* Mau seberapa jauh pun kamu menghindar, tetaplah aku yang menjadi rumah untuk bersandar *__ Pergi untuk kembali __
***
Kaki Cantik bergerak kesana-kemari, tangisnya belum juga mereda. Sesekali ia mengigit kuku tangannya, perasaannya kini berkecambuk, rasa takut, gugup, cemas, dan sedih menyelimuti jiwanya. Apalagi Dewa kecelakaan karena menyelamatkan nyawanya.
Gagah yang duduk tenang di kursi tunggu depan ruang UGD menatap Cantik bingung, ia ingin menenangkan gadis itu hanya saja Gagah ragu, mengingat Cantik bersikap seperti tadi.
Limabelas menit berlalu, keadaan masih tetap sama. Cantik yang masih mondar-mandir di depan pintu dan Gagah yang masih duduk tenang di kursi tunggu.
"Can," panggil Gagah namun tak direspon oleh Cantik. Yang ada dipikiran gadis itu hanya satu, kondisi Dewa di dalam ruangan.
"Cantik lo bisa duduk dulu? Tenangin diri lo," ucap Gagah membuat Cantik berhenti dari aktivitasnya, Cantik menatap lelaki itu datar.
"Cantik benci sama Gagah."
Seketika itu hati Gagah jadi berdentum-dentum, perasaannya tidak enak. Namun bukan Gagah namanya jika tidak bisa menyembunyikan apa yang sedang ia rasakan.
Gagah bangkit dari duduknya, lalu menuntun Cantik agar ikut duduk. Tapi gadis itu menolaknya, ia menepis kasar tangan Gagah.
"Cantik benci sama Gagah," ulang Cantik penuh penekanan. Kehadiran Gagah di dekatnya sekarang justru membuat gadis itu menjadi emosi. Lagian, bukannya Gagah seharusnya masih ada di Semarang? Kenapa malah ada disini?
"Lo benci sama gue?" tanya Gagah purau.
"Ya."
Gagah tersenyum tipis, sangat tipis. "Maaf," ujarnya terdengar tulus.
Cantik meneguk ludahnya susah payah, jawaban Gagah benar-benar di luar dugaan.
"Maaf karena gue egois. Maaf kalau gue gak nepatin janji buat terus lindungin lo." sambungnya.
Dengan mata yang masih berair, Cantik menatap Gagah lekat, masih tak percaya dengan apa yang Gagah katakan. Benarkah lelaki di hadapannya kini adalah Galih Ghataris Hadiwijaya? Sahabatnya yang kemarin menjelma seperti musuh dadakan?
"Gagah masih ingat sama janji itu?"
Gagah mengangguk. Masih sangat jelas di ingatannya saat dimana papah dari sahabatnya meninggal dunia. Gadis berumur 14 tahun itu berputus asa, tak mau lagi melanjutkan sekolahnya, tiga bulan lamanya mengurung diri di kamar, gadis itu sendirian, merasa kesepian. Ditambah lagi karena sang mamah yang menjadi sibuk dengan dunia kerjanya, beliau sampai lupa membagi waktu untuk putri sulungnya.
Dan waktu itu Gagah datang, tetangga sebelah rumahnya yang mampu membuat gadis itu bangkit, merangkul disaat Cantik merasa terpukul, memberi semangat lewat sikapnya yang hangat. Bahkan ia berjanji untuk selalu menjaga gadis itu dimana pun, kemana pun, dan sampai kapan pun. Namun, masalah yang mereka alami akhir-akhir ini menciptakan jarak yang tadinya dekat jadi kian menjauh.
"Lo boleh benci sama gue, tapi maaf. Gue gak bisa benci sama lo."
Emosi Cantik menyurut dalam sekejab, ucapan Gagah benar-benar membuat hatinya jadi merasa iba.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFABET
Teen FictionDari mana kita bisa menyampaikan rasa untuk orang yang kita cinta. Dari mana kita bisa mengucapkan indahnya kata-kata. Dari mana pula kita mampu membuat cerita dalam dunia nyata. Dan kenapa juga kita bisa untuk bicara. Kalian tau? Semua karena dia...