Chapter 37

285 30 12
                                    

- Happy reading -

*Bantu koreksi kalau ada typo, komen ya!

🌺🌺🌺

1 bulan kemudian...


"Mbak Rayya mau ngasih minuman itu ke mas Haidar ya?" tanya Zahra

"Iya."

"Nah biar Zahra aja mbak kan kasian kalau mbak Rayya harus naik turun tangga," mendengar tawaran Zahra, Rayya hanya diam dan menuruti ucapan wanita itu.

Setelah menerima nampan dari Rayya, Zahra segera berjalan menaiki tangga menuju ruang kerja suaminya.

Tok tok tok.

"Masuk aja Rayy."

Ceklek.

"Loh? Kok kamu yang buat minumnya? Tadi kayaknya aku yang nyuruh Rayya deh," Tanya Haidar bingung.

"Gak tau tuh mas tadi mbak Rayya minta buatin ini terus dianterin ke kamu," terang Zahra membuat Haidar manggut-manggut.

Tanpa basa-basi Haidar menyeruput secangkir kopi itu. Rasanya buatan Rayya bukan Zahra, Batin Haidar sambil memandangi secangkir kopi itu.

"Kenapa mas? Gak enak?" tanya Zahra khawatir.

"Enggak enak kok," balas Haidar singkat dan kembali menatap laptopnya yang penuh dengan kerjaannya.

"Kamu ngerjain apa sih? Sampai hari libur aja kamu pake kerja. Kamu tau kan ini hari minggu berarti libur," rengek Zahra sambil menyederkan kepalanya pada bahu suaminya.

Haidar hanya terkekeh kecil melihat perilaku Zahra yang memang sangat manja padanya. Jika dingat-ingat, sudah lama Rayya tak bersikap manja padanya semenjak ada Zahra tepatnya. Padahal Haidar merindukan sifat manis dari Rayya itu.

Tapi semua berubah dengan cepat. Rayya juga semakin dewasa, bukan sekedar saat menghadapi masalah tapi juga saat menghadapi Zahra yang terkadang bukan hanya bersikap manja pada Haidar tapi pada Rayya juga. Walau Zahra lebih tua dari Rayya, tapi sikap wanita itu sangat kekanakan. Beruntunglah Haidar memiliki dua istri yang melengkapi dirinya.

"Iyaa sayang, sebentar ya nanti kalau sudah selesai kita jalan-jalan ke taman gimana? Sekalian ajak Rayya juga supaya dia banyak jalan," mendengar nama Rayya disebut oleh suaminya membuat Zahra kembali memanas. Ah sudahlah!

"Yaudah aku keluar dulu," pamit Zahra lalu meninggalkan Haidar yang terkekeh melihat istri keduanya ngambek pada dirinya itu.

***

"Mbak."

"EH!-" Rayya tersentak kaget ketika mendengar panggilan Zahra.

"AKHHH!" dan akhirnya Rayya tak sengaja menumpahkan air panas pada Zahra, yang membuat wanita itu menjerit histeris karena kepanasan.

"Duh, bu Zahra gakpapa?" tanya seorang ART melihat kondisi majikannya.

"Gakpapa gimana liat ini! Panggilin Haidar sekarang juga!" perintah Zahra yang langsung dituruti ART-nya.

"RAYYA KAMU SENGAJA YA MAU CELAKAIN AKU?!" pekik Zahra yang sudah meluap-luap.

"Apa?" Haidar terkejut melihat tangan istrinya suda memerah dam hampir melepuh itu.

Haidar mengarahkan manik matanya pada Rayya dengan tajam. "Rayya bener apa yang dikatakan Zahra tadi?" tanya Haidar membuat Rayya langsung menggleng.

"Mas aku gak bermaksud tadi aku baru selesai masak air panas dan kepala ku tiba-tiba terasa sakit, terus Zahra tadi ngagetin aku jadi gak sengaja," ucap Rayya gemetar, sungguh saat ini ia benar-benar takut melihat mata hitam tajam itu.

"Terus kamu sekarang mau nyalahin Zahra pulak? Jelas-jelas Zahra yang terluka Rayy," ucap Haidar yang tak habis pikir dengan Rayya.

"Mas udah- tolongin aku dulu ini sakiit banget," ucapan Zahra mengalihkan tatapan tajam itu dari Rayya.

"Bi jaga rumah saya mau nganterin istri ke klinik dulu," ucap Haidar pada ART-nya.

"Baik pak,"

"Mas aku-"

"Gak." singkat, padat, jelas. Sedangkan Haidar telah menggendong Zahra ala bridal style meninggalkan Rayya yang masih ditempat dengan merintih.

"Bu! Ibu kenapa?" tanya ART-nya panik melihat Rayya yang kesakitan.

"Gakpapa kok Bi, kecapean ini saya istirahat dulu ya dan Bibi tolong beresin ini ya," ucap Rayya lalu berjalan menuju kamarnya.

"Duh Ya Allah kenapa ini?" gumam Rayya kesakitan sambil memegang kepalanya.

Rayya segera mencari obatnya. Nihil. Obat yang biasa meredakan sakit Rayya sudah habis dan dirinya lupa membeli lagi.

Ya Allah, hilangkan rasa sakit ini tolong jangan ambil aku dulu sebelum anak ku lahir, Batin Rayya memohon.

Kepalanya semakin terasa berat, matanya mulai buram hingga kesadarannya pun hilang sepenuhnya dan Rayya pingsan.

***

Drrtttt.. Drrrttttt..

Raffif segera mengangkat panggilan suara yang tertera dengan nama Rayya itu.

"Assalamualaikum Rayya ada apa?"

"Hallo pak! Ini bu Rayya nya pingsan tolongin pak!" suara ART Rayya terengar jelas ditelinga Raffif.

"Iy-iyaa saya ke rumah sekarang."

Raffif menutup panggilan suara itu dan langsung meminta sebuah Ambulans disiapkan sekarang. Pikiran Raffif melayang pada beberapa bulan lalu.

"Tidak ada obat untuk ini, cepat atau lambat penyakit ini akan segera melahap tubuh yang dihinggapinya,"

"Apa ini sudah saatnya?" gumam Raffif sambil berlari menuju Ambulans.

***

"Bi, memangnya Haidar kemana? Kenapa gak dia yang bawa istrinya?" tanya Raffif pada ART Rayya yang ikut menemani di Ambulans.

"Anu-eeem pak Haidar nemenin bu Zahra ke klinik," jawab ART Rayya bingung.

"Loh? Kenapa gak sekalian dibawa juga?" tanya Raffif heran.

"Tadi bu Rayya dimarahin sama pak Haidar," ucapan itu seketika menghentikan aktifitas Raffif yang sedang memberikan tindakan awal pada Rayya yang sudah tidak sadarkan diri.

Rahang Raffif mengeras tangannya menaruh alat-alat yang tadi ia pegang untuk memberikan tindakan pada Rayya.

"Kamu ambil alih," ucap Raffif pada salah satu perawat.

Raffif merogoh ponsel genggamnya. Dan langsung mengetikan sebuah nama untuk dihubunginya.

"Kenapa lo nelpon?"

"Dimana?"

"Di jalan pulang."

"Puter balik ke rumah sakit sekarang, ruang kerja saya." ucapan itu mengakhiri panggilan suara tersebut.

Liat aja Haidar, kau akan dapat bogeman kerasa dari saya, Batin Raffif meluap-luap.

🌺🌺🌺

Purwakarta, 5 Agustus 2021 - REVISI.
[11.05 WIB]

Hargai penulis yuu! ⭐

-Raa.

Habibi Singa Allah [1 Andara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang