• vingt huit

1K 235 19
                                    

setel lagu mellow dulu boleh kali hehe

































Changbin sudah tidak perduli. Barangkali dia memerangkap Felicia dalam pelukannya sudah terlalu lama. Pun Felicia ikut bersikap tak acuh. Membiarkan Changbin memeluknya di bandara, dalam keadaan banyak orang yang berlalu-lalang, bahkan beberapa dari mereka, secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, memerhatikan interaksi keduanya.

Felicia yang sadar lebih dulu, jika mereka sudah terlalu lama saling mendekap, berusaha untuk lepaskan tangan Changbin dari bahunya. "Lepas, Changbin. Nanti kamu ketinggalan pesawat," cicit Felicia, terdengar samar teredam oleh dekapan Changbin.

"Nggak mau," tolak Changbin. Kepalanya menggeleng sebelum kembali menunduk untuk sembunyikan wajahnya dibalik bahu dan rambut Felicia. "Changbin ...." Felicia mendesah kesal karena kekasihnya itu tidak kunjung melepaskan pelukannya.

"Iya-iya, Fel." Pada akhirnya, Changbin mengalah. Menarik satu nafas kuat-kuat, agar dapat menyimpan aroma Felicia dalam ingatannya. Kemudian dia melonggarkan tangan. Melepaskan Felicia dengan enggan.

"Fel ...," panggil Changbin sembari meraih tangan Felicia dan menggenggamnya erat. "Aku janji aku akan pulang, secepat yang aku bisa ..."

"Changbin ...."

"Aku janji, Fel. Kalo nanti aku libur, aku bakal balik, kamu juga bisa main ke sana 'kan? Aku bakalan kirim alamat aku ..."

"Changbin!"

Changbin akhirnya berhenti berbicara begitu Felicia menaikkan nada saat memanggilnya. Nafasnya tidak beraturan menahan emosi yang mendadak naik. Hatinya tidak mau pergi, dia ingin tinggal, tetapi tidak bisa. Changbin harus pergi. Barangkali karena itulah emosi dalam dirinya meluap-luap.

"Dengerin aku dulu," pinta Felicia lembut. Tangan gadis itu mengelus punggung tangan Changbin. "Kamu mau 'kan dengerin aku? Aku mau jawab pertanyaan kamu waktu itu."

Changbin mengangguk pasrah. Kemudian kembali pertemukan tatapan mereka berdua. Jujur, dalam hati kecilnya, Changbin berharap, Felicia tidak akan pernah menjawab pertanyaannya. Sungguh itu lebih baik. Karena dia tidak bisa bohong jika dia takut tidak akan sanggup mendengar jawaban kekasihnya itu.

"Aku ...."

Felicia menggantung ucapannya untuk menghela nafas sekali lagi. Entah mengapa sisa-sisa keberanian yang sudah dikumpulkannya sejak lama menguap begitu saja.

Tetapi tidak. Dia sudah bertekad dalam hati. Bagaimanapun reaksi Changbin nanti. Felicia harus katakan jawabannya sekarang juga. Atau tidak sama sekali.

"Aku ...."

"Aku mau kita ... Berhenti disini," ucap Felicia pelan. Kemudian memilih untuk menundukkan kepala dalam. Berusaha menahan diri untuk tidak menarik kembali kata-kata yang sudah keluar dari mulutnya.

"Tapi ... Kenapa?" suara Changbin bergetar saat mengatakannya. Membuat hati Felicia semakin tercabik. Menyakiti Changbin adalah hal yang paling dia hindari dan dia benci. Namun, kini dia sukses melakukannya. Dia menyakiti Changbin-nya.

"Kenapa, Fel?" Changbin mengulangi pertanyaannya dengan suara tercekat. Mendesak Felicia untuk menjelaskan, walaupun dia sendiri susah payah menahan air mata yang ingin membludak jatuh.

Felicia memejamkan mata saat merasakan sakit yang menelusup dadanya kini memberontak semakin brutal. Hingga bukan hanya menoreh namun juga mengoyak hatinya semakin dalam. Felicia menarik kedua sudut bibir. Memaksakan senyum sebelum kembali mendongak dan menatap Changbin.

destiny.✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang