• vingt sept

995 232 23
                                    

"Iya, ini Felicia sama Changbin udah di jalan kok, Bun."

"..."

"Paling lima belas menit lagi sampai di bandara."

"..."

"Iya, Bunda."

"..."

"Iya, dadah, Bun. Sampai ketemu di bandara."

Setelah sambungan telepon mati, Felicia menatap sebentar pada layar ponsel yang menampilkan foto Changbin sebagai wallpapernya. Dia tersenyum kecil, kemudian segera matikan benda itu dan memasukkannya ke dalam tas selempang yang dia pakai.

"Di bandara ada siapa aja?" tanya Changbin dari balik kemudi mobil. Menginterupsi kegiatan Felicia yang tengah menutup resleting tas miliknya.

"Banyak kok." Felicia menoleh sedikit ke arah kanan dimana Changbin berada. "Soalnya mama sama Eric juga mau nganter kamu. Kalo papa sama Jeno ijin, ada kerjaan. Terus ada Bunda sama Ayah. Ada Jisung. Ada keluarganya Chan sama Jihyo juga."

"Yang mau pergi tiga orang. Yang nganter satu indonesia," celetuk Changbin yang langsung mendapat cubitan kecil pada lengan dari Felicia. "Nggak boleh gitu, Changbin. Kamu harusnya bersyukur mereka udah luangin waktu buat melepas kamu pergi."

Changbin meringis pelan. "Aduh, kok kayaknya sedih banget, ya?"

Begitu kalimat Changbin selesai diproses otaknya, Felicia mendadak merasa ada sesak yang diam-diam menyelinap dalam dadanya. "Nggak ada satu orangpun yang siap dengan perpisahan. Sekalipun tujuan dari bertemu adalah untuk berpisah. Tapi yang namanya berpisah, tetap aja terasa menyakitkan."

Changbin manggut-manggut paham. Enggan menimpali lebih lanjut dan memilih fokus mengendarai mobil dengan kanan. Jangan tanya kemana perginya tangan kiri Changbin. Tentu saja tengah menenggelamkan jemari Felicia dalam kungkungannya.

"Kamu cuma bawa satu tas itu aja, Bin?" tanya Felicia sebelum menunjuk tas punggung berukuran sedang milik Changbin yang ditaruh di jok belakang mobilnya, dengan isyarat dagu.

"Iya." Changbin mengangguk sekilas. "Sisanya udah disiapin ayah di sana."

"Baju, buku, atau bawa apa gitu?"

"Cuma bawa baju yang kamu beliin kemarin. Foto kita. Sama satu lagi ..." dia menggantung kalimatnya membuat Felicia menoleh karena merasa penasaran. " ... Bawa kenangan kita, Fel," lanjut Changbin dengan senyum yang terpatri di wajah.

Felicia terkekeh geli. Sedikit banyak menyesal karena sudah amat penasaran atas jawaban kekasihnya. Dia mencubit pelan punggung tangan Changbin sembari berseru, "Nggak usah sok manis!" namun seruan itu hanya berbalas sebuah tawa renyah dari Changbin.

"Fel," panggil Changbin berbarengan dengan kakinya yang menginjak rem untuk menghentikan mobil karena lampu lalu lintas menyala merah.

"Kenapa?" sahut Felicia.

"Sandi apartemen nggak aku ganti," ujar Changbin sembari tolehkan kepala demi melihat perubahan raut wajah kekasihnya.

"Terus?" mata Felicia menyorot bingung. Dia tidak tanya, kan? Lalu mengapa Changbin memberitahukan dirinya perihal itu?

"Apartemen itu, kamu pake aja ya?" pinta Changbin yang langsung mendapat tolakan halus dari Felicia. "Enggak usah. Apartemen itu kan punya kamu."

"Nah, karena unit apartemen itu punya aku, makanya aku kasih kamu," keukeuh Changbin. "Jaga tempat itu selagi aku pergi. Kamu mau, kan?"

Felicia perang sendiri dengan batinnya. Sebagian dari dirinya ingin menolak keras permintaan Changbin. Namun melihat sorot berharap yang ada pada mata Changbin membuatnya tak kuasa untuk menolak.

Felicia kalah berdebat dari egonya sendiri. Akhirnya mengangguk mengiyakan membuat senyum Changbin melebar. Felicia tertular dan ikut menarik dua sudut bibir ke atas membentuk lengkungan.

"Makasih, ya?" Changbin kembali menginjak pedal gas. Membawa kuda besi milik kekasihnya meluncur mulus di jalanan yang cukup ramai siang itu.

"Iyaa ..."

"Satu lagi."

Dua alis Felicia bertautan. "Apa lagi?"

"Aku punya sesuatu buat kamu di laci meja di kamar."

Felicia menghela nafas pendek. Kembali mengulas sebuah senyum kecil yang tidak Changbin sadari sedikit dipaksakan karena dia sendiri terlalu senang mendengar jawaban Felicia tadi.

"Iya ... nanti aku ambil."

•••

jadinya tetep kupotong dong perpisahannya.
masih belum ikhlas mereka pisah soalnya.
maapp..

destiny.✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang