"ALUNA!"
Alaska terbangun dari tidurnya dengan nafas tersengal-sengal. Keringat bercucuran membasahi seluruh tubuhnya.
Dia menghela nafas gusar. Tadi itu cuma mimpi tapi kenapa terasa begitu nyata?
Perasaannya tidak enak. Dia takut terjadi sesuatu pada Aluna dan anaknya. Melirik jam diatas nakas 11.45. Alaska terlalu lelap dalam tidurnya. Dia menyibak selimut, turun dari kasur, mengintip dari pintu kamar—rumah tetap sepi—Aluna belum kembali.
Deg. Deg. Deg.
Jantungnya berdetak tak karuan lantas pergi ke kamar mandi untuk mendinginkan fikiranya yang panas akibat mimpi buruk tadi.
***
"Kondisi Aluna semakin parah. Setelah empat hari dia belum juga melewati masa kritisnya. Kita harus segera mengambil tindakan kalau tidak nyawa Aluna yang menjadi taruhannya!" seru dokter Dhani terlihat khawatir sekaligus panik. Membuat Reiki, Abim, Riana dan Rendi uring-uringan.
"Dok saya mohon selamatkan Aluna!" imbuh Abim tak kalah panik.
Dokter itu mengangguk. Disisinya ada dokter Pricilia yang tidak pernah absen mengontrol kerja ginjal Aluna.
"Suster sebisa mungkin segera cari pendonor ginjal yang cocok untuk pasien!" titah dokter Dhani pada suster yang langsung di-iya-kannya.
Reiki yang duduk di kursi roda angkat suara. Ini waktunya, batin Reiki. "Saya yang akan donorin ginjal buat Aluna," ucapnya tegas sangat yakin.
Kedua orang tuanya menatap nanar Reiki. Abim menatapnya horor. Dokter dan suster malah menatap kedua orang tuanya.
"R--Reiki?" Nada bicaranya setengah kaget. Riana menatap putra tunggalnya kemudian berjongkok dihadapannya. Lalu menggeleng lemah.
"Ma." Reiki meraih tangan ibundanya tercinta. "Tenang aja." Sebisa mungkin cowok yang tengah menjalani pengobatan tumor otak itu tersenyum. Matanya memejam tak kala menahan air mata yang mendesak keluar.
"Lo apa-apaan sih Rei! Masih mau hidupkan lo?!" bentak Abim tak terima penuturan sahabatnya.
"Gue masih mau hidup, tapi Tuhan tahu batas gue sampe mana. Please, Tuhan udah netapin semuanya digaris takdir. Gue yang akan nyelamatin Aluna," tegas Reiki tetap pada pendiriannya. "Gue pengen Aluna hidup. Gue nggak mau kehilangan dia," lirihnya. Tak tahan akhirnya air mata itu tumpah dipelukan sang mama.
"Kamu gak mau kehilangan dia terus gimana sama mama yang gak mau kehilangan kamu?" desak Riana membuat hati Reiki meringis. Wanita yang sudah mengijak kepala tiga mendekap wajah anaknya.
Dia memilih diam. Kehabisan kata-kata.
"Lo jangan gini Rei, jangan putus asa duluan."
"Terus gimana sama Aluna!"
"Lo bisa ambil jalan lain biar lo sama Aluna selamat dari penderitaan kalian," tekan Abim. Dia kesal, marah, tak terima dan sedih. Semua berkecamuk menjadi satu. Tidak. Tidak ingin kehilangan orang-orang yang disayangnya.
"Percuma Bim." Suara Reiki memelan. "Mau gue hidup pun nggak akan lama. Ini tumor ganas! Asal lo tahu gue divonis dokter bakal mati bentar lagi. LO PAHAM!"
KAMU SEDANG MEMBACA
INSEPARABLE (SEGERA TERBIT)
Ficção Adolescente[SEBELUM BACA FOLLOW DULU!!!] [COMPLETED] Terjebak dalam permainan takdir yang begitu memaksa hingga menyatukan mereka dalam sebuah perjodohan. Itulah yang Alaska dan Aluna rasakan. Terlibat dalam perjodohan yang direncanakan oleh ayah dan bunda Al...