Murid-murid berlalu lalang, menantikan saat yang ditunggu-tunggu. Pulang, dan mengistirahatkan tubuh yang telah lelah, otak yang penat, dan hati yang capek. Sama halnya dengan keinginan Kanza, tapi keinginan hanyalah keinginan. Ia menunda keinginan itu dengan tetap berdiam diri di kelas. Bersembunyi, sampai sekolah terlihat sepi.
Kanza tengah menghindari pria itu, pria pemaksa dengan tingkat kepedean tinggi. Dan menyebalkan, menurut Kanza.
Setelah dipastikan semuanya pulang, dan tinggal Kanza sendirian. Ia berjalan gontai ke parkiran, tanpa memperdulikan orang yang tengah memperhatikannya di motor besar.
Ia membawa langkahnya ke halte sebrang sekolah, tidak ingin menunggu tepat di depan gerbang, takut jika orang yang ia hindari tiba-tiba datang dengan wajah menyebalkannya.
Belum sempat ia melangkah untuk menyebrang, tubuhnya oleng dikarenakan tidak melihat jalan yang ia jajak, hingga berakhir dengan lutut yang cedera, dan ringisan nyeri.
"Sudah dibilang jangan melarikan diri!" cowok itu mengomel tanpa membantu terdahulu.
"Apa itu luka? Bangun, kita bersihkan dulu." cowok itu hendak membantu Kanza dengan mengulurkan lengannya, tapi ditepis oleh Kanza.
"Gausah! Saya bisa sendiri." dengan tertatih Kanza bangun dan berjalan mendahului Cowok itu.
"Keras kepala." Cowok itu menyeret Kanza ke warung dekat sekolahnya, tidak mungkin ia mereka pulang dengan keadaan kaki Kanza yang terluka.
Cowok itu meminta air hangat dengan beberapa tisu, lalu mulai berlutut membersihkan luka di lutut Kanza.
"Aww.." Kanza meringis, perih rasanya.
Cowok itu menahan kaki Kanza agar tidak bergerak kembali, dengan tangan yang satunya fokus membersihkan luka di lututnya.
"Kau tau akibatnya kan jika tidak patuh terhadap ku?"
"Cepat bereskan, saya ingin pulang." ucap Kanza malas menanggapi omelan cowok menyebalkan ini.
Reza menempelkan plester di lutut Kanza, kemudian beranjak untuk mengembalikan sebuah wadah bekas air tadi ke pada bibi warung.
"Makasih, Bu."
Reza lalu menaiki motornya, disusul Kanza. Ia memberikan helm terdahulu, kemudian menarik pedalnya, menuju rumah Kanza.
***
"Jangan ceroboh lagi!" Reza memperingati Kanza yang sudah turun duluan dari motornya.
"Atau kau akan tau akibatnya,"
"Sudah terhitung tiga kali bapak berbicara seperti itu, dan saya bosan mendengar nya!"
Reza turun dari motornya, ia menghadap ke arah Kanza, tinggi Kanza semampai, sebatas bahu Reza. Kanza memiliki paras cantik, Reza menyadari itu ketika pertama kali ia bertemu, matanya memikat Reza, sungguh, Reza dapat tertarik padanya hanya karena ia menatap manik cantik itu.
"Matamu bagus."
"Saya tau, dan terimakasih untuk tumpangan nya, Pak. Tanpa mengurangi rasa hormat, apa tidak sebaiknya bapak pulang dan melakukan hal lain? Daripada disini dan menatap saya seperti itu?" Kanza risih dengan tatapan Reza, tatapan yang seakan ia ingin menelanjanginya sewaktu waktu.
Reza tidak merespons, entah setan dari mana hingga ia berani meraih dagu Kanza dan membawanya mendekat. Ia mendaratkan ciumannya di bibir kanza, sekilas. Mungkin hanya satu detik, membuat Kanza melotot, dan amarahnya memuncak.
"Sampai jumpa hari besok, saya pamit." sebelum kena amukan Kanza, Reza dengan buru buru menaiki motornya dan berlalu meninggalkan Kanza dengan sumpah serapahnya.
"DASAR GURU MESUM!"
***
Reza memasuki rumahnya dengan terkekeh geli, jarang jarang ia seperti itu, hingga dapat menarik perhatian sang Ayah yang tengah berada diruang keluarga.
"Kenapa kamu ketawa seperti itu? Seperti orang gila sekali."
Reza dengan cepat mendekati sang Ayah.
"Ayah tau anaknya Om Bimo? Dia udah gadis, Yah!"
"Tau lah, Bimo kan sahabat Ayah, rencananya Ayah juga akan menjodohkan mu dengan anak nya." sahut Ayah Reza dengan enteng.
"Serius?!!" Reza terkejut bukan main.
"Kenapa? Gak mau? Ya sudah, ayah jodohkan saja dengan Adriel."
"NO!"
"Reza mau! Kalo bisa secepatnya, Yah!" Reza sangat senang mendapatkan kabar seperti itu, jadi tidak sabar rasanya dijodohkan dengan orang yang dapat memikat dirinya sepersekian detik.
"Kenapa kamu tau anaknya Bimo? Ayah kan gak pernah ngenalin dia ke kamu sama sekali."
"Dia dipindah sekolahkan oleh Om Bimo. Dan di titipkan ke Reza, katanya anaknya jahil, makanya dia was-was."
"Oh, ya? Terus?"
"Apanya yang terus?"
"Terus setelah kamu tahu anaknya Bimo? Kamu jatuh hati."
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
MHT (Completed)
Teen Fiction[18+] Perjodohan itu gak segampang yang kalian pikir, Kalo aja gak bisa memadu padankan pikiran dengan keadaan. Tak ayal jika hubungan itu bisa saja gagal. Perjodohan itu gak seindah yang kalian baca di cerita lain, Banyak yang dengan mudah menerima...