Binar di sorot mata coklatnya mengingatkanku padamu....
Rambut ikalnya mengingatkanku padamu....
Dia satu - satunya kenangan manis yang kupunya saat bersamamu....
Dia nafasku...
Dia hidupku...
Dia alasanku hidup...Jika cintamu padaku telah hilang tak berbekas, sudikah kamu menyimpan cinta untuk dia?
Iya, dia yang selalu merindukanmu...
Tangan mungilnya yang selalu merindukan genggamanmu...
Mulut kecilnya yang selalu mendoakanmu...
Kaki kecilnya yang selalu melangkah ke depan pintu menunggumu pulang untuk memeluknya...
Dia..
Putri kita...
Bukan putriku..
Bukan putrimu...Dia Najwa putri kita..
Meski tak pantas ada kata kita antara aku dan kamu...Tapi dia tak pernah bersalah, dia berhak atas dirimu... dia berhak atas diriku...
-khumaira-
...
Namaku Khumaira. Aku menikah diusia sangat muda saat itu. Bagaimana tidak, saat kelas tiga SMA aku sudah dijodohkan dengan anak teman abi. Aku berusaha menolak, tapi segala usahaku gagal. Abi tetap menikahkanku saat Ujian Nasional berlangsung.
Saat itu satu - satunya teman baikku, Fitria membantuku kabur dari rumah. Membantuku membujuk ummi dan abi agar aku diijinkan menyelesaikan pendidikanku. Hingga akhirnya, aku diijinkan menyelesaikan pendidikan SMA ku asal aku setuju untuk menikah.
Kak Umar begitu sabar saat mengkhitbahku, begitu pengertian saat ta'aruf denganku. Hingga aku luluh dan sepenuhnya mencintainya...
Dia lelaki kedua yang berhasil merebut hatiku, membuatku merasakan indahnya jatuh cinta dalam ikatan halal.
Tetapi, sayangnya semua kebahagiaan yang kami miliki hanya sementara. Dia kak Umar, yang hobi travelling, dan tour keliling kota dengan geng motornya. Setiap malam pulang dalam keadaan mabuk, tak jarang berkhalwat dengan teman wanita - wanita satu geng motornya.
Aku berusaha bertahan sekuat aku mampu. Bertahan menjalani bahtera rumah tangga yang sudah hambar sejak beberapa tahun yang lalu.
Dan pada akhirnya setelah 5 tahun berlalu, aku menyerah. Aku bukan samsak yang kuat dipukuli setiap saat. Aku bukan tembok yang kuat dimaki - maki setiap hari dan hanya bisa diam.
Aku hanya wanita akhir zaman yang memiliki banyak kekurangan, wanita akhir zaman yang patah hati karena ulah suamiku sendiri.
Aku memilih mundur, dua hari setelah perceraian kami, abi Najwa memberi kabar bahwa dia telah menikah kembali.
Aku bersyukur, setelah proses panjang yang melelahkan akhirnya akta cerai telah berada di tanganku. Aku kepala keluarga sekarang di dalam Kartu Keluargaku.
Najwa satu - satunya alasan aku bertahan. Najwa nafasku. Najwa sebagian hidupku.
Yakinlah, setiap aku melangkah dan terjatuh pada akhirnya, Najwa menjadi satu-satunya kekuatan yang membuatku bangkit kembali.
Oh iya, perkenalkan dia putriku, Najwa Kholifatus Tsani. Usianya kini menginjak lima tahun. Aku dan mantan suamiku berpisah saat usia Najwa belum genap 4 tahun. Rasanya perih saat melihat Najwa duduk dipangkuan wanita yang dia panggil 'ummi'. Rasanya perih melihat senyuman pria itu. Senyum yang tak pernah aku lihat selama beberapa tahun belakangan ini...
Kembali terngiang ditelingaku setiap kali kak Umar mabuk, dia akan berteriak dan memukuliku. Lalu, aku hanya bisa pasrah dan meringkuk di pojok kamar. Menahan segala perih, berharap putri kami tidak mendengar dan tidak melihat apa yang terjadi. Berharap putri kami tetap tumbuh dengan baik, meski aku yang harus menahan segala perih. Dulu, aku belum siap, jika pada akhirnya Najwa harus memilih antara aku atau dia.
Bagiku, kebahagiaan Najwa adalah segalanya, aku ikhlas jika hatiku berdarah - darah asalkan putriku, Najwa ku dapat tersenyum setiap hari.
Aku rela, punggung ku penuh bekas luka yang bahkan hingga kini belum menghilang bekasnya. Asalkan Najwa, putriku tercinya dapat tertawa bahagia di pangkuan abinya.
Abi ku dulu mengenalnya sebagai lelaki yang baik. Setidaknya, itu menurut abi. Abi dan ummi yang terus menerus memaksaku menerima Kak Umar. Bagaimana mereka terus mencoba berbagai cara agar aku mau menerima Kak Umar, padahal saat itu aku masih sangat ingin melanjutkan kuliah. Abinya kak Umar adalah sahabat dekat abi ku. Jadilah, kami dijodohkan. Dan kami tidak berhak memilih. Ah, bukan kami. Tapi aku. Aku tidak memiliki hak apapun untuk menentukan sebuah pilihan.
Aku Khumaira, mrnikah di usia sangat belia saat itu. Menerma keputusan untuk dinikahinya agar dapat membahagiakan ummi dan abi ku. Menikahinya untuk menyempurnakan agamaku. Tapi ternyata, itu tidak mudah.
"Kalo saya ngga kaya raya, abi kau ngga mungkin jodohin kau dengan saya!" Teriak kak Umar malam itu.
Aku menangis pilu. Hatiku perih. Bagaimana kak Umar selalu menganggap keluarga mata duitan. Makian itu kerap kali aku terima. Setiap menit aku lalui penuh luka, setiap menit telinga ku terus - menerus mendengar caci maki yang kerap kali Kak Umar tujukan kepada ku.
Bahkan, saat aku tengah mengandung Najwa pun sifatnya tak berubah sama sekali. Dia tak segan - segan mengikat ku dengan sabuk, mencambukku saat melakukan hubungan suami istri.
Iya, dia sekarang adalah mantan suamiku. Seorang lelaki yang mengidap kelainan seks. Siksaan demi siksaan harus aku terima selama menjadi istrinya.
Sekarang, aku memilih mundur saat dia membawa calon istri ke duanya. Aku menyerah, aku sudah tidak bisa menahan semuanya lagi. Aku menyerah dan bersikeras membawa Najwa bersamaku.
Aku menyerah, biarkan aku berjuang bersama Najwa tanpa sosok lelaki di dalam hidupku. Biarkan aku berdiri dan menjadi satu - satunya pelindung bagi Najwa, putri kesayanganku. Melindungi Najwa dengan bahuku yang lemah ini.
Aku kembali menghirup aroma kopi yang mengepul di cangkir yang ku genggam sekarang. Menikmati sensasi kopi yang menenangkan.
Aku tersenyum pilu, hidupku tidak lebih manis dari pada secangkir kopi ini. Pahit namun terus aku nikmati. Aku belajar banyak dari secangkir kopi pahit ini, dia tidak perlu berpura-pura menjadi manis agar disukai banyak orang. Dia pahit, toh tetap banyak yang menyukainya. Tanpa alasan, tanpa tapi...
Aku seruput kopi pahit dengan asap yang masih mengepul. Jari -jariku kembali memainkan pena yang kembali ku pegang. Memeriksa hasil pekerjaan anak didikku.
Aku kini menjadi seorang guru les, dan juga dengan berjualan online shop yang aku tekuni sejak bercerai setahun lalu. Sekedar untuk biaya makan dan pendidikan putriku.
Aku Khumaira yang baru, terlahir dengan jiwa yang baru. Kini, aku bukan lagi wanita lemah....
Lihatlah aku, Khumaira yang baru...
Aku menjadi kepala keluarga, menjadi satu - satunya sosok yang akan Najwa cari saat dia membutuhkan sesuatu.Hingga kelak Najwa beranjak dewasa, aku selalu berharap dia hanya akan mencariku.
Hingga kelak saat dia menangis, hanya bahuku yang akan menampung air matanya.
Hingga kelak saat Najwa mengenalkan seorang pria yang akan dia kenalkan sebagai calon suaminya, aku yang pertama kali jutaan pelangi memghiasi sorot matanya.
Hanya ada aku, dia hanya akan mencariku...
Ummahnya...
Jangan lupa follow, komen dan vote yaa
mohon maaf lahir batin
KAMU SEDANG MEMBACA
ABI UNTUK NAJWA (End)
Spiritual#rank1 Repost- dalam tahap revisi Menjadi single mother diusia muda bukanlah hal mudah. Aku tahu perceraian adalah hal yang paling dibenci Allah... Tapi aku bisa apa?? 'Ummah kenapa babah ngga pernah pulang?' 'Kapan babah pulang ummah?' 'Ummah, apa...