Changbin hampa. Hidupnya seperti ada yang kurang. Ada yang hilang.
Dia sudah coba sibukkan diri. Membuat lagu, mencari inspirasi, bekerja di kantor papanya, sampai membantu tukang kebun memotong rumput di halaman rumah.
Changbin masih merasa kosong.
Bukannya dia tak tahu alasannya. Namun alasannya sendiri menolak mengisi kehampaannya.
Sudah dua minggu sejak dia datang diacara bakti sosial. Bertemu dengan gadis yang berhasil membayangi hidupnya.
Changbin menyesal membiarkan gadis itu pergi tanpa mengetahui namanya lebih dulu.
Pada akhirnya, dia menyerah. Membiarkan takdir memainkan ceritanya. Walaupun diam-diam masih berharap. Dapat bertemu dengan gadis itu walau hanya sekejap.
Changbin menutup novel yang baru selesai dibacanya. Sedih. Tapi dia tak menangis. Hanya ikut merasa sesak.
"Bang udah selesai belum lo?" Jisung keluar dari kamar mandi.
"Udah, berangkat sekarang?"
"Hm, bawain bukunya sekalian. Tunggu dimobil."
Changbin mendengus. Tapi tetap menuruti permintaan Jisung. Bangkit dari posisinya. Keluar dari indekos temannya itu dan masuk kedalam mobil dengan sebuah buku ditangan kanan.
Mesin dinyalakan. Jisung tak kunjung keluar. Changbin bosan. Melirik novel di jok sebelah, tangannya gatal ingin mengambil. Toh, baru selesai membaca ceritanya. Belum membuka profil penulisnya.
Ah, dia jadi ingat gadis itu. Dia bilang, dia seorang penulis, kan?
Tangannya membuka halaman paling belakang. Alis Changbin menukik heran. Di halaman profil penulis hampir kosong. Tanpa foto. Hanya ada satu kalimat disana.
"Takdir Tuhan selalu yang paling indah."
-feliciaa"Ngapain bang?"
Changbin hampir melempar novel itu saking kagetnya. Matanya menatap Jisung tajam, kesal karena dikagetkan dengan eksistensi Jisung yang tiba-tiba sudah di dalam mobil.
Jisung acuh. Dia kan hanya tanya, Changbin saja yang kagetan.
"Bedah bukunya dimana?"
Tangan Changbin lihai memutar kemudi mobil. Mengeluarkan kendaraan itu dari parkiran indekos Jisung. Mobil turun ke jalan. Melesat cepat meninggalkan tanpa jejak.
"Di aula kampus gue." Jisung mengambil novel yang dilempar Changbin asal di dashboard mobil. "Menurut lo, novelnya gimana bang?"
Changbin menggumam. Masih fokus mengendari mobil menuju kampus Jisung. Tempat diadakan acara bedah buku yang sekarang dipegang Jisung.
"Indah." satu kata. Menurut Changbin sudah mewakilkan segalanya.
"Penulisnya dateng, Ji?" diam-diam, Changbin kepo dengan penulis bernama pena Feliciaa.
"Kak Fel datenglah. Makanya gue mau ikut. Orangnya cantik, bang."
"Namanya Felicia-a" Changbin mengeja huruf a dibelakangnya.
"Felicia Atmaja, nama penanya Felicia-a."
Changbin bertanya ragu. "Cantik?"
"Indah." Jisung meniru ucapan Changbin sebelumnya.
Jeda beberapa menit untuk Changbin perang dengan batinnya.
"Bedah bukunya buat umum kan, Ji?"
Entah kenapa, dia yakin itu gadis penulis dua minggu lalu.
••
Felicia menarik nafas panjang. Dia tidak gugup. Sudah biasa mengisi acara bedah buku. Tapi kali ini berbeda. Entah kenapa jantungnya berdetak kuat. Dentumannya terdengar memekakkan. Felicia bingung sekaligus heran.
Acara bedah buku tinggal lima belas menit lagi. Tersisa sesi tanya jawab. Dia mendesah lega. Tubuhnya lelah, perlu istirahat. Akhir-akhir ini dia sering sibuk bolak-balik luar kota untuk acara bedah bukunya yang terbaru.
"Ada yang ingin bertanya?" sang mc mempersilahkan.
Banyak tangan terangkat. Tapi hanya satu yang terpilih.
"Iya itu mas yang pake topi warna hitam, bukan yang itu, yang sebelahnya, iya, silahkan, mas, berdiri."
Felicia membelalak. Kaget melihat sosok yang ditunjuk mc. Itu laki-laki dua minggu lalu. Laki-laki yang berhasil membuatnya susah tidur akhir-akhir ini.
Dug dug dug
Felicia memegang dadanya. Meredam suara detak jantungnya sendiri. Walaupun tak berguna.
"Silahkan perkenalkan nama dan langsung pertanyaannya, mas."
Dia tersenyum. Menatap lurus pada Felicia yang menghindari kontak mata.
"Nama saya Changbin. Mau bertanya. Dapat inspirasi cerita sedih begini, darimana?"
Felicia mendesah lega. Pertanyaanya normal. Bahkan curiga. Laki-laki itu sudah lupa sosoknya. Kalau iya, berarti takdir belum berpihak padanya. Yah, kurang beruntung mungkin.
Felicia memberanikan kontak mata. "Dari pengalaman pribadi. Kisah percintaan sama mantan saya."
Changbin mengangguk-angguk. "Saya mau ramal, buku kamu selanjutnya pasti happy ending."
Alis Felicia terangkat satu. Changbin melanjutkan. "Karena diangkat dari kisah nyata juga. Kisah percintaan saya sama kamu."
Satu aula mendadak ramai. Koor 'cie' terdengar dari seluruh sudutnya. Felicia malu. Merutuki Changbin dalam hati.
Changbin tersenyum puas. Senang sudah membalaskan dendamnya karena tidak diberi nama dua minggu lalu.
Dan jangan lupakan Jisung. Dia syok. Memandang Changbin dan Felicia bergantian seakan berkata,
"Changbin Seo bangsat!"
Jelas tak terima Kak Fel cantiknya digombali begal sekelas Changbin. Jisung tak rela.
••
KAMU SEDANG MEMBACA
destiny.✔
Fanfictionft seo changbin felicia, changbin, dan takdir yang mengikat mereka. AU 2019, seobarbie.