• vingt quatre

1K 249 13
                                    

"Pagi!" sapa Felicia saat sepasang  tangan kekar melingkari pinggangnya. Membuat gerak gadis itu terbatas, namun dia sama sekali tak berniat melemparkan kalimat bernada protes pada si pemilik tangan.

Felicia melirik ke arah Changbin yang tidak membalas sapaan. Rupanya, laki-laki itu memeluk Felicia dengan mata setengah menutup. Dengan wajah bantal, rambut masih acak-acakan, dan Felicia yakin seratus persen, kaki Changbin belum menyentuh dinginnya lantai kamar mandi. Melihat tingkah ajaib lelakinya, Felicia mendengus geli.

Untuk menggoda Changbin, dia berikan sebuah ciuman singkat di pipi laki-laki itu. Perlakuan itu berhasil buat Changbin refleks mengangkat dagu dari bahu Felicia. Mengundang cengir lucu dari si gadis saat diberi tatapan kaget oleh sang kekasih.

"Udah berani cium-cium ya sekarang, hm?" tanya Changbin menggoda balik. Telunjuknya menoel-noel pipi Felicia, berusaha membuat gadis itu menoleh padanya.

Felicia mengalah. Tangkup tangan Changbin dengan tangannya. Biarkan telapak tangan laki-laki itu menempel pada pipinya.

"Duduk sana," titah Felicia. "Aku siapin sarapan dulu, oke?"

Changbin menurut. Segera menyeret tungkainya menuju kursi makan yang ada di sana. Membiarkan Felicia menata sarapan mereka. Lengkap dengan dua cangkir kopi yang tersaji manis di meja. Uapnya mengepul, menggelitik hidung Changbin untuk segera menyesapnya. Setelah Felicia membasuh tangan dan melepas apron, dia mendudukkan diri di depan Changbin.

"Ayo, makan," ajaknya yang dibalas anggukan semangat Changbin buat Felicia mengulas senyum geli melihat nya segera menyambar gelas kopi berlanjut dengan piring berisi sandwich tuna.

"Pelan-pelan aja makannya, tunanya nggak kabur, kok," tegur Felicia namun dalam hati menggumam,  lelakiku sudah kelaparan rupanya.

Kemudian, mereka sibuk dengan piring mereka masing-masing. Sesekali berdialog pendek dengan bahasan random yang mendadak lewat dipikiran.

"Habis ini mau ngapain?" tanya Changbin. "Jalan-jalan?" tawarnya karena Felicia tak kunjung menjawab.

"Sounds great," jawab Felicia menyetujui.

"Kemana?"

"Gimana kalo kita muter-muter kota naik mobil, biarin angin nuntun  langkah kita. Dan bawa kita kemanapun mereka mau."

"Good idea."

"So, we wait for what?"

Changbin terkekeh. Usak pelan rambut Felicia yang memandangnya dengan mata berbinar senang. "Let's go honey. We will around city and make a lot of memories to keeping in our heart."

•••

"Ini bagus, nggak?" Felicia bertanya sembari menunjukkan sebuah jaket parka bermotif army di tangannya.

Changbin memandangnya menilai sebelum mengangguk mengiyakan. "Bagus. Tapi emang buat apa sih, Fel?"

"Buat kenang-kenangan," jawab Felicia asal sebelum menarik Changbin menuju kasir untuk membayar belanjaan.

Sampai di depan kasir, Changbin sudah hampir bergerak untuk mengeluarkan dompetnya, namun segera ditahan oleh  Felicia. "Kan aku yang beliin kamu. Masa kamu yang bayar," ujar Felicia beralasan.

Changbin mengalah. Membiarkan Felicia membayar belanjaan yang sebenarnya dibeli untuk Changbin. Setelah selesai dengan urusan bayar-membayar, keduanya bergegas keluar dari toko itu dan kembali berjalan bersisian menyusuri mall. Tentu saja tanpa melupakan tangan mereka yang saling bertaut di tengah-tengah.

"Inget, nggak, Bin?" celetuk Felicia. "Dulu kita pernah berantem gara-gara toko itu." telunjuknya menunjuk sebuah toko bernuansa pink di dekat eskalator.

Changbin tergelak pelan sebelum menjawab, "Inget banget. Yang gara-gara kamu salah pilih ukuran, kan?"

Felicia mengangguk antusias. "Iya. Sumpah ya aku sebel banget. Mana mahal lagi bajunya, udah gitu nggak bisa dituker." nada bicaranya menurun. Tiba-tiba mengingat sebuah gaun berwarna putih yang tergantung di lemari bajunya tanpa pernah sempat dia pakai karena ukuran yang terlalu kecil.

"Tapi kamu maksa-maksa aku suruh nuker. Aku yang malu," cibir Changbin mengundang cengiran kecil dari keksihnya. "Ya barangkali kalo yang nukerin cowok ganteng, mbak-mbaknya ngebolehin."

"Yakali, Fel."

"Heh, kamu tuh jadi pacar harus berguna tau!"

Changbin yang gemas mencubit bibir Felicia main-main.  "Pacar siapa, sih? Cerewet banget!"

Felicia balas memukul lengan Changbin kesal. "Sakit!" lantas menngelus bibirnya dengan ibu jari bertingkah seakan-akan dia benar-benar merasakan sakit.

Sedangkan yang dipukul malah terkekeh geli. "Alay!" ejeknya yang dibalas Felicia dengan memeletkan lidah.

"Sekarang mau kemana?" tanya Changbin yang sadar, sedari tadi, mereka hanya berjalan tanpa tujuan yang jelas.

Felicia mengangkat tangan untuk mengecek jam. "Udah jam empat. Belanja bahan makanan, yuk. Terus pulang."

Changbin menurut. Membiarkan Felicia menariknya menuruni eskalator yang mereka lewati. Mengajaknya turun menuju lantai dimana supermarket berada.  Mereka masuk ke dalam supermarket yang ada di depan mereka. Sampai disana, Changbin mengambil troli belanja dan mendorongnya menuju Felicia yang tengah menunggu.

"Yuk," ajaknya.

Kemudian, keduanya berjalan menuju bagian bahan masakan. Mengambil daging, sayur dan buah. Sesekali bercanda dan berdebat lebih dulu sebelum akhirnya memasukkan semua belanjaan itu ke dalam troli yang didorong Changbin.

"Fel! Fel!"

Felicia yang sedang memilih ayam menoleh. "Apa, Bin?"

"Kamu pernah bayangin perasaan ayam, nggak?"

Felicia mengernyit bingung. "Hah, maksutnya?!"

Melihat reaksinya pacarnya, Changbin langsung memasang wajah sedih yang dibuat-buat.

"Bayangin coba gimana perasaan si ayam. Mereka dibawa dari desa ke kota. Berharap hidupnya bakal lebih baik, dapet kerjaan lebih bagus. Sampe di kota, dia dibunuh. Jahat banget ya manusia tuh."

Felicia hanya geleng-geleng keheranan, sembari menahan rasa ingin menampol. Ada aja gitu tingkahnya Changbin. Hal yang sama juga terjadi sewaktu Felicia ngeluh capek.

"Nggak sadar ya kita dari tadi jalan terus. Capek banget, kakiku pegel," keluh Felicia.

Changbin menunjuk troli yang dipegangnya. "Naik ini mau? Aku yang dorong."

Felica merengut kesal. "Bodo ah." sebelum meninggalkan Changbin yang menyusulnya bersama troli yang dia dorong.

"Beneran, Fel. Naik sini nemenin si ayam biar nggak sedih-sedih amat sebelum dimasak."

"Bodo amat, nggak denger!"

Dalam hati membatin, Bisa nggak sih kepergian Changbin dipercepat? Felicia lama-lama lelah  sendiri sama pacarnya.

•••


waow sudah lama aku tak apdet😂
pelan-pelan aja ya, aku belum tega misahin mereka.

btw, blurb/summary/deskripsi cerita ini kuganti loh.

coba cek, endingnya kayak gimana, kelihatan banget disitu hwhwhw😂

destiny.✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang