Dari mana kita bisa menyampaikan rasa untuk orang yang kita cinta. Dari mana kita bisa mengucapkan indahnya kata-kata. Dari mana pula kita mampu membuat cerita dalam dunia nyata. Dan kenapa juga kita bisa untuk bicara.
Kalian tau? Semua karena dia...
Selesai mendengar namanya di panggil, wanita berusia setengah abad itu langsung ngibritke tempat dimana Cantik berada.
"Ya Allah, Neng Cantik akhirnya pulang juga" tutur Bi Asih antusias, tangannya sibuk meraba tangan Cantik seakan memastikan bahwa gadis di depannya ini tidak kenapa-kenapa.
"Maaf ya bi, Rabu kemarin Cantik gak pulang. Cantik masih sebel sama mamah"
"Iya bibi tau, Neng Cantik udah makan?" tanya Bi Asih merubah topik obrolannya.
"Udah bi. Kemarin waktu Cantik gak pulang mamah nyariin gak?" tanya Cantik penasaran.
Raut wajah Bi Asih kontan berubah, ia bimbang untuk menjelaskan.
"Kenapa bi? Mamah gak nyariin Cantik yah?"
"Bu Lena gak pulang juga seminggu ini, tapi ngabarin bibi katanya ada urusan di Palembang. Bibi gak tau ibu pulangnya kapan neng.."
Mendengar ucapan Bi Asih membuat hati Cantik mencelos begitu saja, mamahnya pergi jauh tanpa memberitahu anaknya.
"Maaf ya neng, bibi gak ngomong sama Neng Cantik soal ini. Bibi takut nanti malah Neng Cantik tambah marah sama ibu.."
Cantik hanya diam tak bergeming, ia meresapi rasa sakit, kecewa, marah, serta rindunya yang bercampur menjadi satu. Sosok wanita yang ia kenal dengan penuh perhatian dan kehangatan itu, kini benar-benar tak seperti dulu. Hidupnya berubah, Cantik bukan lagi prioritasnya.
Semenjak papah Cantik meninggal dunia, semua perusahaan milik almarhum dikelola oleh Mamah Lena. Wanita berumur 38 tahun itu pun menjadi sibuk dengan dunia barunya, dunia kerja yang sudah dijalaninya selama 3 tahun belakangan ini. Karena hal itulah Cantik merelakan kasih sayang yang seharusnya ia dapat tapi tidak didapat, mengorbankan waktu bersamanya dengan sang mamah menjadi hilang, Cantik membiarkan tempat mengadu keluh kesahnya tenggelam dalam kesibukkan, dan sekarang gadis itu hanya mengumpulkan puing-puing kerinduan yang ada di diri seorang ibu. Yah! Cantik rindu, sangat rindu!
Kata orang diluar sana, orang tua bekerja untuk anak, banting tulang mencari duit demi kebahagiaan anaknya. Ya, Cantik akui, mamahnya memang mampu memenuhi kebutuhan materi untuk Cantik, tapi itu semua jadi tak bermakna kalau kebutuhan batinnya terabaikan. Padahal, hal yang sesungguhnya seorang anak butuhkan adalah kehadiran ibu sebagai seorang ibu. Ibu yang banyak menceritakan kisah-kisah kehidupan, ibu yang menyuguhi berbagai pesan moral, dan ibu yang banyak memberikan nasihat kebaikan. Namun, itu semua tak diraih oleh seorang gadis yang bernama Ayu Bunga Cantika.
Terkadang, Cantik ingin menunjukkan rasa marah dan kecewa yang ada dihati nya, tapi ia tidak mau dan tidak bisa. Paling hanya minggat dari rumah sebagai tanda kalau dirinya sedang ngambek, pergi nya pun hanya ke rumah Gagah yang letaknya ada disamping rumahnya sendiri. Walaupun Cantik sudah memberi kode pada mamahnya, tapi Mamah Lena tidak pernah menjemput atau membujuk Cantik supaya pulang ke rumah, seolah beliau tak peduli dengan putri tunggalnya itu. Meski begini adanya, Cantik sangat menyanyangi mamahnya, Mamah Lena adalah harta paling berharga satu-satunya yang ia punya, dan harus ia jaga. Cantik juga sangat bersyukur pula karena Tuhan telah memberikan keluarga kedua yang senantiasa ada untuknya, keluarga Hadiwijaya. Mereka lah yang bisa membuat Cantik menjadi sosok periang, penjahil, suka tertawa dan selalu bahagia. Walaupun itu semua hanyalah benteng untuk menutupi kesedihannya.
"Neng Cantik jangan sedih yah? Kan ada bibi disini nemenin Neng Cantik, sama Mang Asep juga" ujar Bi Asih menghibur.
Cantik mengangguk mengerti, lalu menyodorkan buketbunga pada Bi Asih. "Titip buat mamah ya bi"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.