AUN-24 serius

55.2K 4.4K 66
                                    

Mobil berhenti, aku melirik Max. Dia keluar dari mobil, lalu membukakan pintu mobil untukku.

"Tidak perlu seperti sopir begitu," kataku ketus.

Dia terkekeh, lalu menggeleng saja. Tak lama kemudian, Max merebut Najwa dari gendonganku.

Aku keluar dan membawa barang-barang kami, jangan lupa boneka besar yang di beli oleh Max untuk Najwa.

Ini sangat besar, dan ukurannya hampir satu meter. Aku sampai terus mengomelinya karena membeli boneka ini.

"Dasar, buang-buang duit saja. Boneka segede garong gini di beli. Mahal!" Omelku tanp sadar sambil berjalan menuju rumah.

Ku lihat Max terus berjalan. Dia berhenti tepat di depan gerbang depan rumah.

Setelah aku membukakan pintu, dia bahkan masuk tanpa permisi. Aku sampai melotot dibuatnya.

"Hei, sembarangan masuk rumah orang kamu!" Hardikku kesal.

Max hanya nyengir polos tanpa dosa, aku semakin geram di buatnya.

"Maaaaax!!" Teriakku kesal sambil mengentakkan kakiku. Bahkan kulempar boneka pemberiannya ke sofa.

"Sttt.....," Max mendesis sambil menggelengkan kepalanya sebagai tanda agar aku tak berisik.

Dan hebatnya, Najwa tidak terusik tidurnya sama sekali.

Aku mengambil alih Najwa dari gendongannya, dan membaringkannya di kamar. Aku bahkan tak melihat Max.

Saat aku keluar kamar, ternyata Max sudah tidak ada di dalam. Aku celingukan takut dia masuk ke sembarang tempat dan kepergok Ummi.

Aku mencarinya sampai ke teras depan rumah. Dan dia sedang nangkring di depan.

"Kok keluar?" Tanyaku pada Max saat melihatnya di depan.

Dia tersenyum tipis, sangat tipis bahkan nyaris tak terlihat.

"Nanti takut jadi fitnah," jawabnya enteng.

"Tadi aja langsung masuk ke dalam, telat kamu," kataku dengan mendengus sebal.

"Lupa, Khumairaku. Kirain di rumah mbak Asih. hehehe," jawabnya sambil terkekeh kecil.

Aku berdecih, dia memang selalu menyebalkan.

"Ibu kamu mana?" Tanya Max.

"Ummi dirumah abi, lah," jawabku enteng.

"Kamu tinggal berdua aja ya sama Najwa?" Tanya Max sambil sesekali memetik daun bunga mawar yang sudah kuning di depan rumahku.

"Iya," jawabku singkat, aku duduk di kursi teras.

"Boleh ketemu ibu bapak kamu?" Tanya Max sambil menoleh ke arahku.

"Buat apa?" Tanyaku heran.

"Aku ingin meminta restu saja buat mendekati kamu, aku serius soal yang aku katakan tadi di mobil," jawab Max serius.

Aku sampai tersedak minumanku saat mendengarnya.

"Gila kamu!" Teriakku.

"Kamu aneh, ada orang ngelamar dibilang gila. Dasar!" Kata Max kesal.

"Kamu lebih aneh, kita ini kaya anjing sama kucing. Tiba-tiba ngelamar. Gelo!" Balasku.

"Aku ngga pernah musuhin kamu. Kamu aja hobi ngomelin aku. Kaya suami istri kita, debat kecil gini," jawab Max ngelantur.

Aku geleng-geleng kepala melihat tingkah ajaibnya. Lelaki aneh memang, Kak Umar yang awalnya manis saja jadi begono apa lagi dia yang dari awal asem gitu?

"Ngga usah ngarep kamu," kataku mencibirnya.

"Kamu kenapa sih, antipati banget sama saya?" Tanya pria menyebalkan itu.

Aku mengangkat bahu acuh, dan tidak berniat menjawab pertanyaannya.

Aku belum siap berumah tangga. Setidaknya untuk beberapa tahun ke depan.

Apalagi berumah tangga dengan lelaki bule macam Max.

Jadi, Max saudara jauh Mbak Asih. Yang dia anggap adik kandung. Ayah Max orang Perancis dan ibunya asli Bandung. Dia tinggal di Indonesia sejak dalam kandungan.

Max adalah jelmaan bule yang medok kalo ngomong bahasa Inggris. Setidaknya, itu yang aku lihat dari sosok Max.

"Aku belum ada niat dekat dengan lelaki manapun. Apalagi berumah tangga," kataku tegas.

"Aku tunggu sampai kamu ada niat, tapi ketemu bapak ibu kamu buat silaturahmi boleh kan?" Tanya Max lagi.

Aku tetap pada pendirianku, aku menggeleng tegas.


.....

Mohon bantuan tandai typo dan saran untuk lanjutannya.....

Barakallah...

ABI UNTUK NAJWA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang