobilnya untuk Cantik, gadis itu menahannya."Cantik bisa sendiri, Wa." Cantik menolaknya halus. Ia hanya tak ingin diberi sikap berlebihan oleh Dewa. Meski terkesan romantis tapi Cantik menghindari itu.
"Oke."
Ketika keduanya sudah berada di dalam mobil, Dewa langsung menyalakan mesin kendaraannya. Sebelum Dewa menginjak pedal gas, ia menoleh ke arah Cantik sekilas. Gadis itu melupakan sesuatu.
Tubuh Dewa mendekati Cantik, menciptakan jarak enam sentimeter diantara keduanya. Dewa menatap Cantik lekat.
"De. Dewa mau apa?" tanya Cantik gugup.
Dewa yang melihat tingkah lucu gadis itu justru terkikik pelan. "Mau cium lo."
Mata Cantik membola, ia langsung menepis jarak keduanya dengan cepat. Namun Dewa tak menyerah, ia tetap meraih sabuk pengaman dan memasangkannya ditubuh gadis itu. "Lo lupa pake ini."

KAMU SEDANG MEMBACA
ALFABET
Fiksyen RemajaDari mana kita bisa menyampaikan rasa untuk orang yang kita cinta. Dari mana kita bisa mengucapkan indahnya kata-kata. Dari mana pula kita mampu membuat cerita dalam dunia nyata. Dan kenapa juga kita bisa untuk bicara. Kalian tau? Semua karena dia...