AUN-25 menyebalkan!

53.7K 4.1K 42
                                    

Max akhir - akhir ini sering datang dengan alasan untuk menemui Najwa.

Najwa terlihat sangat bahagia, sebenarnya Max terlihat begitu menyayangi Najwa.Tapi, aku ragu. Apa dia tulus?

"Sudah makan anak ayah?" Tanya Max lembut.

Najwa menggeleng tegas, aku sampai melotot melihatnya.

"Kamu baru saja makan, Najwa," kataku padanya.

Najwa tertawa polos, aku mendengus sebal. Sejak anakku berhubungan dengan dia, Najwa menjadi sama menyebalkannya.

Apalagi dengan seenaknya Max bilang "anak ayah" pada Najwa.

"Najwa masih lapar lagi Ummah, pengen makan lagi sama ayah," kata Najwa dengan wajah memelas.

"Ummah sudah bilang berkali-kali, jangan panggil ayah sama uncle Max!" Gertakku pada Najwa.

Najwa menunduk takut,

"Jangan keras begitu, lagian biarin saja. Ummi sama abi juga ngga masalah kok," jawab Max enteng.

"Sejak kapan kamu tahu Ummi abi ngijinin?" Tanyaku penuh selidik.

"Aku udah ketemu mereka. Ke rumah mereka sama Najwa sebulan lalu. Bahkan sering kesana," jawab Max.

"Kamu jangan seenaknya!" Teriakku kesal.

"Loh, emang kenapa?" Tanya Max lagi.

"Jangan ngarep dengan baik-baikin keluargaku jadi bisa di terima sama aku ya," kataku tegas.

Max tersenyum remeh, menyebalkan.

"Ke geeran sekali kamu, siapa yang mau ngelamar kamu?" Tanyanya nyinyir.

Aku mendengus sebal,

"Bagus lah! Lain kali jangan sering-sering main kesini," kataku judes.

Max hanya mengangkat bahunya acuh, lalu menggendong Najwa.

"Mau kemana kamu?" Tanyaku ketus.

"Ajak makan lah, ngga denger anakku lapar tadi?" kata Max lagi.

"Jangan sembarangan ngomong kamu!" Hardikku kesal.

"Kamu kenapa sih, marah-marah terus dari tadi, sweety," kata Max.

Oh, Tuhan!
Dia benar-benar sangat menyebalkan, dasar muka badak!

"Kamu bisa ngga sih, jangan ganggu hidup aku," kataku sebal.

Najwa terlihat ketakutan sekarang. Aku menghembuskan nafas panjang.

"Sini Najwa," kataku sambil merentangkan kedua tanganku.

Najwa menatap Max dengan tatapan sendu. Aku mengambil Najwa secara paksa.

"Pulang sana!" Kataku mengusirnya.

Dia hanya terkekeh, dan hanya geleng-geleng kepala. Aku semakin marah. Jika ini di kartun. Ku pastikan kepalaku keluar asap sekarang.

"Kamu dengar aku ngomong nggak sih?!" Teriakku semakin melengking.

"Sweety, kamu darah tinggi loh nanti. Marah-marah terus. Lihat kan, Najwa takut," kata Max santai.

Bahkan sekarang dengan tanpa rasa bersalah atau risih sedikitpun dia duduk di teras rumahku.

Aku membawa Najwa masuk, dan membanting pintu dengan keras. Biarkan saja, aku dianggap tidak sopan. Dia saja muka tembok begitu.

"Ummah, ayah baik sama Najwa," kata Nakja takut-takut.

Aku menatapnya lembut, Najwa terlalu baik pada semua orang.

"Jangan panggil dia ayah, Dia bukan ayah kamu," kataku tegas.

"Tapi Ummah, kata Jidah Najwa boleh panggil ayah," sangkal Najwa.

Aku memejamkan mataku menahan amarah. Dia benar-benar sudah melewati batas.

"Najwa sudah saatnya tidur siang," kataku mengalihkan pembicaraan.

Sebentar lagi aku harus mengajar, dan Najwa harus tidur agar aku bisa meninggalkannya untuk mengajar.

"Najwa belum ngantuk," rajuk Najwa.

" Najwa, Ummah harus kerja," kataku memberi pengertian.

"Najwa bisa main sama ayah dulu," kata Najwa dengan wajah berbinar.

Aku menggeleng tegas, Najwa harus dijauhkan dari lelaki menyebalkan itu.

"Uncle harus kerja," kataku tegas.

Najwa sudah aku baringkan di dalam kamar, aku menyalakan AC dan membiarkan dia tidur.

Najwa memejamkan matanya setelah sebelumnya aku mengajaknya bercerita, bersholawat dan berdoa sebelum akhirnya Najwa benar-benar tertidur.

Aku keluar dan bersiap mengajar,

"Sweety, sudah mau mengajar lagi?" Suara bariton itu mengagetkanku.

Aku terlonjak kaget, ku elus dadaku.

"Kamu belum pulang juga," desisku padanya.

"Kan nunggu kamu sweety, kata Ummi aku boleh nganter kamu," katanya santai.

Aku tak meladeninya lagi, dengan langkah cepat aku meninggalkan rumah untuk bergegas ke rumah salah satu anak didikku.

Dan kalian pasti tahu, lelaki tidak tahu diri itu selalu mengikutiku.

"Kamu ngga kerja yah, setiap hari ganggu aku. Emang kamu pikir aku mau sama pengangguran kaya kamu," sindirku kasar.

Max terkekeh kecil,

"Tenang sweety. Aku bukan pengangguran. Aku pastikan kita tidak akan kelaparan saat menikah nanti. Dan kamu ngga perlu capek kerja," Kata Max sambil menarik tanganku ke dalam genggamannya.

Aku sampai meloto dibuatnya, dia sangat tidak sopan!
Dia bukan mahromku, dan seenaknya menarik-narik tanganku. Dengan kesal aku menyentakkan tanganku kasar,  lalu meninggalkannya. percuma saja meladeni orang gila.

ABI UNTUK NAJWA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang