My Husband's Teacher
Hari yang ia tunggu tunggu akhirnya tiba, dimana ia merasakan gugup yang sebenarnya, melebihi ketika ia pertama presentasi di kelas ketika ia masih SMP. Sudah beberapa kali ia menghela nafasnya, namun rasa gugup nya tak kian hilang.
"Sudah siap, Nak?"
"Insyaallah, Bunda? Apa Reza terlihat tampan?"
"Kau memang selalu terlihat seperti itu, Nak! Ayo, kita berangkat, jangan sampai mereka menunggu lama."
Reza dengan balutan tuxedo, dan kemeja hitam di dalamnya— anggap saja kau melihatnya seperti itu, dan abaikan turtleneck di lehernya. Ia seperti pria dewasa, tampan, dan mempesona.
Ia memasuki mobil yang akan membawanya ke tempat yang tak henti menggonjang-ganjing hatinya.
Edward melirik putranya sekilas namun, dapat ia tangkap jika putra pertamanya itu tengah gelisah, dan tegang? Mungkin.
"Tenang saja Reza, mereka tidak akan memakan mu." Edward mencoba mencairkan suasana, hingga terdengar kekehan dibelakang kemudi, Naya. Wanita paruh baya itu terkekeh dengan ucapan Edward—suaminya.
"Iya tenang saja, jangan memperlihatkan wajahmu yang tegang seperti itu! Kau tidak akan di beri pertanyaan oleh orang lain seperti saat kau presentasi di sekolah menengah!" timpal Naya.
Adriel— adiknya tertawa terbahak disamping ibunya, "Hahaha.. Iel masih inget waktu itu, dia hampir pingsan kan, Bunda? Sungguh, itu sangat memalukan sekali!!"
Reza menoleh dengan cepat, ia mengulurkan lengannya, mencoba menenyor kepala adiknya, yang sudah mencoba membangkitkan kenangan beberapa tahun silam. "Diam kau, keparat!"
"Reza!" Tegur Naya. Ya, memang seperti itulah Reza sebenarnya, mudah terpancing emosi, dan tidak segan mengucapkan kata kasar jika emosinya sudah terpancing.
Reza berbalik dan merapikan tuxedo nya.
"Dulu Ayah juga seperti mu, bibir pun terasa kelu ketika tangan sudah berjabat dengan penghulu. Dan konyol sekali waktu itu ayah tidak berhenti keluar masuk toilet, karena tidak bisa menahan ingin kencing."
Adriel kembali tertawa, bahkan tawanya meledak-ledak. "Aduhh... sakit perut Iel!" Ia merintih disela-sela tawanya. Membuat Naya dengan gemas memukul anak bontot nya itu.
"Ih, Bunda. Ayah sama Mas itu berlebihan, Iel aja pernah nikah-nikahan sama Laura, biasa aja tuh. Gak gerogi, apalagi demam kencing seperti Ayah." imbuhnya tanpa dosa.
Edward menggeleng, "Ayah gak ngerti, sebenernya gen siapa sih yang ada didalam tubuhmu itu, Iel? Mengapa kau jauh berbeda dengan Reza yang kebanyakan mirip papa mu ini, kamu lebih menyebalkan darinya."
"Jika kau sudah berumur nikah, kau sendiri akan mengetahui perasaan yang sedang dialami, Mas mu ini. Dan nikah-nikahan seperti itu tidak sakral! Awas saja, Jangan sekali-kali mencobanya lagi, atau akan ku potong junior mu untuk kedua kalinya." lanjut Edward dengan ancaman, membuat Adriel dengan cepat menutup miliknya dengan kedua tangannya, ketika mendengar ancaman sang ayah di akhir ucapannya.
Kini bagian Reza untuk tertawa, dan melupakan rasa gugup dan gelisah nya. Hingga tidak terasa mobilnya sudah berada di pekarangan tempat yang akan membuat mulutnya, merapalkan sumpah sakral sekali, dalam seumur hidupnya.
***
"Ma? Apa mama yakin Kanza bisa?" ditatapnya sang mama yang tengah memandang Anak gadisnya dengan tatapan tak percaya.
"Mama masih gak percaya, Neng. Kalo kamu sudah besar, dan akan menikah."
Mendengar itu, air mata Kanza berderai, bukan hanya mamanya,tapi dirinya sendiri juga tidak percaya atas semua ini.
Apa ini takdir?
Ekspresi apa yang harus ia tampilkan sekarang? Senang, sedih, atau kah marah? disisi lain, ia senang karena dirinya dapat melihat raut bahagia yang terpancar di wajah masing masing orang tuanya. Di sisi lain, ia sedih, karena dirinya menikah dengan orang yang tidak ia cintai. Kemudian ia marah, menyalahkan dirinya, mengapa harus sekarang? Disaat ia memiliki Bisam. Apa yang harus ia katakan pada cowok itu?
"Jangan menangis, nanti make up nya luntur." Aurlyn menangkup pipi Kanza mengusap buliran air mata yang luruh disana, kemudian ia merengkuh tubuh ramping Kanza, menyalurkan energi padanya, walaupun sebenarnya ia juga tidak tega melihat anak satu satunya, dijodohkan dengan orang yang belum ia cintai sama sekali, bahkan baru dikenali nya beberapa hari lalu.
Tapi ia memiliki firasat jika Reza adalah yang terbaik untuk anaknya, dan insting seorang itu tidak pernah meleset.
Sang Baba menyembul dari balik pintu, kemudian berhambur memeluk keduanya, ia terharu akan kebesaran hati Kanza yang dengan suka rela menerima perjodohan ini. Ia rela mengorbankan dirinya untuk kebahagiaannya dengan Aurlyn. Walaupun, tidak dipungkiri ini semua untuk kebahagiaan dirinya juga.
Kanza melihat sang baba yang menenteng secarik kertas, tak lama dari itu ia menyelipkan kertas tersebut pada saku jas nya.
"Kamu putri kecil, Baba. Dan akan selalu seperti itu. Kanza, Baba mohon. Apapun yang terjadi nantinya, jangan sampai kau pergi. Baik itu dari Reza, maupun kami."
"Karena kami tahu betul apa yang terbaik untuk kamu. Dan setiap orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya, begitupun kami."
Bimo mengecup puncak kepala anak gadisnya, air mata yang sedari ia tahan lolos begitu saja.
Ya. Tidak ada Ayah yang dengan besar hati melepas anaknya begitu saja.
"Ayo." Kanza di papah oleh kedua orang tuanya, menuju ruangan bawah. Tempat dimana Ijab Qabul diselenggarakan. Para tamu sudah datang, yang hanya rekan kerja dari Bimo dan Edward saja. Mereka sudah memadati ruangan, ruangan yang menjadi saksi bisu sumpah sakral itu.
Tidak ada acara resepsi yang meriah, karena status Kanza yang masih pelajar. Dan itu akan merusak citranya sebagai pelajar. Bahkan, baik teman Kanza maupun teman Reza pun tidak diikut sertakan dalam acara ini.
"Mempelai wanita sudah ada, baik, kita mulai ijab qabulnya."
Penghulu itu mulai menjabat lengan kokoh Reza, "Ikuti ucapan saya, dalam satu helaan nafas."
"Bismillahirrahmanirrahim. Saya nikahkan anda, Reza Daylon Kavindra, dengan Kanza Aedlyn Husain binti Bimo Arkana Husain dengan seperangkat alat Solat dibayar tunai!"
Reza merapalkan ucapan sakral itu sesuai dengan perintah penghulu. Hingga dengan serempak para saksi mengucapkan kata sah.
Bersambung...
WHO's excited for the next chapter?
KAMU SEDANG MEMBACA
MHT (Completed)
Teen Fiction[18+] Perjodohan itu gak segampang yang kalian pikir, Kalo aja gak bisa memadu padankan pikiran dengan keadaan. Tak ayal jika hubungan itu bisa saja gagal. Perjodohan itu gak seindah yang kalian baca di cerita lain, Banyak yang dengan mudah menerima...