Hari sudah semakin sore dan Aluna gagal lagi untuk melakukan transfusi darah karena ulah Reiki. Dia yakin dokter Pricilia akan menunggunya disana sebab Aluna sudah berjanji menemuinya hari ini.
Reiki mengantarkan Aluna sampai didepan rumahnya. Dia tidak mampir dan memilih untuk langsung pulang saja.
Usai kepergian Reiki, Aluna sama sekali tidak masuk untuk sekedar merebahkan diri di rumah sederhana ini. Dia segera berlari ke jalan raya untuk mencari angkot. Tak lama angkot datang, Aluna langsung naik dan duduk didekat pintu.
Beberapa menit kemudian Aluna sudah sampai di Rumah Sakit Cempaka tempat biasanya dia melakukan transfusi bersama dokter Pricilia. Aluna turun dari angkot setelah membayar ongkosnya kemudian berjalan memasuki area rumah sakit menuju ruang transfusi darah yang tentunya akan banyak darah disana.
Semenjak kejadian Aluna pingsan, ibu Sheila dan ayah Wira selalu menegaskan agar dirinya rutin melakukan pencucian darah sesuai jadwalnya.
Aluna masuk ke ruangan dimana dokter Pricilia sudah menantinya sedari tadi.
"Aluna!" sapa dokter Pricilia seraya memeluk Aluna.
"Dokter kira kamu bolos lagi. Kenapa nggak on time Luna?" Dokter Pricilia menggiring Aluna keatas brankar.
"Aku hampir lupa dok karena diajak jalan-jalan sama temen," aku Aluna.
"Ooh, gitu. Oke buat kali ini nggak pa-pa, tapi lain kali harus tepat waktunya. Hampir tadi dokter mau bilang sama ayah dan ibu kamu kalo kamu nggak datang."
"Maaf dokter."
Dokter Pricilia mengangguk lalu mengelus kepala Aluna setelah dia selesai dengan alat-alat yang harus dipasang di tubuh Aluna.
Selama 2-3 jam Aluna hanya diam dan tak diizinkan untuk banyak gerak. Awal-awal melakukan cuci darah Aluna selalu mengeluh sakit. Namun, sekarang ini karena dia sudah terbiasa mungkin rasa sakitnya jadi tak begitu terasa.
"Yaudah dokter tinggal dulu ya." Dokter Pricilia pamit keluar, meninggalkan Aluna sendirian di ruangan ini.
Terkadang Aluna merasa bosan karena tak ada teman ngobrol. Sekali atau dua kali dokter Pricilia akan menemaninya jika sedang tak ada tugas lagi. Tapi sepertinya hari ini dia sedang sibuk jadi tak bisa menemani Aluna. Gadis itu hanya diam menatap langit-langit ruangan putih berbau darah dan obat-obatan itu.
***
Disisi lain Alaska baru sampai ke rumahnya menjelang maghrib. Dia bergegas menuju kamar untuk menemui Aluna. Namun ternyata gadis itu tak ada disana, apa mungkin Aluna kembali ke rumah sederhananya? Fikir Alaska.
Dia berniat menyusul Aluna kesana usai melaksanakan sholat maghrib berjamaah dengan bi Eem dan mang Ujang.
"Mau kemana lagi den? Baru juga nyampe atuh," ucap mang Ujang kala melihat tuan mudanya berpakaian rapih seperti mau pergi.
"Mau nyusulin Aluna ke rumahnya mang," jawab Alaska.
"Tumben den?" timbal bi Eem dari dapur yang tengah mengelap meja makan.
Alaska tak menjawabnya. Dia hanya melempar senyum kemudian pergi menggunakan mobil.
Sepanjang jalan Alaska terus menggerutu sesekali memukul stir mobilnya mengingat Reiki yang rela manjat tembok sekolah cuma demi Aluna. Apa-apaan itu?!
"Berani banget dia masuk area sekolah gue!"
Alaska sampai di pekarangan rumah Aluna. Anehnya rumah ini terlihat sepi dan tak berpenghuni. Nampak dari lampu rumah yang hanya bagian luar saja yang menyala. Atau jangan-jangan Aluna juga tidak ada disini?
Alaska semakin dibuat kesal. Dia memutar arah mobilnya menuju rumah Reiki. Siapa tahu cowok yang sudah mengajak istrinya kabur dari sekolah itu tahu keberadaan Aluna.
Saat mobil Alaska melaju melewati sebuah rumah sakit tempat dia menikah dengan Aluna, Alaska menemukan seorang gadis mengenakan seragam putih abu yang berdiri dipinggir jalan. Semakin diperhatikan Alaska dapat melihat jelas wajahnya. Itu dia Aluna! Tangan gadis itu melambai ketika sebuah angkot berhenti didepannya. Segera Aluna naik dan diam-diam Alaska mengikutinya.
Alaska memijat pelipisnya. Jadi Aluna pulang larut malam karena dirinya dari rumah sakit.
Mobil angkot yang ditumpangi Aluna berhenti didepan kompleks perumahan Alaska. Gadis itu berjalan gontai menyusuri jalanan yang sepi hingga memasuki rumah Alaska.
Alaska memarkirkan mobilnya tak berselang lama setelah Aluna menutup pintu rumah. Dia segera turun menyusul gadis itu.
"Bi, dia mana?" tanya Alaska pada bi Eem yang tak sengaja berpapasan dengannya dibelokan menuju tangga.
Kening bi Eem berkerut seraya memegangi lap yang bertengger dilehernya. "Loh emangnya neng Aluna udah pulang? Kok bibi enggak lihat ya den."
"Yaudah deh bi, Alaska ke kamar dulu ya." Cowok jangkung itu kembali melanjutkan langkahnya menuju kamarnya dan Aluna.
Saat membuka pintu kamar, kosong. Tidak ada siapa-siapa namun suara gemericik air dari kamar mandi membuat Alaska berfikir Aluna sedang mandi atau sekedar cuci muka disana. Dia memutuskan untuk merebahkan dirinya diatas kasur sampai Aluna keluar dari kamar mandi, gadis itu hanya mengenakan bathrobe berwarna putih saja.
Aluna sedikit terperanjat mendapati Alaska sudah ada di kamar. Lantas secepat mungkin Aluna mengambil pakaiannya dari dalam koper kemudian masuk ke walk in closet. Tak lama kemudian dirinya telah selesai mengenakan piyama berwarna maroon. Aluna berjalan kearah sofa dibawah tempat tidurnya. Selama dia tinggal disini inilah yang jadi tempat tidur Aluna. Alaska tidak pernah mengizinkannya untuk tidur satu ranjang dengan lelaki itu. Aluna merapihkan bantalnya, kemudian menutupi sebagian tubuhnya dengan selimut mencapai perut saja.
Belum lama memejamkan mata, gadis itu sudah nyenyak dengan posisi membelakangi Alaska yang kini menatapnya.
Entah apa yang difikirkan cowok itu tapi sepertinya terbesit rasa kasihan pada Aluna yang harus tidur dengan kaki tertekuk begitu. Sayangnya selalu saja rasa tak tega itu dikalahkan dengan kebenciannya pada Aluna.
Alaska kembali berfikir pada kejadian siang tadi di sekolah. Aluna pasti terluka karena ulahnya tapi perbuatannya tadi seolah mewakili amarahnya pada Aluna. Intinya setiap kali melihat wajah Aluna langsung terbesit wajah adiknya yang sangat Alaska sayangi, adik yang meninggal karena menyelamatkan Aluna si gadis bisu itu.
Alaska mengacak rambutnya lalu merebahkan tubuhnya dengan kepala yang sejajar dengan kepala Aluna.
Sungguh tak pernah terlintas difikirannya menikah selain pada orang yang Alaska cintai sejak pertama bertemu dengannya. Semua harapan itu pupus kala bunda dan ayah juga seluruh keluarganya memaksa dia menikah dengan Aluna. Alaska selalu berfikir apakah semudah itu keluarganya mengikhlaskan kepergian adiknya lantas menggantinya dengan Aluna? Segampang itu mereka menggantikan posisinya di hati Alaska. Dia benar-benar tidak percaya akan semua itu. Gadis manjanya digantikan dengan Aluna gadis bisu berpenyakitan itu!
Mata Alaska perlahan terpejam dengan tangan yang digunakan sebagai bantalannya. Kepalanya terasa berat. Mungkin besok Alaska harus menemui Aurora sekedar melepas rindunya yang selama ini Alaska tahan sejak kepergian gadis itu.
Fiuh ...
***
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
INSEPARABLE (SEGERA TERBIT)
Teen Fiction[SEBELUM BACA FOLLOW DULU!!!] [COMPLETED] Terjebak dalam permainan takdir yang begitu memaksa hingga menyatukan mereka dalam sebuah perjodohan. Itulah yang Alaska dan Aluna rasakan. Terlibat dalam perjodohan yang direncanakan oleh ayah dan bunda Al...