Matahari mulai terbenam, para tamu undangan pun sudah bepergian pulang, hanya ada beberapa saja yang masih tinggal.
Kanza terkejut ketika ia melihat Pak Hasan tengah bercengkrama dengan Reza. Tamat lah sudah riwayat pendidikannya.
Kanza pergi ke kamarnya, ia hanya ingin sendiri dan menangis, menangisi masa depannya yang ada pada rambu kelabu, cita citanya pupus, ia hilang harapan.
Dilain sisi, Reza sudah lelah, seharian ini ia menyalami para tamu dan mengucapkan terimakasih, ia ingin beristirahat.
"Koper nya Kanza sudah di siapkan, Mah?" Aurlyn mengangguk, ya, kini Reza sudah resmi menjadi bagian dari keluarganya maka dari itu, panggilan terhadap Aurlyn pun sama seperti Kanza memanggilnya.
"Kanza Kemana?"
"Kayaknya ke atas deh, biar mama yang lihat ya, kamu masukin ini ke mobil aja, Eza." Begitulah Aurlyn memanggilnya.
Reza membawa beberapa koper untuk dimasukkan kedalam mobil, koper yang berisikan beberapa pakaian miliknya dan Kanza. Dibantu oleh Pak Dim.
Reza sudah bersiap untuk pergi, sedang Kanza baru saja datang dan menghampirinya, bersamaan dengan orang tua Kanza dan Reza.
"Nanti setiap seminggu sekali, kalian nginep di rumah kami ya. Atur saja waktunya oleh kalian." Bunda Naya, diangguki oleh keduanya.
Kanza menyalami keempatnya, dan sedikit bercipika cipiki. Disusul Reza.
"Saya titip Kanza, Nak."
Reza mengangguk, sejurus kemudian keduanya memasuki mobil untuk menuju rumah barunya, rumah yang dibeli oleh Reza. Sengaja, agar ketika ia menikah hidupnya tidak bergantung pada kedua orang tua. Ia akan belajar mandiri, dan membina hubungan dari nol.
Kanza bergeming di dalam mobil, pikirannya terlalu banyak beban, ia tidak tahu bagaimana cara menghapusnya satu persatu. Rasa nya, semua itu datang beriringan dan memaksa diam dipikirkan Kanza.
Reza sesekali mencuri pandang pada Kanza, ia masih mengenakan tuxedo dan gadis Disampingnya masih dibaluti gaun pengantin. Ia tidak henti hentinya memuji Kanza, Kanza cantik. Dan terus seperti itu di dalam batinnya.
Mereka memasuki pekarangan rumah yang minimalis, tidak terlalu besar, dan tidak terlalu kecil juga. Sangat pas jika di tinggali oleh keduanya.
"Ayo turun," Ujar Reza buka suara setelah beberapa lama ia diam.
Kanza masih bergeming. Reza mengelus rambut Kanza, membuat sang empunya tersentak kaget.
"Kita sudah sampai."
Kanza turun mendahului Reza, dan tidak memperdulikan reza yang kesusahan membawa beberapa koper.
"Buru buru amat, kuncinya aja masih di saya."
Kanza mendelik sebal, dengan langkah malas ia berjalan kembali pada Reza dan membuntutinya.
"Perlu bantuan, om?" tawar Kanza dengan setengah kesal.
"Tidak usah, ayo masuk, kamu perlu istirahat." balas Reza lembut.
Kanza mengedikan bahunya acuh, seakan bilang terserah.
Reza dan Kanza yang ada di belakangnya masuk kedalam rumah, Kanza yang sudah lelah langsung mendaratkan bokong nya di sofa yang tersedia.
"Om, gue gak mau ya sekamar sama lo. Terserah lo tidur dimana, yang penting jaga jarak sama gue 10 meter." tegas Kanza.
"Jangan khawatir, saya tidur di kamar sebelah kamar mu, dan jika membutuhkan saya. Kamu tinggal panggil saja." jelas Reza.
"Yaudah, dimana kamar gue?" Kanza bangkit dan bertujuan untuk langsung tidur di kamarnya, ia perlu istirahat.
"Diatas, sebelah kanan."
Kanza mengangguk dan langsung ngacir ke kamarnya, setelah sampai, ia membuka pegangan pintu. Dan betapa terkejutnya ia melihat keadaan kamarnya dengan nuansa klasik, perpaduan warna coklat dengan sprei berwarna putih.
"Gilak, elegan banget." Kanza langsung berhambur ke arah masing King size nya. Berguling kesana kemari, tanpa sadar jika ia masih memakai gaun pernikahannya.
"Aw!" pekik nya, sebab beberapa pernak pernik gaunnya menusuk punggung nya, dan itu membuatnya kesakitan.
"Kau seperti anak kecil sekali, bukalah dulu baju itu. Dan ganti pakai baju tidur mu." Suara bariton itu mampu membuat mood Kanza turun kembali, kenapa ia selalu saja merusak suasana? Dan apa tadi? Anak kecil. Ah, Kanza lupa. Ia menikah dengan pria dewasa.
Kanza berdiri, menghadap ke arah nya dengan wajah menyebalkan khas miliknya. "Tanpa lo kasih tau, gue juga bakal ganti baju kali, dan satu lagi.. jangan pernah panggil gue anak kecil, Om Pria dewasa!" ucapnya dengan nada penekanan pada panggilan nya untuk Reza.
"Syuhh.. Syuhh.." Kanza mengibaskan lengannya diudara, mengusir pria yang ada diambang pintu kamar miliknya.
Memang memiliki istri seperti Kanza itu harus memiliki tingkat kesabaran yang tinggi, jika tidak. Mungkin perang dunia akan ada kelanjutannya.
***
Mentari kian menyapanya, Reza yang sudah bangun dari beberapa menit yang lalu. Kini ia harus melihat keadaan istrinya, tapi, niat itu Reza urungkan terlebih dahulu. Ia harus membuat sarapan untuknya, agar perlahan tapi pasti. Kanza luluh pada Reza.
Reza mengambil beberapa potongan roti dan menumpu nya dengan selai didalam nya, kemudian ia menyeduh susu untuk dirinya dan istrinya. Setelah dirasa semuanya siap, Reza menyimpan semuanya di atas nampan, untuk dibawa ke kamar Kanza. Ia berniat sarapan bersama disana.
Reza membuka knop pintu, dan langsung menampilkan gadis dengan balutan selimut menggulung tubuhnya.
Reza menyimpan sarapan itu di nakas, tangannya bergerak untuk menepikan rambut kecil yang menutupi wajah cantik Kanza.
"Bangun," ucap Reza yang terdengar seperti bisikan lembut.
Kanza masih terpejam, bahkan, elusan di rambutnya malah membuat dirinya nyaman, dan tak kunjung membuka matanya.
"Hey.. bangun anak kecil." belaian tangan Reza beralih pada pipi chubby Kanza, salah satu aset yang Kanza miliki dan Reza sukai.
"Engh.."
"Ayo bangun, kita sarapan."
Kanza menggeliat lucu, dan mengerjab mencoba mengumpulkan kesadarannya.
Setelah dirasa penuh, dan sadar keberadaan Reza. Kanza tidak terganggu, dan membiarkan nya begitu saja."Jam berapa sekarang?"
"Delapan."
"HAH! LO SERIUS?! KENAPA GAK BAGUNIN GUE DARI TADI SIH?! ADUH TELAT GUE!" Pekik Kanza beruntun, membuat Reza memijat pelipisnya pelan.
"Kanza, kau masih diberi libur. Dan jangan bertingkah seperti itu, duduk lah. Dan makan sarapan mu."
Kanza mengecek ponselnya, hari Senin. "Libur dari mananya? Hari ini hari Senin!"
"Apa kau lupa, kemarin baru saja kita menikah? Pihak sekolah memberi izin untuk berlibur 2 hari."
Kanza diam tak berkutik.
"Makanlah, aku akan mandi." Reza melewatinya begitu saja. Membuat Kanza bingung sendiri, ada dua gelas susu, apa ia harus meminum keduanya?
"Kenapa kau harus bangun di pagi hari, ddick!" Maki Reza di sela langkahnya menuju WC.
Makian itu ditujukan pada Adiknya, ia bangun hanya karena melihat Kanza yang memakai tank top dan hotpans di atas lutut. Wajar saja, Reza pria normal.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
MHT (Completed)
Teen Fiction[18+] Perjodohan itu gak segampang yang kalian pikir, Kalo aja gak bisa memadu padankan pikiran dengan keadaan. Tak ayal jika hubungan itu bisa saja gagal. Perjodohan itu gak seindah yang kalian baca di cerita lain, Banyak yang dengan mudah menerima...