AUN-12. lelaki menyebalkan

58.3K 4.4K 27
                                    

Acara belajarku selesai sepuluh menit yang lalu, mbak Asih datang membawa makanan.

"Kak Khumaira, ayo sekalian makan dulu," ajak mbak Asih.

"Ngga usah, mbak. Khumaira langsung pulang saja," jawabku sedikit canggung.

Mbak Asih menggandeng tanganku dan memaksa aku ikut makan. Aku hanya tersenyum kecil. Rasanya tidak enak hati jika menumpang makan disini.

Kami duduk di meja makan, diikuti Haris dan lelaki menyebalkan itu, Max.

"Ayo dimakan," kata mbak Asih ramah.

Kami makan bersama, Haris terus berceloteh disela-sela makan. sesekali kami tertawa mendengar celotehan khas Haris.

Aku kembali teringat Najwa, sedang apa dia. Rasanya kangen, sebelumnya aku tak pernah jauh dari Najwa.

"Hei! bengong lagi. Rasanya  bengong itu hobi kamu yah," kata Max dengan sedikit menyebalkan.

Aku hanya menghela nafas. Ternyata Haris dan mbak Asih sudah tidak ada di meja makan. Selama itukah aku melamun?

"Habiskan makanan kamu," titah Max lagi.

Aku malas menanggapinya, aku hanya langsung menyelesaikan makanku sekarang.

"Ck, bengong lagi," gerutunya kesal sambil berdecak.

Aku hanya menoleh sebentar, lalu membereskan bekas makanku dan membawanya menuju dapur.

"Loh, biarin saja. Ikut mbak ke belakang saja yuk," kata mbak Asih lagi-lagi sambil menarik pergelangan tanganku.

Aku hanya melegakkan piring kotor di tempat cuci piring. Lalu mengikuti mbak Asih.

Kami dudukdi taman samping rumah mbak Asih, suasananya sejuk. Banyak pohon bunga disini.

"Najwa dimana?" Tanya Mbak Asih.

"Sama babahnya, mbak," jawabku lirih.

Mbak Asih tersenyum lalu mengangguk kecil. Dia memang tahu semua tentangku.

"Kamu sedih atau kecewa?" Tanya Mbak Asih lagi.

"Hanya kangen Najwa," jawabku lirih lalu membuang pandangan ke arah jejeran bunga krisan yang mulai mekar.

"Kamu coba berdamai dengan keadaan, Khumaira," kata Mbak Asih menasehatiku.

Aku hanya tersenyum tipis, aku rasa aku sudah berdamai dengan keadaanku. Mengijinkan Najwa ikut ayahnya bukankah itu berdamai?

"Oh iya. Tadi Max menganggumu?" Tanya Mbak Asih mengalihkan pembicaraan.

Aku berdecak sebal mengingat Max, lelaki bawel itu. Mbak Asih sepertinya paham hanya dengan melihat ekspresi wajahku. Lihatlah, dia sampai tertawa lepas melihatku.

"Haha..haa..haaa... Max sedikit cerewet yah?" Tanya Mbak Asih setelah tawanya mereda.

"Bukan sedikit mbak. Itu cerewet banget, pusing dengernya!" Gerutuku sebal.

"Heh! Bukan aku cerewet. Kamu tuh hobinya bengong. Awas ayam tetangga mati karena banyak bengong!" Teriak seseorang dari arah belakang. Siapa lagi kalau bukan Max.

Aku berdiri dan berniat pulang. Rasanya malas sekali berada di dekat lelaki menyebalkan ini.

"Mbak, Khumaira pulang yah," kataku ramah.

"Loh, cepet amat sih," kata Mbak Asih dengan wajah sedih.

"Sebentar lagi ada jadwal lagi, mbak," jawabku ramah.

Mbak Asih mengantarku sampai depan rumah, Max juga ikut mengantar. Jangan lupakan dengan cerewetnya dia yang tak pernah berhenti siaran, persis kaleng rombeng.

"Berisik!" Teriakku sebal.

Aku setengah berlari keluar dari halaman depan setelah berpamitan pulang pada Mbak Asih.

"Jangan bengong lagi!" Teriak Max dari dalam rumah mbak Asih.

Aku tak memperdulikannya, aku hanya langsung pulang.

Semoga tidak bertemu lelaki menyebalkan itu lagi. Semoga saja....

ABI UNTUK NAJWA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang