PART 6

64.1K 4.9K 181
                                    

Sudah 12 hari sejak hari sakral dan hari dia bertemu dengan Azam sampai sekarang Aluna belum lagi mendapatkan tanda-tanda keberadaan Azam. Dia yakin kalau sampai Azam ketahuan menemuinya cowok itu pasti akan kena masalah dari kakeknya.

4 hari yang lalu Aluna pindah rumah bersama Alaska tentunya. Dia tidak menyangka diusia Alaska yang baru 17 tahun dirinya sudah memiliki rumah sendiri. Tingkat, tidak terlalu besar tapi mampu menampung anggota keluarganya. Cukuplah untuk 4 orang tinggal dirumah itu, Aluna, Alaska, bi Eem dan mang Ujang.

Hari ini Aluna akan pergi ke sekolah. Semua perlengkapan sekolahnya juga sudah dia siapkan sejak malam saat dirinya belajar. Tak lupa perlengkapan milik Alaska yang sudah dimasukan ke ransel miliknya juga baju seragam yang tersedia di atas meja.

Usai sholat subuh tadi Alaska kembali tertidur, mungkin cowok itu belum terbiasa bangun sepagi itu. Tapi semoga saja kehadirannya dapat membuat cowok itu rutin mengerjakan sholat. Aluna yang sudah lengkap dengan seragamnya menghampiri Alaska yang masih tertidur diatas kasur. Sesuai permintaan Alaska, Aluna tak akan pernah menyentuh Alaska selain pamitan saja yakni sekedar mencium tangan usai sholat dan jika akan bepergian. Selebihnya gunakan cara lain untuk membangunkan Alaska.

Aluna mengambil jam weker karena dirinyakan tidak bisa berteriak sebagai cara memanggil Alaska, hanya bisa mengguncangnya saja. Dia memutar Alarm dan dalam satu menit berdering kencang membuat Alaska tersadar dari tidurnya. Selama 4 hari belakangan Alaska sudah paham kalau itu perbuatan Aluna jadi tanpa basa-basi lagi cowok itu berjalan ke kamar mandi setelah menyibakkan selimutnya.

Aluna kembali menyimpan jamnya keatas nakas lantas merapihkan bekas tidur Alaska. Tidak pernah ada sapaan pagi dari cowok itu, tidak pernah ada kecupan sebagai firstkiss dipagi hari layaknya pasangan suami-istri baru menikah. Semuanya tak ada. Alaska begitu dingin dan keras padanya. Aluna hanya bisa mendesis saja. Bahkan selama 4 hari tinggal bersama pun Alaska belum pernah mengizinkannya tidur dalam satu ranjang padahal bunda sudah memperingatkannya tidak baik tidur pisah ranjang dengan istri. Tapi, Alaska tetaplah Alaska yang membenci Aluna. Usai semuanya beres, Aluna berjalan kelantai bawah tepatnya menuju dapur.

Ada bi Eem disana, pembantu rumah tangga yang sudah mengabdi lama dirumah yang jarang Alaska tempati ini. Bi Eem maupun mang Ujang suaminya sudah diberitahu kalau Aluna seorang tuna wicara jadi sebelum Aluna datang ke rumah tuan mudanya keduanya bersiap belajar bahasa isyarat agar bisa memahami apa yang Aluna butuhkan nanti.

"Pagi non," sapa bi Eem yang tengah menyiapkan sarapan untuk mereka.

"Pagi bi," sapa balik Aluna disertai senyum manisnya sambil menganggukkan kepala sopan. "Jangan panggil non bi, cukup panggil aku Aluna atau Luna aja."

Bi Eem berusaha mengertinya pelan-pelan lalu mengangguk tak enak pada Aluna. "Ih bibi teh belum terbiasa atuh manggil non--eh Aluna gitu ya?"

Aluna mengangguk kemudian membantu bi Eem menyiapkan semuanya. Sejak Aluna datang kesini, sedikit ada yang membantu pekerjaannya. Seperti mencuci piring, mencuci baju, menyiapkan makanan dan membantunya memasak. Selebihnya seperti pekerjaan yang lebih berat semuanya akan diambil alih oleh bi Eem.

Mang Ujang datang dengan seragam satpamnya yang sudah siap berjaga dan bertugas dirumah ini sebagai satpam dan tukang kebun juga servis apapun.

"Widdih! Asyik euy sarapannya banyak!" pekik mang Ujang seraya mengambil posisi duduknya dimeja makan.

Itu sudah tak asing lagi bagi Aluna karena ternyata Alaska mempersilahkan keduanya untuk bergabung dan menganggap rumah Alaska sebagai rumah bagi mereka berdua. Alaska senang karena dia merasa memiliki dua orang tua disaat ayah dan bunda jauh darinya. Tak jarang Alaska mengajak mang Ujang berpain ps atau permainan lainnya. Sementara bi Eem hanya memperhatikannya saja karena sebelum Aluna datang dia hanya wanita sendirian dirumah ini.

"Eh mang Ujang. Mau makan apa? Biar Aluna yang ambilin."

Mang Ujang tersenyum canggung meski tetap menunjuk hidangan yang dia inginkan. Dengan senang hati Aluna mengambilkannya untuk mang Ujang.

"Makasih ya neng, meuni bageur euy. Si aa pinter neangan istri, mamang jadi hoyong nikah deui."

*meuni bageur euy : baik banget*
*neangan : mencari*
*hoyong : mau*
*deui : lagi*

Usai menuntaskan kalimatnya bi Eem menatap suaminya tajam.

"Mau nikah lagi ya? Siap-siap engke peuting sare diluar!" ancamnya.

*engke peuting sare : nanti malem tidur*

Aluna hanya bisa tertawa tanpa suara menampilkan dua lesung pipinya dan bulan sabit saat matanya menyipit. Sangat manis ditambah gigi gingsul yang cantik. Gigi yang jarang Aluna perlihatkan dan tanpa dia sadari dirinya mulai banyak tertawa jika dihadapkan pada dua orang didepannya. Benar ucapan Alaska, seperti memiliki dua orang tua.

Alaska turun dengan seragam lengkapnya. Minus baju yang  dikeluarkan. Rambutnya basah dan acak-acakan seketika aroma citrus menyeruak.

Alaska menaruh tasnya dikursi samping seolah tidak mengizinkan Aluna duduk disebelahnya. Aluna paham itu jadi dia duduk disebelah bi Eem saja. Mereka makan dalam keadaan hening. Selesai makan bi Eem langsung merapihkannya sedang mang Ujang kembali ke posnya. Begitu juga Alaska dan Aluna yang hendak pergi ssekolah.

Alaska mengeluarkan Mercedes-Benz Maybach Exelero  warna hitam yang sangat elegan dari garasi. Aluna masuk kepintu sebelah, duduk tepat bersebelahan dengan Alaska.

Cowok itu mendengus. Kalau bukan karena bunda dia juga ogah memberikan tumpangan untuk gadis bisu penyakitan ini.

Alaska menilik Aluna yang sepertinya kesulitan memasang seatbelt-nya. Dia mendengus kemudian mencondongan tubuhnya kearah Aluna, mengambil alih seatbelt dari tangan Aluna lalu mengklopkannya. Selesai dan Alaska mulai melajukan mobilnya setelah pamit pada mang Ujang.

Sepanjang perjalanan diisi dengan keheningan. Pun mau bicara Aluna tak bisa. Tidak mungkin juga dia mengajak Alaska berbincang menggunakan bahasa isyarat itu akan sangat mengganggu konsentrasi Alaska jadi Aluna putuskan untuk menyandarkan kepalanya ke jendela dijaga oleh tangannya. Rasa sakit kembali muncul membuat Aluna memejamkan matanta menahan sakit. Bibirnya bergetar, peluh mulai membasahi pelipisnya padahal udara dimobil sangat dingin.

Ya Allah Luna mohon jangan sekarang. Aluna semakin memejamkan matanya sampai suara Alaska mengintrupsinya untuk turun.

"Turun!"

Aluna menatap Alaska bingung saat dia sadar belum sampai disekolahnya.

"Gue nggak mau temen-temen gue ngelihat lo berangkat bareng gue."

Aluna mengangguk paham. Alaska kan sangat membencinya. Dia melepas seatbelt kemudian melanjutkan langkahnya menuju sekolah. Untung saja cowok itu menurunkan Aluna dijarak yang tidak terlalu jauh jadi dia tidak sampai kecapean.

***

Kaki Aluna membawanya melangkah masuk kedalam kelas. Sapaan teman-temannya sepanjang jalan selalu Aluna timbali dengan senyuman. Dia juga tadi sempat berpapasan dengan Alaska namun cowok itu malah membuang muka.

Aluna menaruh tasnya diatas meja sambil menatap Cindy yang duduk dengannya tengah menyalin tugas. Cindy bukanlah sahabat Aluna karena gadis itu memilih berteman secara netral jadi kemanapun itu bisa bebas tidak harus mentok dengan Cindy.

Bel masuk berbunyi beriringan dengan guru yang masuk ke kelas Aluna 12 IPA 3.

***

Bersambung...

INSEPARABLE (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang