AUN -4. I .... U

68.3K 5.3K 86
                                    

Mobil telah sampai di pekarangan depan rumahku. Aku segera turun dari mobil. Sebelum pergi, aku memberikan ongkos pada taxi online tersebut.

Sebenarnya ada sedikit rasa yang tidak bisa aku ungkapkan. Mengajak mantan suamiku bersama istri barunya menemui Najwa.

Aku dengan segala keterpurukanku. Bahkan aku terlalu takut memulai lagi. Mantan suamiku sudah memiliki istri bahkan anak-anak  lagi yang lucu. Miris sekali rasanya.

"Assalamu'alaikum", ucapku seraya membuka pintu rumah.

"Masuk, Kak. Silahkan", Ajakku pada mantan suamiku dan istri barunya.

Mereka mengikutiku. Setelah mempersilahkan mereka duduk, aku mencari Najwa di dalam.

"Ummah!" Seru Najwa lalu menubrukku dengan kedua tangan kecilnya yang memelukku erat. Tidak ketinggalan senyum lebarnya yang menghiasi wajah manisnya.

Aku memeluk erat anakku. Ku kecup keningnya penuh sayang.

"Assalamu'alaikum kesayangan Ummah," kataku sambil mencium pipi tembam Najwa.

"Wa'alaikum salam, Ummah kesayangan Najwa," jawab Najwa sembari terkekeh kecil karena kegelian ku ciumi berkali - kali.

Aku ikut tertawa kecil melihatnya, kemudian aku teringat ada Kak Umarr di depan ingin bertemu dengan Najwa.

"Najwa ada babah di depan", Ucapku lirih sambil mengusap punggungnya lembut.

Aku lihat matanya berbinar. Najwa sangat bahagia. Aku bahkan ikut bahagia melihat anakku sebahagia ini.

"Babah!!!!!" Telriak Najwa sambil berlari memeluk ayahnya dengan erat.

Aku hanya menatapnya haru, tanpa terasa air mataku luruh. Aku melihat betapa bahagianya Najwa.

Aku bergegas membuatkan mereka minum di dapur.

"Khumaira, ada Umar?" Tanya Ummi penuh selidik.

Aku mengangguk dan tersenyum. Seketika itu pula Ummi berlari dan berhambur menarik Najwa dari dekapan ayahnya.

"Apa mau kamu!" Sentak Ummi garang. Aku yang mendengar suara gertakan Ummi segera bergegas keluar sambil membawakan minum.

Aku menghela nafasku pelan. Ummi sangat takut jika aku kembali terluka. Ya Allah .... Ummi, maaf lagi-lagi membuat Ummi sekhawatir ini.

"Ummi ... "panggilku dengan suara lembut.

Aku menatap ummi. Sepertinya ummi paham kodeku. Sehingga melepas pelukannya dan membiarkan Najwa kembali memeluk ayahnya.

" Khumaira," panggil Ummi lirih dengan berderai air mata. Aku tersenyum tipis, memeluk Ummi kemudian menghapus air matanya.

"Semua baik - baik saja," bisikku lirih di telinga Ummi. Ummi mengangguk pelan meski terlihat jelas dia tidak percaya dengan apa yang aku ucapkan.

"Babah kenapa baru kesini? Najwa kangen", rengek Najwa manja.

"Maaf babah kerja Najwa. Najwa apa kabar?" Tanya kak Umar dengan senyumnya.

Iya, senyum itu yang dulu membuat aku luluh. Senyum itu yang selalu aku rindukan dulu.

Aku menarik Ummi yang masih berdiri di dekat Najwa dengan wajah terlihat menahan amarah.

"Silahkan mengobrol dulu,  ya. kami ke dalam dulu", ucapku lalu beranjak dari sana sambil menggandeng ummiku. Mengusap bahunya dengan lembut, mencoba menenangkan beliau.

"Kamu ngga papa kan?" Tanya Ummi memastikan setelah kami sampai di dalam kamarku. Ummi terlihat begitu mengkhawatirkanku sekarang.

Aku tersenyum, aku akan selalu baik jika Najwa baik, Ummi. Hanya Najwa alasan aku bahagia.

Aku melirik bagaimana Najwa antusias menceritakan banyak hal dengan ayahnya. Ayah yang selalu ditanyakannya. Ayah yang selalu dibanggakannya.

"Khumaira baik - baik saja. ummi tidak perlu khawatir begitu," jawabku meyakinkan Ummi.

Aku menarik nafasku kembali. Aku bergegas menuju kamar. Ummi hanya menatapku dengan mata berkaca- kaca.

Ini yang selalu aku takutkan, Najwa akan melupakanku seketika saat bersama babahnya.

Tanpa terasa air mataku memgalir deras. Jauh dilubuk hatiku, aku terlalu takut. Takut jika kak Umar mengambil Najwa dari hidupku. Aku sangat menyayangi Najwa. Aku bahkan akan dengan senang hati bertaruh nyawa demi membahagiakannya.

Aku mengunci diri didalam kamar. Aku kembali menangis sesegukan.

Kak Umar dengan segala yang dia miliki tentu saja akan dengan mudah mengambilnya perhatian Najwa.

"Ummah selalu bekerja babah! apa babah akan tinggal bersama kami?" Tanya Najwa dengan suara keras hingga terdengar sampai kedalam kamar saya.

"Iya, ummah kamu selalu menjadi wanita hebat," jawab Kak Umar yang dapat aku dengar suaranya dengan jelas dari dalam kamarku.

Aku kembali menangis, kenapa sesakit ini?

Benarkan aku membencinya?

Bernarkah jika sudah tidak ada cinta yang tersisa di hatiku untuknya sekarang?

Atau...
Benarkah aku bahagia melihat kak Umar bahagia dengan keluarga barunya?

Aku sadar, aku manusia yang gagal move on!

Aku tidak pernah benar-benar membencinya!

Aku bukan tidak mrncintainya lagi,
Aku tidak pernah benar-benar tidak merindukannya.

Ya Allah sesakit ini mendengar kak Umar, istri barunya dan Najwa bercanda bersama. Seperti keluarga idaman semua orang.

Tidak akan ada rasa kecewa jika rasa cinta itu sudah tidak bersisa.

Tidak akan asa rasa cemburu, jika rasa itu sudah menghilang.

Aku merasa senang bisa melihat wajahnya, melihat kembali senyumnya. Senyum ysng menghilang entah berapa tahun yang lalu.

Tetapi, ini begitu menyakitkan. Senyum itu bukan lagi untukku, senyum itu bukan lagi berasal dari ku,
Senyum itu bukan lagi karena aku...
Bukan...

Aku lelah...
Aku berusaha mengubur dalam rasa ini. Berusaha mengikhlaskan segala rasa yang pernah ada.

Seksrang ini, bagiku Najwa lebih penting bahkan jika dibandingkan dengan nyawaku sendiri....

Kabahagiaan Najwa menjadi prioritas utama dalam hidupku. Aku tidak ingin Najwa yang brokrn home akan menajdi salah pergaulan.

Aku harus mengatkan hatiku agar bisa bekerja sama menjaga Najwa bersama dengan Kak Umar.

Kami memang telah berakhir, tetapi tidak dengan Najwa dan Kqk Umar.

Mereka selamanya akan begitu, Najwa dan abi nya akan terus berhubungan baik.

"Najwa, tetaplah disamping ummah", gumamku lirih dengan berurai air mata.






...

Alhamdulillah....

Bagaimana jika kamu menjadi Khumaira?

Jangan lupa vote, komen dan follow dear...
Buat para siders semoga dapat hidayah dan diampuni dosanya ...
Big thank's

with love
-Dyfa Dee-

ABI UNTUK NAJWA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang