Aku sudah duduk cantik di samping kemudi, dengan segepok keripik kentang yang selalu Max bawa kemana-mana saat bersamaku.
Aku sampai sering tidak habis fikir, kebaikan apa yang aku perbuat sampai Allah menghadirkan Max dalam hidup kami.
Max selalu memperlakukan kami dengan baik. Begitupun pada Najwa, kasih sayangnya pada Najwa bahkan melebihi ayah kandung Najwa. Dia orang pertama yang akan tahu saat Najwa menemukan sesuatu, dia orang pertama yang akan tahu saat suasana hati Najwa sedang buruk.
Bahkan, dia yang tahu alasan sebenarnya kenapa Najwa masuk pondok pesantren. Jadi, Najwa akan cerita apapun pada ayahnya. Berdiskusi banyak hal dengan ayahnya.
Najwa memutuskan masuk pesantren saat usianya baru tujuh tahun saat itu. Aku sampai nangis seminggu penuh saat pertama kali mendengar Najwa akan masuk pesantren. Rasanya itu bukan keputusan yang tepat. Tetapi lagi-lagi Najwa hanya bercerita pada ayahnya.
Bahkan, saat aku menanyakan pada babahnya saja dia tidak tahu alasan pastinya. Najwa hanya akan bercerita dan terbuka banyak hal pada ayahnya. Dan yang paling menyebalkan adalah ayahnya tidak akan membocorkannya padaku. Apapun itu, Max hanya akan tertawa dan terus menggodaku saat aku mulai kepo menanyakan banyak tentang yang Najwa ceritakan hal padanya.
Bahkan sampai aku tahu, Setiap weekend mereka berdua akan quality time berdua untuk berdiskusi banyak hal. Diskusi yang menurutku berat. Bayangkan saja, anak usia enam tahun sudah membahas tentang ilmu Faroid, alif bengkok dan banyak hal lainnya. Ilmu yang seharusnya aku dapat pada masa remaja.
Tapi, Najwa dapat menangkap dan berdiskusi dengan baik bersama ayahnya.
"Aku yang akan mengajari do'a mandi junub pada Najwa suatu hari nanti," kata Max suatu hari dengan senyum merekah.
Kalian tahu maksud tersirat dari perkataan Max, bukan?
Iya, dia ingin dia yang akan pertama kali tahu saat Najwa mendapatkan haid pertama kali dalam masa hidupnya.
Max adalah sosok ayah yang luar biasa, sosok ayah yang selama ini Najwa harapkan ada dalam hidupnya. Sosok ayah yang selalu berdiskusi, bahkan nge game bersama tanpa canggung.
Dia Max, sosok lelaki yang kami miliki. Sosok yang mengayomi kami. Bahkan tanpa sadar, aku menjadi sosok yang sangat manja sejak kami menikah.
Tanpa sadar, dalam banyak hal aku akan mengandalkan Max. Bahkan dari hal remeh temeh sampai hal se sulit apapun aku akan selalu mengandalkan Max. Dia lelakiku...
Pernah, suatu hari bahkan Najwa berkata " Seandainya menikah bisa diwakilkan oleh ayah, maka Najwa ingin ayah menjadi wali nikah untuk Najwa"
Max hanya tersenyum dan terkekeh saat Najwa mengatakan hal itu. Najwa mengenal ilmu faro'id pertama kali dari ayahnya. Najwa mengenal dalil phytagoras dari ayahnya. Sejak kami menikah, Najwa menjadikan Max sebagai sandarannya. Dan aku sangat bersyukur akan hal itu. Najwa menemukan sosok lelaki yang bisa dia andalkan. Sesuatu yang tidak akan mungkin dia dapatkan dari ayah kandungnya.
"Ayah, nanti kita mampir ke supermarket ya. Beli keperluan Najwa," pintaku saat mobil melaju dengan kecepatan sedang menuju pondok pesantren Najwa.
"Iya," balas Max tanpa menoleh ke arahku. Dia masih fokus pada jalanan.
Aku masih makan keripik singkong kesukaanku. Sejak hamil aku selalu membawa keripik singkong kemana-mana, dan untungnya suamiku tercinta si bule medhok ini ngga pernah melarang. Asalkan aku banyak minum air putih, katanya.
"Nanti kalau anaknya ngambek karena dijenguk lagi jangan mewek loh," kata Max sambil menatapku lembut. Tangan kirinya mengelus kepalaku dengan lembut.
"He-em," gumamku sambil terus mengunyah.
"Berarti kita kesananya lagi nanti ya, bulan depan," kata Max sambil menatapku.
Aku menggeleng cepat. Pokoknya harus jenguk setiap minggu!
"Enggak!" Teriakku menolak, sampai keripik di mulutku muncrat keluar tanpa disengaja.
Max menghembuskan nafasnya, lalu mencapit hidungku dengan tangan kirinya saking gemasnya sepertinya.
"Kamu-," kata Max gemas tanpa melanjutkan kalimatnya.
"Ih, lepas. Pokoknya mau jenguk tiap minggu," kataku semakin ngotot tanpa membersihkan sisa keripik yang mengenai baju Max.
"Pokoknya Ummah mau jenguk Najwa tiap minggu. Kalo ayah ngga mau antar nanti Ummah bisa naik bis sendiri. Atau nanti minta antar khal juga pasti mau nganterin," tolakku ngotot. Pkoknya aku ingin menjenguk Najwa ke pondok pesantren setiap minggu. Walaupun jarak dari rumah sampai ke pondok pesantren Najwa lumayan jauh. Tapi aku tetap tidak perduli.
"Mah, jangan bikin ayah lepas kancing baju kamu sekarang ya," kata Max mengancam dengan nada rendah namun menyeramkan bagiku.
Oh, Tuhan!
Jika kalian ingin tahu, Max adalah suami termesum di dunia!
Dia ngga akan membiarkan aku lega sedikit saja, setiap hari mepet saja terus. Gerah kan jadinya. Untungnya, dia tidak pernah bisa marah padaku, walaupun aku semprot sama keripik plus kuah dari mulut tetap saja ngga marah. Hihi...Biasanya, jika kami dalam mobil berdua seperti ini, saat naik mobil aku akan di paksanya duduk di atas pangkuannya dan dia tetap menyetir. Iya sih, aku kecil. Tapi aku ngeri jika digrebek polisi dikira melakukan tindakan asusila dijalan. Kan berabe, bisa malu sampai tujuh turunan sepuluh tanjakan.
Untung saja sekarang perutku membesar, jadi aku bisa menikmati keripik tercinta dengan aman dan damai sentosa. Meskipun sesekali tangannha sesekali berulah saking jailnya.
Max tidak pernah malu memperlihatkan perhatian dan "kasih sayang"nya di mana saja tanpa malu. Meski banyak teman-temannya yang mengghibahkan Max yang mau saja menikah dengan janda beranak satu. Dia hanya akan tersenyum, sampai tetanggaku punya slogan sendiri "pesona janda ngga ada matinya."
"Mah, ngga ada ya santri mondok dijenguk tiap minggu. Jangan aneh deh kamu. Nanti Najwa marah lagi. Dia kan kemarin udah bilang, malu sama teman-teman lainnya karena keseringan di jenguk kita," kata Max tenang sambil mengelus bahuku lembut dengan tangan kirinya.
Aku mengerucutkan bibirku sebal, sekarang Najwa lebih klop sama ayahnya.Menyebalkan sekali, jangan kalian pikir karena aku terus yang merengek minta menjenguk Najwa, di pesantren lantas disana Najwa sama aku. Salah besar!
Setiap dijenguk Najwa akan nemplok aja terus sama ayahnya. Ummahnya hanya bisa gigit jari. Malah Najwa minggu kemarin ngambek karena setiap minggu kami menjenguknya,malu katanya.
"Najwa itu sok gede, pake segala acara mondok lagi. Ngga kangen sama Ummah. Dasar!" Gerutuku sebal.
Aku masih terus mengoceh mengeluarkan kekesalanku karena Najwa sekarang ngga mau aku ajak keluar dari pondok pesantren.
Max tiba -tiba memberhentikam mobil, lalu menangkap pipiku dengan kedua tangan besarnya.
"Khumairanya Max, Ummahnya Najwa yang paling cantik kenapa sih menggemaskan begini," kata Max kemudian menggesekkan hidungnya dengan hidungku.
Mohon tandai typo, jangan lupa vote, komen dan follow ya dear...
Tapi jangan komentar kasar ya, please....
biasakan menghormati dan menghargai orang lain agar anda juga menjadi mulia dimata orang lain.
Bedakan kritik membangun dan menjatuhkan karya orang lain.
anda sopan saya segan
happy reading....
KAMU SEDANG MEMBACA
ABI UNTUK NAJWA (End)
Spiritual#rank1 Repost- dalam tahap revisi Menjadi single mother diusia muda bukanlah hal mudah. Aku tahu perceraian adalah hal yang paling dibenci Allah... Tapi aku bisa apa?? 'Ummah kenapa babah ngga pernah pulang?' 'Kapan babah pulang ummah?' 'Ummah, apa...