Part 26. Celaka

817 83 254
                                    

*Definisi Cinta itu?*

__ Rela melakukan apa saja demi kebahagiannya __

***

"Lo beneran pacaran sama Dewa?"

"Kenapa Gagah tanya itu?" suara perempuan di sebrang telfon terdengar gugup.

Gagah merubah posisi tidurannya menjadi duduk di atas kasur. "Jadi bener lo udah pacaran?"

"Gah ... Cantik itu sukanya sam--"

"Dewa?" potong Gagah dengan nada dinginnya. Padahal mulutnya mati-matian ia katupkan agar tak menyebut nama pria itu. Entah karena apa, semenjak Bento dan Rafi memberi kabar soal kedekatan Cantik dan Dewa, Gagah jadi tidak suka.

"Gagah lagi kenapa, sih? Kok sikapnya jadi beda lagi, gak kayak kemarin-kemarin. Kalau Gagah udah tunangan sama Lisa, ya udah jangan urusin masalah pribadinya Cantik dong," Sindiran yang Cantik ucapkan cukup membuat dada pria itu berdetak tak teratur. Apa ia sudah tidak di perbolehkan lagi mengetahui segala hal soal sahabatnya itu?

Jempol Gagah memencet icon warna merah di layar ponselnya, ia memutuskan sambungannya secara sepihak. Percuma Gagah menelfon Cantik malam ini, tidak ada klarifikasi. Yang didapat hanya lah rasa sakit hati karena kalimat gadis itu.

Ah! Sakit hati? Benarkah Gagah sakit hati? Cemburu begitu? Nampaknya Gagah masih ragu untuk mengakui itu, Gagah pikir ia hanya tak suka jika sahabatnya dekat dengan laki-laki lain. Sebatas tak suka saja, bukan cemburu.

Gagah membanting ponselnya ke sembarang tempat. Pikirannya jadi tidak fokus untuk acaranya besok malam. Meski lomba olimpiade tingkat provinsi nya sudah terselesaikan, tapi sekolahnya membuat acara camp sendiri untuk siswa-siswi yang mengikuti lomba tahun ini. Rasanya, Gagah jadi malas mengikuti acara itu, ia ingin cepat-cepat pulang dan bertemu Cantik.

Saat Gagah akan beranjak dari tempatnya, ia dikagetkan dengan suara deheman dari kasur atasnya. Ya, memang kamar yang ia tinggali ini menggunakan ranjang susun seperti kamar-kamar panti asuhan.

Gagah melongok dan mendongak, ia mendapati makhluk yang setipe dengan dirinya, Iyasa. Gagah memilih untuk satu kamar dengan Iyasa karena pria itu tidak banyak bicara, hampir sama seperti dirinya.

Iyasa melepas kacamata minusnya dan menutup buku paket kimianya. "Kenapa lo?"

"Sejak kapan lo disitu?" bukannya menjawab Gagah justru balik tanya.

"Sejak tadi."

Gagah membaringkan kembali tubuhnya di kasur, kedua tangannya dilipatkan sebagai bantalan kepalanya. Sementara Iyasa yang duduk di kasur atas, kembali lagi membuka bukunya.

"Jadi, lo denger gue telfonan sama dia?" Gagah melanjutkan lagi perbincangannya.

"Dia siapa?" tanya Iyasa tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.

"Ya, dia."

"Ya, dia siapa?"

"Dia, Yas," jawab Gagah mulai geram.

"Ya, siapa?"

Gagah berdecak sebal karena pertanyaannya hanya dijawab dengan pertanyaan. "Cantik."

"Oh." Jawaban singkat Iyasa membuat Gagah jadi bertambah kesal. Ternyata masih ada laki-laki yang lebih menjengkelkan dari dirinya.

Gagah memilih untuk diam, ia jadi malas mengajak ngobrol Iyasa yang jutek begitu. Pikirannya kini kembali lagi pada Cantik, perempuan yang akhir-akhir ini berkeliaran di dalam otaknya. Berada jauh dari sisi gadis itu membuat perasaan Gagah jadi sedikit runyam.

ALFABETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang