AUN-6. sadar

62.5K 4.9K 107
                                    

Rasanya kondisi aku sudah membaik, ingin segera pulang ke rumah. Kembali beraktifitas seperti biasa.

Najwa masih setia menungguku disini, padahal Ummi sudah meminta Najwa pulang.

"Ummah, jangan lupa makan sama minum obat, yah," kata Najwa.

Aku mengangguk dan tersenyum.

"Kalau Najwa tetap bersama Ummah, Insya allah Ummah sehat," Ucapku sambil memeluk Najwa.

"Assalamu'alaikum"

Suara itu membuat aku menegang, kupeluk erat Najwa. Aku sungguh takut, takut Najwa diambil dariku.

"Wa'alaikum salam," jawab Najwa.

"Babah, sini," kata Najwa.

Aku masih tak bergeming, rasanya dada ini semakin sesak saja. Pandanganku mengabur karena air mata yang menggenang.

"Najwa sayang, sini peluk babah," lelaki itu kembali bersuara.

Aku semakin mengeratkan pelukanku. Aku takut, takut Najwa lebih memilih ayahnya. Aku belum siap kehilangan Najwa, sungguh.

"Ummah, Najwa mau peluk babah sebentar," kata Najwa.

Dengan setengah hati aku melepas pelukanku. Kak Umar dan Najawa berpelukan. Disebelahnya sudah ada istri Kak Umar. Aku menghembuskan nafasku pelan.

Aku terus menekan perasaanku yang sudah tidak karuan.

"Najwa, Ummah sudah makan?" Tanya Kak Umar.

"Iya, sudah babah," jawab Najwa sambil terus memeluk ayahnya.

Aku pejamkan mataku, setetes air mata akhirnya mengucur bebas di pipiku. Kenapa rasa sakit itu masih ada, aku benci terlihat lemah.

Ku tepis air mataku dengan kasar. Aku mencoba berdzikir terus - menerus agar merasa lebih baik.

"Bagaimana keadaanmu, Khumaira?" Tanya Kak Umar.

Aku menghirup oksigen kuat-kuat. Menahan air mata sekuat aku bisa.

"Alhamdulillah,"jawabku singkat tanpa memandang wajahnya.

"Babah sayang Ummah, buktinya babah kesini, Ummah cepat sehat agar kita pulang ke Cirebon," kata Najwa antusias.

Aku masih diam, aku berharap Ummi segera datang dan menyarankan Kak Umar segera pergi dari sini.

"Khumaira, bagaimana keadaan kamu, apa sudah merasa lebih baik?" Tanya Kak Umar.

Aku hanya mengangguk. Ingin rasanya aku menarik dan memeluk Najwa agar tak mendekat pada lelaki itu.

Tetapi aku mencoba berpikir realistis. Najwa pasti rindu pada ayahnya. Najwa berhak atas Kak Umar.

"Khumaira, Kak Umar minta maaf. Bisa kah kita berdamai dengan masa lalu?" Tanya Kak Umar dengan suara rendah.

Aku masih terdiam, aku melihat Kak Umar dengan tatapan sendunya. Tatapan yang beberapa hari lalu aku lihat.

"Maaf. Maaf Khumaira," bisik Kak Umar lirih.

Sekali lagi, aku hanya mengangguk tanpa menjawab. Aku mencoba menahan air mataku agar tidak kembali mengalir.

"Najwa, ayo ikut Ummi dulu. Kita cari makan yah," ajak istri kak Umar.

"Iya"

Najwa mencium punggung tanganku dan punggung tangan Kak Umar. lalu pergi ditemani Umminya.

"Biarkan pintunya tetap dibuka," kata Kak Umar pada istrinya.

Kak Umar mendekat, lalu duduk di kursi yang tersedia di dekat nakas.

"Khumaira, maafkan Kak Umar. Kakak tahu, kakak banyak berdosa padamu," kata Kak Umar lirih.

"Bisakah kita berdamai dengan masa lalu? Kita jaga Najwa bersama, meski kita tidak lagi bisa bersama," kata Kak Umar lagi.

Aku masih terdiam, air mata ini akhirnya mengalir deras tanpa bisa lagi aku bendung. Meski telah lama perpisahan itu terjadi, tapi luka itu masih menganga lebar.

"Maafkan Kak Umar," bisik Kak Umar lirih.

"Aku mohon, jangan jauhkan Najwa dariku. Dia nyawaku," kata ku serak.

Kak Umar menatapku dengan tatapan penuh luka.

"Kak Umar berjanji. Kak Umar mohon, Khumaira harus menjaga diri. Biarkan Najwa bahagia melihat Ummahnya tersenyum dan sehat," lanjut Kak Umar.

"Jauhi Najwa," kataku lirih.

"Enggak bisa Khumaira. Najwa berhak bertemu ayahnya," kata Kak Umar dengan suara meninggi.

Aku tersentak, kembali kenangan dulu berputar di kepalaku. Aku tutup wajahku dengan kedua telapak tanganku. Tubuhku gemetar hebat.

Sungguh aku sangat takut, takut Kak Umar kembali memukuliku.

"Am-am-puun Kak. Am-pun, ja-jangan sa-ki-ti Khumaira. Am-pun," kataku berulang-ulang.

Aku mendengar samar-samar suara Ummi, abi, dan beberapa orang yang tak begitu jelas suaranya.

Yang jelas sekarang, aku sangat takut.

"Ummi, tolong Khumaira. Ampuni Khumaira Kak, ampun," kataku berulang-ulang.

Sampai aku merasa ada badan tegap yang memelukku erat. Dan tiba-tiba pandanganku menjadi gelap.

ABI UNTUK NAJWA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang