Banyak. Banyak sekali hal yang membuat Changbin tiba-tiba jadi pemikir keras. Seperti malam ini. Tiba-tiba dia berpikir, sebanyak apa salahnya pada orang lain selama ini dalam hidupnya. Apa dengan dia selalu bersikap cuek dan suka tidak menanggapi orang lain—itu termasuk dosa besar yang karmanya harus dia tanggung sekarang?
Semua pemikiran itu buat Changbin pusing. Malam ini pertunangan Chan dan Jihyo. Tapi kenapa banyak sekali orang yang menyindirnya. Menanyainya kapan menyusul—lalu bilang jika dia akan cocok jika mendapatkan istri sipir penjara karena wajahnya yang mirip begal, Changbin mendadak ingin operasi plastik seperti Mas Lulove Luna.
Apalagi malam ini, Changbin datang dengan Felicia. Ingatkan? saat acara pernikahan Mark dan Arin tempo hari lalu, Changbin pinta pada Felicia untuk beri kabar jika diundang ke acara semacamnya, lagi.
Maka, setelah Felicia beri informasi tersebut, Changbin tawari untuk berangkat bersama ke acara tunangan salah satu anggota 3racha itu.
Tidak butuh waktu lama untuk Felicia bersosialisasi dengan para tamu yang lain. Kebanyakan teman bisnis orang tua Chan dan Jihyo serta beberapa kawan dekat mereka berdua.
Pesta pertunangan digelar cukup mewah tapi sederhana. Niatnya memang dibuat sederhana, tapi sederhananya mereka itu mewahnya kita.
Orang missqueen can't relate.
Changbin tarik Felicia ke bagian outdoor restaurant yang terletak di lantai teratas sebuah hotel dipinggir pantai buatan di kota itu. Sengaja memang acaranya diadakan disana bukan di ballroom hotelnya. Seperti yang sudah diinfokan, hanya orang penting yang datang, tak banyak. Jadi tak butuh tempat yang sangat luas untuk menampungnya.
"Malu ya ditanyain kapan nyusul terus?" Felicia menyikut Changbin yang bersandar pada pegangan.
"Itu nggak seberapa malunya, Fel. Aku malunya karena ditanyain begitu pas calonnya ada disini sama aku." satu alis Changbin naik turun. Membalikkan godaan yang Felicia lontarkan.
Perempuan itu memutar bola mata malas. Enggan menanggapi. Memilih fokus dengan gelas kaca di tangan yang isinya masih sedikit.
Changbin balik badan. Tekuk kedua tangan dan menumpunya pada besi pegangan. Matanya sempurna tatap laut yang ombaknya tenang—tak sebesar laut aslinya. Angin malam berhembus terbangkan poninya yang mulai panjang karena lama tak ke tukang cukur langganan.
"Fel, aneh nggak, sih?" Dia berceletuk. Sukses buat sosok disebelahnya melirik. "Aneh soal?"
Changbin angkat bahunya sekilas.
"Ya aneh aja. Kita dulunya nggak kenal. Sekarang bisa ngobrol berdua tanpa curiga ada yang bertindak kriminal.""Ya ... Karena kita udah kenal." Tarikan nafas pendek menyelingi. "Nggak ada manusia yang handal tanpa mengenal, Bin." Felicia beri petuah.
"Ada kok, Fel." Changbin dengan tegas tolak petuah barusan.
"Apa?"
Lengkungan lebar muncul hiasi wajah Changbin yang kadang kala kalah sinarnya oleh lampu-lampu di sekitar mereka. "Cinta."
Sungguh, Changbin sebenarnya kaget beri jawaban seperti itu.
Felicia memicingkan mata. Pandangi sosok di sampingnya sangsi. "Ada yang bilang sama aku. Changbin benci obrolan soal cinta. Tapi kayaknya tiap kita terlibat obrolan sederhana, kamu selalu bahas topik yang sama. Topik yang kamu nggak suka, cinta. Apa sel otakmu ada yang salah?"
Changbin memutar kepala. Pandangi gelapnya malam dari balik mata kelamnya. "Mungkin iya." Menarik nafas panjang. "Semenjak ketemu kamu. Rasa-rasanya aku sedikit demi sedikit berubah—"
"Jadi power ranger?" Felicia menyambar.
Changbin menoleh demi suguhkan wajah datar untuk Felicia. Perempuan itu malah balas tertawa. Suka sekali menggoda Changbin.
"—jadi lebih manusiawi, Fel." Changbin melanjutkan. Kembali amati keadaan air yang terlihat datar seperti kaca diterpa lembut cahaya bulan.
"Sebelumnya emang kamu gimana? Hewani—"
"Bukan gitu, Fel." Changbin menggeram kesal. Memotong ucapan melantur Felicia.
"Aku jadi lebih terlihat sebagai manusia aja." Changbin kembali melanjut saat melihat Felicia akan lontarkan kalimat tak jelas lagi. "Tapi, bukan berarti selama ini aku kelihatan kayak hewan. Bukan."
Rahang Felicia terkatup. Sebenarnya, dia mau ucapkan itu tadi.
"Sebelum ketemu kamu, aku mana pernah ngobrol santai gini, Fel. Aku ngomong kalo penting, sisanya diem. Lebih banyak aksi ketimbang diksi," jelasnya lebih rinci. Berharap lawan bicaranya bisa lebih mudah memahami.
Tapi Felicia malah tambah bingung. Dia bukan dokter apalagi Tuhan. Mana bisa mengubah manusia. "Kok bisa karena aku, sih?" tanyanya heran.
Dijawab satu buah gelengan dari Changbin. "Ya nggak tau. Kan gara-gara kamu. Kenapa nggak kamu tanya sama diri kamu sendiri?"
Bibir bawah Felicia maju beberapa mili. Dahinya mengerut. "Gara-gara aku ya ...." dia sedang berpikir keras.
Mereka hening. Suara kendaraan terdengar bising. Belum terlalu malam, masih banyak kendaraan berlalu lalang dijalanan.
"Mungkin karena kamu udah nemuin rumah kamu, Bin." Felici menjawab yakin.
Changbin tertarik dengan bahasan yang Felicia paparkan. Matanya melirik. "Rumah gimana? Rumahku dari dulu disana. Nggak pindah."
Decakkan pelan Felicia berikan. "Bukan rumah itu, tapi—" dia tahu Changbin melirik, maka dia menaruh telapak tangan tepat didadanya. "—rumah buat perasaan kamu, Bin."
Sekarang, kepala Changbin seratus persen tertoleh. Fokuskan seluruh atensinya pada Felicia.
"Percaya nggak, Bin? Kalo selama kita hidup, kita cuma bawa separuh dari hati kita, perasaan kita. Jiwa kita dibelah dan dilepaskan setengahnya."
Changbin enggan jawab. Menunggu Felicia lanjutkan kalimatnya.
"Perasaan itu butuh rumah. Butuh separuh hati yang lain. Jiwa kita butuh belahannya."
Kedua sudut bibir Felicia tertarik. Dia suka bahas teori soal cinta yang tak ada habisnya. Selalu menyenangkan medebatkan soal perasaan yang seringkali tidak tertebak arah perginya.
"Maka suatu saat, diwaktu yang tepat, kita akan menemukannya. Setelah menemukannya, kita bakal berubah, Bin. Karena kita udah merasa penuh, utuh, dan lengkap."
Changbin menarik pundak Felicia. Paksa perempuan itu memandangnya.
"Maksut kamu aku? Kamu? Kita? Aku?"
Yang ditanya tersenyum semakin lebar. Angkat bahunya tak acuh. Lalu pergi dari sana meninggalkan Changbin dengan wajah bingungnya.
Changbin mengusak surai gelapnya frustasi. Kenapa rumus jatuh cinta tak pernah semudah menghafal lirik lagu-lagunya?
••

KAMU SEDANG MEMBACA
destiny.✔
Фанфикft seo changbin felicia, changbin, dan takdir yang mengikat mereka. AU 2019, seobarbie.