• onze

1.4K 332 34
                                    

Felicia memarkirkan mobil di basement. Setelah mengambil tas, pintu mobil dibukanya. Dia keluar dari sana. Memeluk tubuhnya sendiri, Felicia berjalan cepat menuju lift.

Tangannya terangkat untuk tekan tombol lantai dimana apartement Changbin berada. Laki-laki itu yang mengundang, rindu katanya. Dia sudah tawari untuk beri jemputan. Tapi Felicia yang bawa mobil, memilih meminta alamat dan datang sendiri.

Ting tong

Felicia tekan bel. Tak lama setelahnya, pintu terbuka. Menampilkan Changbin dengan sisa air yang menetes dari ujung rambutnya. Bau sabun dan shampo menguar menyapa hidung Felica. Bahkan handuk masih bertengger dileher laki-laki itu.

"Baru selesai mandi, ya?"

Changbin tak jawab. Pilih pindai Felicia dari ujung kepala sampai kaki.

"Kehujanan, Fel?" Changbin menggiring Felicia masuk ke apartemennya. "Kamu parkir mobil dimana? Basement, kan? Atau basementnya bocor?"

Felicia tersenyum geli. Kenapa sih, Changbin menggemaskan jika sedang khawatir begini?

"Kamu tahukan hari ini aku gantiin sekertaris Papa yang cuti sakit? Nah tadi aku parkir mobilku di parkiran luar kantor bukan di basement. Aku kan nggak tahu kalo bakal hujan deres. Karena nggak bawa payung, aku lari dari depan kantor ke parkiran, alhasil aku basah gini. Apalagi blazernya, tapi udah kulepas dimobil. Abis dingin."

Felicia jelaskan pada Changbin sembari mengikutinya menuju kamar. Mereka masuk ke dalam. Changbin sibuk menyisir isi lemari, mencari pakaian yang sekiranya pas untuk dipakai Felicia.

Sebuah kaos dan celana training berwarna senada Changbin pilih. Diulurkannya pada Felicia. "Ganti dulu, dingin." Changbin tunjuk pintu warna putih di pojok kamar. "Kamar mandinya di sana."

Setelahnya mereka berpisah karena urusan masing-masing. Changbin keluar dari kamarnya, Felicia masuk kamar mandi.

Sepuluh menit kemudian, Felicia temui Changbin di dapur. Rupanya sedang buat dua gelas susu cokelat hangat. Felicia tahu dari baunya. Manis.

Sadar ada orang lain selain dirinya di dapur, Changbin langsung taruh secangkir susu buatannya di hadapan Felicia yang duduk dimeja makan.

"Diminum, biar anget."

Felicia mengangkat Cangkir hingga didepan wajah. Menyeletuk sebelum minum.

"Gini doang mana anget."

"Terus maunya gimana?" Changbin tatap Felicia yang sudah menaruh cangkirnya.

Felicia gunakan tangan kirinya untuk angkat tangan kiri Changbin. Menaruh tangan itu diatas tangan kanannya sendiri. "Gini tambah anget." Felicia menatap Changbin. Berikan sorot menantang dengan senyum polos.

Changbin terkekeh. Tarik tangan Felicia dan tempelkan telapak gadis itu pada lehernya. "Gini lebih anget." tak lupa sebuah smirk dia tampilkan sebagai penyempurna.

"A-a-apaansih?!" Felicia salah tingkah. Tarik tangannya kembali laku menyembunyikannya dalam balutan kedua lengan diatas meja.

Changbin alihkan pembicaraan. Ikut canggung gara-gara insiden anget-angetan tadi.

"Belum makan, kan? Aku delivery, ya? Mau makan apa?"

"Kulkas ada isinya, nggak?" Felicia berdiri berjalan menghampiri kulkas.

"Ada sih." pikirannya berusaha ingat apa saja isi kulkasnya. "Mau masak, Fel?"

Yang ditanya mengangguk. Menenggelamkn diri dibalik pintu kulkas. "Iya, udah kamu tunggu aja."

Changbin menurut. Anteng di kursinya. Biarkan dapur sepinya diobrak-abrik Felicia seperti yang gadis itu lakukan pada hatinya.

Kedua sudut bibir Changbin tertarik. Lihat Felicia kesana-kemari. Ambil ini-itu. Potong dan cuci sayuran. Siapkan wajan, tuang minyak, menumis bawang. Changbin suka lihatnya. Felicia nampak lebih indah berkali-kali lipat. Apalagi dengan pakaian Changbin yang gadis itu kenakan.

"Aku baru sadar, bajunya kegedean ya, fel?"

"Iya. Aku nggak nyangka kamu pendek tapi bajunya gede banget." Felicia tertawa mengejek.

"Nggak usah bahas tinggi. Aku sensitif masalah itu," balas Changbin datar.

Tapi bukannya takut, Felicia malah tertawa keras-keras. Tawa yang buat Changbin rela buang jauh-jauh perasaan kesalnya. Demi menikmati tawa Felicia yang buat dia bersumpah, belum pernah ada suara yang lebih indah dari ini.

Setelahnya kembali hening. Changbin sibuk perhatikan Felicia. Felicia fokus pada masakannya.

Mata Changbin bergulir kekanan dan  kiri ikuti kemanapun Felicia pergi. Dia beri sorot memuja pada sosok yang jadi fokusnya. Bahkan tanpa sadar, Changbin ungkapkan kalimat yang lewat dipikirannya.

"I swear I see flowers blooming from  your chest and galaxies in your eyes. I see the stars on the tip of your tongue and the sun on your skin."

Felicia dengar. Tapi enggan berbalik. Dia malu. Walaupun berharap banyak, kalimat itu Changbin tujukan untuknya.

Sedangkan Changbin, berusaha redam suara detakan organ tubuhnya. Harap-harap cemas akan reaksi lawan bicaranya yang kadang susah ditebak pemikirannya. Sama seperti dia.

"Felicia," panggilan Changbin menggantung. Biarkan Felicia hentikan aktifitas memasaknya sejenak.

Dia terpaksa panggil. Felicia tak kunjung beri respon, dia takut gadis itu tak dengar. Padahal butuh keberanian tinggi untuk dia ucapkan kalimat itu.

Felicia ragu-ragu putar badan. Mata mereka saling bertemu pandang. Changbin beri sorot teduh. Buat Felicia makin tak bisa rasakan detak jantungnya yang bertabuh terlalu kencang.

"Felicia, you are the world to me."

••

sorry for late update😭😭😭😭😭🙏🙏🙏🙏🙏

destiny.✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang