AUN-9. damai?

60.6K 4.8K 64
                                    

jangan lupa follow, vote, komen dan kritiknya dear

....

Oke, aku sudah lelah larut dalam kesedihan. Ah, Umi benar. Seharusnya aku berdamai dengan masa lalu.

Memaafkan memang sulit, tapi bukan tidak mungkan, kan?
Iya, setelah ngobrol panjang lebar dengan Umi akhirnya aku mengijinkan Najwa bertemu ayahnya. Meski keputusanku sudah bulat. Aku tidak mau rujuk dengan kak Umar.

Aku melirik sepasang suami istri yang masuk ke dalam ruanganku, Najwa telah dibawa Umi keluar. Kini, aku ditemani Abi berhadapan dengan mereka, bagian dari masa laluku.

"Khumaira, Kak Umar tahu. Mungkin khumaira telah bosan mendengarnya. Tapi sungguh maafkan Kak Umar," kata kak Umar dengan sorot mata sendu.

Aku sekarang dengan posisi duduk di brankar rumah sakit, dengan infus yang masih menempel mencoba mengatur nafasku. Menahan emosiku, memejamkan mataku sesaat sekedar meredam emosiku saat ini.

"Khumaira, kakak masih mencintaimu. Maaf atas segala salah Kakak padamu. Kakak ingin kita rujuk kembali," bujuknya dengan tatapan memohon.

Lihatlah lelaki egois ini, istrinya terlihat tersenyum saat mata kami bertemu pandang. Padahal siapapun yang melihat pasti tahu, dia sekarang menahan air matanya agar tak terjatuh. Aku semakin membenci lelaki egosi ini.

"Maaf. Jangan bahas itu lagi. Karena saya tidak akan mau. Kita disini untuk membahas masalah Najwa," jawabku dingin.

Kak Umar menundukkan pandangannya.

"Khumaira, apa tidak bi-bisa di pikirkan lagi?" Tanya istri Kak Umar terbata dengan senyum dipaksakan.

Aku menggelengkan kepalaku.

"Maaf," Ucapnya lirih.

"Saya ingin berdamai dengan masa lalu. Jika ingin bertemu Najwa silahkan hubungi Abi saja," jawabku lirih tanpa melihat ke arahnya.

Kak Umar hanya terdiam, kulihat istri kak Umar hanya menunduk. Entah apa yang ada dipikiran mereka sekarang.

Aku tak tahu, apa yang harus aku jelaskan. Hatiku sudah tertutup. Tidak, tidak akan ada lagi air mata untuk kak Umar.

"Jika sudah jelas dan tidak ada yang dibicarakan lagi, sebaiknya silahkan pulang. Khumaira harus beristirahat," kata abi tegas.

Aku menghembuskan nafas lega, aku memang merasa sangat sesak. Aku ingin mereka menjauh dari sini. Urusanku dengan kak Umar selesai.

"Terimakasih, mohon maaf atas segala salah kami, kami mohon maaf," kata Kak Umar.

Kak Umar mengulurkan tangannya. Abi menerimanya, namun sebelum kak Umar mencium punggung tangan Abi, Abi langsung menarik tangannya.

Lalu aku melihat kak Umar dan istrinya berjalan menjauh setelah sebelumnya mengucapkan salam.

Aku memeluk Abi erat. Air mataku kembali tumpah. Usapan tangan abi selalu menjadi obat paling ampuh saat suasana hatiku memburuk.

"Ikhlaskan semuanya, biarkan Allah bekerja," kata Abi lembut sambil mengusap punggungku.

Aku mengangguk.

Aku sudah lelah menjadi pesakitan. Aku lelah menjadi pendengki.

Aku memang belum menjadi muslimah yang baik.

Dulu, aku selalu menyalahkan diri sendiri karena rumah tanggaku berantakan. Aku selalu merutuki diriku sendiri, selalu membuat Kak Umar merasa tak nyaman berada di sekitarku....

Sekarang, aku tahu satu jawaban.
Kalimat Abi yang akan selalu aku ingat.

"Nak, ingat yah. Jangan mencintai orang lain berlebihan. Jangan pernah terobsesi. Cintai diri kamu sendiri sebelum kamu mencintai orang lain. Dekati Sang Maha Pencinta, maka seluruh semesta akan mencintaimu tanpa syarat," kata Abi lembut sambil memegang kedua pipiku. Mengusap air mataku yang meluncur bebas.

"Sudah. Semuanya selesai. Setelah ini ngga boleh ada lagi air mata ya," lanjut Abi dengan senyum meneduhkan.

Aku tersenyum tipis, lalu mengangguk. Aku berjanji, setelah hari ini tidak akan ada lagi air mata untuk Kak Umar.

Besok, aku jalani Khumaira yang baru..
Khumaira ibu yang hebat..
Khumaira single mom yang kuat.
Demi Najwa, putriku....

ABI UNTUK NAJWA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang