Chapter 17

198 31 1
                                    

"Allah saja Maha pengampun, tapi mengapa ciptaannya tak memberikan sedikit belas kasih,"

- Happy reading -

*Bantu koreksi kalau ada typo, komen ya!

🌺🌺🌺

Apa pun yang terjadi, pasti akan aku hadapi, Batin Rayya bertekad.

***

"RAYYA!" panggil Alya membuat sang empu nama menoleh.

"Syutt! Jangan teriak - teriak," sedangkan Alya hanya menyengir kuda.

"Jalan - jalan yuk!" ajak Alya penuh semangat.

"Kerjaan kamu nih cuman jalan - jalan aja ya?" usik Rayya yang bingung melihat tingkkah sahabatnya.

"Ya mau gimana lagi hehe,"

"Duit kamu gak habis memangnya?" ejek Rayya meremehkan Alya.

"Hushh! Gini - gini aku tuh pembisnis sukses tauu! Emang Bu Dokter aja hahh," ucap Alya membangga - banggakan dirinya.

"Iya deh, yaudah yuk!" ajak Rayya yang sontak membuat Alya kegirangan.

"Kamu dianter sama Haidar gak?"

"Enggak,"

"Kok gitu?"

"Haidar lagi Dinas,"

"Dinas kemana tuh? Bagi dong oleh - oleh,"

"Kamu ini Al makanan aja terus," mendengar ucapan Rayya, Alya hanya cengengesan.

Sesampainya disebuah Mall, mereka segera turun dan mulai menyusuri seisi Mall. Dari mulai toko aksesoris, toko baju, hingga kini mereka sedang menuju toko buku.

"Rayya! Apaan tuh rame - rame?" tanya Alya sambil menunjuk ke sebuah keremunan yang dipenuhi oleh perempuan - perempuan.

"Gatau tuh,"

"Kesana yuk!" ajak Alya yang langsung menarik tangan Rayya, untuk mendekati kerumunan.

"Meet & great sama bedah buku! Ikutan yuk!"

"Entar dulu Al," cegat Rayya sambil menunjuk ke arah panggung dimana terdapat seorang pembicara yang sedang duduk disana.

"Kafka!?"

"Iyaa,diem dulu sini,"

"Ngapain Rayy?"

"Ya dengerin disini ajalah, aku gak mau masuk ishhh,"

"Yaudahlah iya," ucap Alya yang akhirnya pasrah.

"Buku ini memang menceritakan sepenggal kisah hidup ku, dimana dulu aku terlena dan sempat menyia - nyiakan seorang wanita yang sangat tulus mencintai ku," ucap Kafka mulai bersuara.

"Terlena apa yang kaka maksud?" tanya seorang wanita membuat Kafka terdiam sejenak.

"Dulu aku selingkuh dengan wanita lain, entah apa yang dulu aku pikirkan tapi yang jelas saat aku menyesal sangat menyesal,"

"Lalu sekarang hubungan kaka bagaimana? Masih berlanjut dengan wanita yang kaka ceritakan dibuku ini atau sama wanita selingkuhan kaka?"

"Enggak, gak ada satu pun. Setelah aku dan wanita yang ku ceritakan dibuku dengan nama Suci ini putus, aku berangkat ke semarang untuk melanjutkan kuliah dan aku pun menyelesaikan hubungan ku dengan wanita lain,"

"Terus bagaimana kondisi kaka sekarang?"

"Baik - baik aja, doakan aku ya insyaallah aku akan mengejar cinta ku,"

"Cieeeeeeeee,"

"Gatau aja tuh kalau Rayya udah punya suami," gumam Alya yang tak disahuti oleh Rayya.

Wanita berusia 24 tahun itu hanya diam. Ia mengerti bagaimana perasaan Kafka padanya, tapi sampai kapan pun ia juga tak akan mengkhianati suaminya. Rayya tahu bagaimana sakitnya dikhianati, maka dari itu ia tak akan tega melakukan itu pada Haidar.

"Jadi ke toko buku Rayy?" tanya Alya membuyarkan lamunan Rayya.

"Enggak deh, pulang aja yuk!"

"Rayya?" sahutan itu membuat sang empu nama menoleh terkejut.

"Alya ya?"

"Iya kak ehh bukan iya pak maksudnya," jawab Alya canggung.

"Kaka aja gakpapa,"

"Rayya kamu denger?"

"Denger apa ya?"

"Yang tadi?" pertanyaan Kafka itu tak dapat sahutan dari Rayya,karena wanita itu pun bingung ingin menjawab apa.

"Ya denger dong ka kan kita punya telinga," ucap Alya yang mengambil alih pembicaraan.

"Kalian berdua doang disini?" tanya Kafka yang langsung disambar anggukan Alya.

"Boleh gabung?"

"Eh? Kita mau pulang ka," jawab Alya lagi.

"Ouh gitu ya,"

"Ka Kafka kita pamit dulu ya, bay the way kata - kata kaka tadi bagus hehe," ucap Alya yang masih berusaha mencairkan ketegangan ini.

"Kami permisi, Assalamualaikum," ucap Rayya tiba - tiba dan langsung menarik Alya pergi dari hadapan laki - laki itu.

"Waalaikumsalam," setelahnya Kafka hanya melihat dua wanita itu perlahan menghilang seiring kerumunan yang berlalu - lalang.

"Mau sampai kapan begini? Bagaimana caranya?" gumam Kafka hampir tak bersuara.

"Tak ada kah pintu maaf lagi untuk si pendosa ini?" jeda Kafka.

"Allah saja Maha pengampun, tapi mengapa ciptaannya tak memberikan sedikit belas kasih?"

Semenjijikan apa diriku hingga begitu sulit hanya untuk menggenggam kebahagiaan, Batin Kafka.

🌺🌺🌺

Purwakarta, 30 Desember 2020 - REVISI.
[22.40 WIB]

-Raa.

Habibi Singa Allah [1 Andara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang